Meminta Ampunan kepada Allah Setelah Melakukan Aktivitas Ibadah

532

Oleh: Ustadz Syukran Makmun (MUI Kota Bogor – Dosen UIKA Bogor)

Sekali lagi, juntrung redaksi doa (wataknya) memiliki daya sentuh dengan faktor latar yang mengkonstruksinya. Misal, ketika membaca doa “Allahumma Laka Shumtu Wabika Aamantu Wa’ala Rizkika Afthartu…, itu berkait pasti dengan kasus “berbuka puasa “.

Ketika menjelang atau bertepatan dengan malam al-Qadr (Lailatu al-Qadr), kita dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ supaya memperbanyak bacaan (doa): “Allahumma Innaka Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa Fa’fu ‘Annii”.

Bisa bisa jadi, malam tersebut (Lailatu al-Qadr) adalah sebuah pertaruhan seorang hamba untuk memohon ampunan kepada Allah. Karena ia (Lailatu al-Qadr) merupakan agenda tahunan untuk menentukan, apakah seseorang bahagia atau celaka.

Semua itu, sudah ditetapkan dalam “Buku Induk” (أم الكتاب), tidak diubah dan juga tidak diganti. Demikian kata Ibn Umar.

كل ما يقضى من السنة إلى السنة، إلا الشقاوة والسعادة، فإنه في أم الكتاب لا يغير ولا يبدل، قاله ابن عمر

Lain versi Ibn Rajab, kenapa kita dianjurkan supaya memperbanyak meminta ampunan kepada Allah pada “Malam al-Qadr”, dia berkata:

وإنما أمر بسؤال العفو في ليلة القدر بعد الإجتهاد في الأعمال فيها وفي ليالي العشر لأن العارفين يجتهدون في الأعمال ثم لا يرون لأنفسهم عملا صالحا ولا حالا ولا مقالا فيرجعون إلى سؤال العفو كحال المذنب المقصر

“Setelah berusaha keras melakukan aktivitas amal ibadah pada malam-malam sepuluh menjelang “ليلة القدر”, kenapa diperintahkan (dianjurkan) untuk memohon ampunan, karena komunitas “Arifin” (orang-orang yang sudah dekat dengan Allah) ketika mereka melakukan aktivitas amal ibadah, mereka tidak pernah melihat (menilai), bahwa diri mereka beramal shalih; mereka justru meminta ampunan, seolah-olah mereka seperti orang yang berbuat dosa dan berbuat lalai”.

Ditambahkan oleh Yahya Ibn Mu’adz:

ليس بعارف من لم يكن غاية أمله من الله العفو

“Seseorang belum bisa disebut ” ‘Arif”, setelah menuntaskan harapan (doanya), dia tidak memohon ampunan kepada Allah”.

Doa tersebut, tidak spesial dalam konteks “Lailatu al-Qadr” an sich, tapi berlaku universal. Jelas dan tegasnya, kita jangan merasa karena sudah melakukan aktivitas amal ibadah dengan ekstra keras, lantas abai dan lalai tidak memohon ampunan kepada Allah; karena mersa sudah diterima. Bisa jadi, karena tidak memohon ampunan kepada-Nya, amal kita ditolak.

 Wallahu A’lam bi al-Shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here