Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-24)

Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-24)
Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah) B. Nabi Yusuf di Mesir. 8. Pertemuan dengan saudara. Kekeringan panjang ternyata tidak hanya menimpa negeri Mesir, namun juga menimpa sebagian wilayah Afrika yang menjadi sumber dari hulu sungai Nil sehingga mengakibatkan air tidak mengalir dan sungai Nil dengan sangat cepat menjadi kering karena sebagian airnya mengalir ke laut. Kekeringan akibat kemarau panjang juga menimpa hingga wilayah Kanaan, termasuk menimpa wilayah Hebron dimana Nabi Ya’qub dan anak cucunya bermukim. Kitab Kejadian mengisahkan, keberhasilan Mesir mengatasi kekeringan sudah terdengar ke banyak negeri, sehingga berbondong-bondong kafilah dagang dari banyak negeri datang ke Mesir untuk membeli gandum. Ternyata gandum persediaan lumbung Mesir sangat besar dan berlebih untuk kebutuhan penduduknya selama 7 tahun, sehingga dapat membantu penduduk lain negeri. Nabi Ya’qub dan anak-anaknya juga mendengar jika Mesir mempunyai persediaan gandum yang besar. Juga mendengar bahwa raja Mesir dan bendahara negerinya adalah orang yang bijaksana sehingga mau membantu orang-orang dari negeri lain yang tertimpa bencana kekeringan. Bendahara Mesir membuat kebijakan bantuan gandum berdasarkan jumlah keluarga. Ketika gandum dan bahan-bahan makanan lainnya juga mulai menipis akibat kekeringan, Nabi Ya’qub meminta anak-anaknya agar pergi ke Mesir untuk membeli gandum. BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-23) Semua anaknya disuruh pergi, kecuali Ben Yamin. Oleh karena itu, semua anaknya disuruh pergi dan diperintah menceritakan tentang jumlah keluarga yang ditinggal di perkampungan. Nabi Ya’qub juga membekali dengan harta yang akan ditukar dengan gandum. Sekitar 40 hari perjalanan ke Mesir. Anak-anak Nabi Ya’qub ini sempat berkeliling di ibu kota Mesir saat itu, yaitu Memphis, kemudian baru menuju kompleks istana Raja yang menjadi pusat distribusi gandum. Ketika Nabi Yusuf mendapat laporan bahwa ada kafilah dari Hebron berniat membeli gandum, kemudian pegawai istana diperintahkan memanggil kafilah Hebron itu, karena dirinya ingin menjamunya. Tentu anak-anak Nabi Ya’qub menjadi heran ketika diberi tahu bahwa Al-Azis ingin menemui. Mereka kemudian diantar ke ruang pertemuan. Lantas, Nabi Yusuf mengintip siapa yang datang tersebut. Hati Nabi Yusuf bergetar ketika tahu bahwa yang datang adalah saudara-saudaranya. Namun ditahan rasa rindunya kepada saudara-saudaranya yang dahulu telah mencelakainya itu. Disadarinya Allah telah menjadikan peristiwa itu sebagai jalan kenabiannya. Nabi Yusuf mendengarkan apa saja yang diperbincangkan oleh saudara-saudaranya yang penuh keheranan sekaligus ketakutan dengan undangan tersebut. Mereka berbincang apakah ada yang berbuat salah di antara mereka. Nabi Yusuf, tersenyum mendengarkan perbincangan saudara-saudaranya itu. BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-22) Dengan menahan perasaan rindu, kemudian Nabi Yusuf masuk ke ruang pertemuan dengan penuh wibawa, sedang saudara-saudaranya ternyata tidak mengenalnya (QS. Yusuf ayat 58). Mereka segera berjongkok hormat kepada Al-Azis. Nabi Yusuf, kemudian mempersilakan duduk serta mempersilakan makan dan minum. Dengan rasa kikuk, saudara-saudaranya itu makan, namun Nabi Yusuf juga ikut makan dengan menunjukkan raut muka yang gembira dan sangat menikmati hidangan itu. Bagi saudara-saudaranya yang ternyata tidak dapat mengenalinya itu, hidangan itu tentu merupakan pesta yang luar biasa. Melihat raut muka dan tegur sapa Al-Azis yang