Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-28)

IV. Nabi Syu’aib, Ayub, Zulkifli.

698
Peninggalan bangsa Madyan.

Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah)

1. Masa Kerasulan dan tempat kerasulan Nabi Syu’aib.

Dalam Al-Quran disebutkan pengutusan Nabi Syuaib pada sudara-saudaranya di kawasan yang disebut Madyan, khususnya di Aykah (QS. Hud 84, QS. Al-Syu’araa: 176). Sedang lokasi Aykah adalah sebagian dari wilayah Madyan yang sangat luas. Madyan saat ini masuk wilayah Hijaz Yordania, yaitu di barat laut Hijaz di dekat pantai timur teluk Aqabah.

Aykah tidak jauh dari propinsi Tabuk Arab Saudi, sekitar 200 km dari Tabuk. Aik mempunyai arti kumpulan pepohonan, yang hal itu menunjukkan kawasan pemukiman suku Aykah banyak ditumbuhi pepohonan dan ada sumber air. Suku Madyan juga membuat rumahnya dengan membuat gua buatan pada bukit batu, kawasan gua penduduk Madyan disebut Al-Bada’.

Pemukiman gua batu Madyan menunjukkan bahwa terdapat kondisi alam kebiasaan yang sama dari kaum Nabi Salih di tempat yang disebut dengan Al-Hijr (Seir) atau Madain Salih suku Tsamud di Wadi Al-Qura’. Sukut Tsamud yang selamat dari adzab beberapa ratus kemudian bercampur dengan suku Edom ketika Esau datang ke wilayah dekat pemukiman suku Tsamud. Keturunan Esau kemudian memakai kebiasaan suku Tsamud dalam membuat pemukiman.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-27)

Kebiasan suku Tsamud dan Edom dalam membuat pemukiman kemudian ditiru oleh suku Madyan yang memang menempati wilayah yang letaknya tidak terlampau berjauhan, dalam deretan pegunungan batu yang sama. Kemiripan kondisi alam menjadi sebab cara membuat pemukiman yang sama.

Keseharian kehidupan suku Aykah Madyan saat itu adalah berdagang. Pekerjaan tersebut disebabkan wilayahnya adalah lintasan yang menghubungkan banyak wilayah yang dihuni oleh suku-suku Arab, seperti suku Kedar atau Qaidar (anak kedua Nabi Ismail yang menurunkan suku-suku Arabiya seperti suku Qurays dan lainnya) dan suku Nabit atau Nabaiot (anak pertama Nabi Ismail), suku Moab dan suku Amon (dua suku keturunan cucu Nabi Luth), suku Edom dan suku-suku Kana’an kuno lainnya.

Mata pencaharian dengan berdagang di wilayah pemukiman Aykah Madyan menunjukkan bahwa wilayah Aykah menjadi wilayah transaksi perdagangan antar suku, dimana kaum Madyan menjadi perantara perdagangan barang kebutuhan antar suku disekitarnya. Al-Quran menunjukkan bahwa suku Aykah Madyan mempunyai kebiasaan menipu para pelanggannya dengan mengurangi takaran atau timbangan sehingga merugikan orang lain yang bisa menimbulkan kerusakan.

Dengan cara menipu dalam berdagang itu membuat kaum Madyan menjadi orang yang kaya dan makmur (QS. Hud 84). Nabi Syu’aib adalah penduduk Madyan yang orang tua dan saudara-saudaranya berasal dari suku Madyan dan dianggap sebagai orang yang lemah di antara penduduk suku Madyan (QS. Hud 91).

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-26)

Namun suatu ketika Syu’aib berbicara sebagai seorang Rasul Allah kepada kaumnya dan mengingatkan agar kaumnya menjadi orang yang bertaqwa serta menyembah kepada Allah SWT, tidak berbuat curang dalam berdagang dengan mengurangi timbangan yang merugikan orang lain, dan Nabi Syu’aib juga mengingatkan bahwa perbuatannya tersebut bisa mengundang adzab dari Allah (QS. Asy-Syu’ara 177 –179, QS. Hud 84, QS. Al-A’raf 85).

Atas dakwahnya tersebut Nabi Syu’aib tidak meminta imbalan apapun dari kaumnya karena rezekinya sudah cukup dari Allah (QS. Asy-Syu’ara 180). Ayat ini menunjukkan bahwa kaum Nabi Syu’aib menganggap bahwa Nabi Syu’aib adalah orang yang lemah, orang yang ekonominya tidak mampu sehingga kerjanya menakut-nakuti orang kaya dengan tujuan meminta imbalan atas dakwahnya dengan menawarkan sesembahan yang berbeda dengan sesembahan suku Madyan saat itu yang keyakinannya disebut berasal dari nenek moyangnya.

Hal itu juga menunjukkan ada ketimpangan ekonomi yang cukup lebar pada penduduk Madyan. Sejak dari nenek moyangnya, kaum Madyan menyembah kumpulan pepohonan yang lebat (Aykah) yang dianggapnya tuhan mereka bersemayam di gerumbul pepohonan yang lebat dan padat.

Atas penyembahannya tersebut terbukti telah membawa kemakmuran bagi orang-orang yang musyrik tersebut. Mereka mempertanyakan apa kelebihan Nabi Syu’aib dan Tuhannya, sehingga berani meminta kaumnya agar meninggalkan agama nenek moyang mereka dan melarang mengelola harta menurut cara mereka yang mengikuti cara acara nenek moyang mereka (QS. Hud 87).

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-25)

Penulis di makam Nabi Syu’aib ‘alaihissalam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here