ramah, mereka dengan tetap menahan keheranan lalu makan dengan nikmat. Setelah usai makan, Al-Azis mulai bertanya tentang nama masing-masing, nama ayah, ibu dan menanyakan berapa jumlah keluarga masing-masing serta bertanya apa masih mempunyai saudara lagi yang tidak ikut serta. Semua pertanyaan dijawab dan menyatakan masih ada seorang saudara laki-laki yang bernama Ben Yamin yang ditinggal di rumah karena menunggui ayah mereka yang sudah tua dan buta matanya. Ketika ditanya kenapa mata ayahnya buta, mereka menjawab karena tiap hari ayah mereka selalu menangis mengingat anaknya yang sudah tidak ada, yaitu Yusuf. BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-21) Hampir saja Nabi Yusuf menangis mendengarkan jawaban itu, namun dengan sekuat tenaganya ditahannya rasa sedihnya. Lalu Nabi Yusuf menuduh mereka berbohong karena berharap memperoleh gandum lebih banyak dari yang seharusnya dengan mengatakan masih mempunyai saudara yang tinggal di kampungnya. Dengan sekuat tenaga saudara-saudaranya menjelaskan tentang Ben Yamin yang hampir tidak pernah berpisah dengan bapaknya karena rasa sedih bapaknya yang tidak berkesudahan dan keberadaan Ben Yamin merupakan hiburan pelipur lara bagi bapaknya. Dengan tetap menahan rasa ingin menangis, Al-Azis kemudian mengatakan bahwa akan memberi mereka gandum sesuai takaran dan kebutuhan mereka untuk beberapa waktu jika persediaan akan habis dipersilakan datang lagi ke Mesir dengan syarat harus membawa Ben Yamin ke Mesir sebagai bukti bahwa mereka tidak berbohong sehingga dapat membeli gandum lagi. Mereka berjanji akan membujuk bapaknya agar mengizinkan untuk membawa Ben Yamin ke Mesir (QS. Yusuf ayat 59-61). Setelah saudara-saudaranya keluar, Nabi Yusuf memanggil pelayan gandum dan berpesan kepada pelayannya agar diam-diam dan tidak ketahuan memasukkan kembali barang penukar gandum ke dalam karung karung para anak Israel (QS. Yusuf ayat 62). Anak-anak Nabi Ya’qub kemudian pulang dengan membawa gandum. Tentu mereka gembira tetapi juga kebingungan apakah bapaknya nanti akan memberi izin Ben Yamin untuk diajak ke Mesir. BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-20) Ketika sampai di rumahnya diceritakan kepada bapaknya tentang Al-Azis yang bijaksana tersebut. Ketika persediaan gandum sudah menipis, disuruhnya lagi anak-anaknya pergi ke Mesir untuk mendapatkan gandum. Kali ini mereka harus berjuang untuk mendapatkan izin bapaknya untuk membawa Ben Yamin. Mereka mengatakan kepada bapaknya bahwa mereka tidak akan mendapatkan gandum jika tidak membawa serta Ben Yamin untuk dipertemukan dengan Al-Azis sebagai bukti bahwa mereka tidak berdusta dan untuk mendapatkan jatah gandum lagi. Awalnya Nabi Ya’qub dengan keras menolak sambil mengungkit laporan kematian Yusuf yang tidak pernah dipercayanya. Namun anak-anaknya juga bersikeras tidak akan berangkat ke Mesir tanpa Ben Yamin karena pasti gandum tidak akan diperolehnya dan bahkan mereka bisa ditangkap dan dipenjara karena dituduh berbohong dan melakukan penipuan untuk mendapatkan jatah gandum dari yang seharusnya (QS. Yusuf ayat 63-64). Mereka menjadi kaget pula ketika membuka karung gandumnya, ternyata harta yang dipakai untuk barang tukar gandum masih utuh di dalam karung. Al-Azis mengembalikan semua harta mereka. Mereka merasa Al-Azis dengan sengaja memberikan bantuan kepada mereka, yang hal itu pasti tidak sulit bagi Al-Azis. BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-19) Mereka kemudian melaporkan hal itu kepada ayahnya. Nabi Ya’qub juga tidak kalah kagetnya pula tentang kebijaksanaan Al-Azis namun tidak lupa mengingatkan perbuatan anak-anaknya yang tidak bertanggung jawab atas hidup Yusuf, bahkan mereka juga diingatkan karena belum pernah minta maaf atas perbuatannya. Akhirnya Nabi Ya’qub mengijinkan Ben Yamin diajak serta dengan syarat mereka harus bersumpah atas nama Allah di hadapannya dan berjanji membawa Ben Yamin pulang. Allah akan menjadi saksi atas sumpah tersebut (QS. Yusuf 65-66). Nabi Ya’qub berdoa menyerahkan keselamatan hidup Ben Yamin kepada Allah. Nabi Ya’qub juga berpesan agar masuk kota melalui pintu masuk yang berbeda-beda. Meskipun demikian, Nabi Ya’qub menyerahkan semuanya pada takdir Allah yang akan menentukan bagaimana perjalanan anak-anaknya (QS. Yusuf 67-68). BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-18) Rombongan anak-anak Israel ini kemudian berangkat lagi ke Mesir dengan cara masuk kota seperti yang dipesankan bapaknya dengan tujuan menyamarkan kedatangannya apalagi jumlah rombongannya yang besar dapat menarik perhatian para penjaga pintu gerbang yang mungkin sudah mengenali mereka. Mereka bermaksud membeli gandum seperti kafilah lainnya membeli gandum dengan membawa barang penukar kemudian kembali pulang tanpa hambatan. Namun kedatangan mereka ternyata masih dapat dikenali para pelayan yang telah dipesan apabila ada rombongan dari Hebron agar segera dilaporkan kepada Al-Azis dan membawa mereka semuanyake istananya. Ketika semua telah dapat dikumpulkan diruang pertemuan, Ben Yamin ternyata langsung menarik perhatian Al-Azis sehingga disuruhnya duduk di sampingnya dan kemudian diajaknya berbicara sendiri. Saat itu Nabi Yusuf berkata kepada adiknya dengan perlahan sehingga tidak didengar oleh saudara-saudaranya, dan meminta agara Ben Yamin tidak menunjukkan reaksi yang berlebih lebihan agar saudaranya yang lain tidak mengerti siapa dirinya, bahwa dirinya adalah Yusuf, kakaknya (QS. Yusuf ayat 69) yang selama ini dikabarkan telah meninggal oleh saudara-saudaranya. BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-17) Keakraban Yusuf terhadap Ben Yamin tentu membuat saudara-saudaranya terheran, mengapa Al-Azis dengan cepat bisa akrab dengan Ben Yamin. Ketika makanpun, Ben Yamin diberikan hidangan yang lebih dibanding dengan saudara-saudaranya. Al-Azis kemudian bertanya, mengapa mereka menyamarkan kedatangannya, yang dijawab bahwa hal itu untuk memenuhi pesan bapaknya, sehingga Al-Azis tidak mendesak lebih lanjut. Usai perjamuan, kemudian anak-anak Israel ini dipersilahkan mengambil gandumnya dan kemudian mereka pulang. Namun belum jauh mereka pergi tiba-tiba ada rombongan pengawal kerajaan yang menyuruhnya berhenti. Tentu mereka kaget atas hal itu, apalagi kemudian ada tuduhan bahwa mereka telah mencuri piala yang digunakan sebagai takaran gandum yang dibuat dari bahan yang sangat bagus. Mereka membantah tuduhan tersebut, dan ketika ditanya apa hukumannya jika ditemukan takaran tersebut dikarung milik salah satu diantara mereka. Maka anak-anak Israel ini menjawab bahwa pemilik karung tersebut harus dihukum karena telah berbuat dzalim (QS. Yusuf ayat 70-75). Kemudian karung gandum dibongkar satu persatu dari milik yang paling tua, yaitu Ruben hingga milik yang paling muda, yaitu Ben Yamin. Ternyata takaran itu ditemukan di karung gandumnya Ben Yamin. Tentu mereka kaget dan mulai memojokkan Ben Yamin dengan mengatkan bahwa dulu saudara Ben Yamin (Yusuf) pernah mencuri pula. Mendengar ucapan itu Nabi Yusuf menyembunyikan rasa jengkelnya (QS. Yusuf ayat 76-77). Sedang Ben Yamin tetap bertahan bahwa dirinya tidak mencuri dan tidak mengerti bagaimana takaran itu bisa berada di dalam karungnya. BERSAMBUNG

Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group