
Oleh:
Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah)
5. Nabi Ya’qub dipanggil dengan nama Israel. Nabi Ya’qub menjadi teringat asal mula perjalannya ke Harran, dimana hal tersebut terkait dengan hak kesulungan (mewarisi tongkat Nabi Ishaq) yang jatuh kepadanya. Nabi Ya’qub merasa bersalah kepada kakaknya mengenai hak kesulungan yang dia dapatkan, dan merasa bahwa kakaknya masih marah kepadanya. Setelah merenung panjang, Nabi Ya’qub ingin menyerahkan rasa bersalahnya itu. Nabi Ya’qub kemudian mengirim utusan kepada kakaknya tentang kedatangan di wilayahnya. Utusannya diperintahkan untuk menceritakan bahwa hambanya selama ini berada di Harran tempat kediaman Laban, dan telah mempunyai istri dan anak serta harta benda yang cukup banyak dan sekarang hambanya ingin mendapatkan limpahan kasih dari tuannya (kakaknya). Ketika utusannya kembali, ia kemudian mengatakan bahwa Esau sedang dalam perjalanan menuju ke tempat perkemahan Nabi Ya’qub dengan diiringi 400 orang. Esau telah menjadi seorang pemimpin besar di wilayahnya. Nabi Ya’qub menjadi gelisah dan takut apakah akan diserang oleh Esau. Namun ia pasrah dengan akibat yang akan diterimanya.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-17) Kemudian dibaginya rombongannya menjadi dua bagian, termasuk anak istrinya juga dibagi dua. Demikian pula ternak-ternaknya dibagi menjadi dua. Meskipun telah pasrah, namun Nabi Ya’qub tetap memperhitungkan keselamatan rombongannya. Apabila salah satu rombongan diserang maka rombongan lainnya dapat menyelamatkan diri. Nabi Ya’qub juga berdoa kepada Allah dengan mengeluhkan keadaannya kepada Allah, karena kepulangannya juga atas perintah Allah. Nabi Ya’qub juga bermaksud melunakkan hati Esau dengan pemberian ternak. Untuk itu ternak hadiah ini dipisahkan secara khusus dari ternak yang dibawa oleh dua rombongan keluarga dan pengikutnya. Ternak hadiah terdiri dari 200 kambing betina dan 20 kambing jantan, 200 domba betina dan 20 domba jantan, 30 unta yang sedang menyusui beserta anak-anaknya, 40 lembu betina dan 10 jantan, 20 keledai betina dan 10 keledai jantan. Suatu jumlah yang cukup besar untuk saat itu. Ia pun membagi orang-orangnya untuk membawa ternak hadiah secara berkelompok sesuai jenis ternak. Para pembawa ternak hadiah ini ditempatkan di barisan paling depan dan berjalan agak jauh mendahului dua rombongan lainnya.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-16) Ada pesuruh yang secara khusus diperintah untuk berbicara apabila bertemu dengan Esau. Jika ditanya siapa tuan dari pemilik ternak maka harus dijawab bahwa ternak itu adalah milik hambamu Ya’qub yang akan dipersembahankan kepada tuannya, yaitu Esau. Hambamu Ya’qub ada di belakang rombongan kami. Ketika tiba waktu malam hari, Nabi Ya’qub mengajak semua istrinya dan kesebelas anaknya kembali ke sungai Yabok dan kemudian Nabi Ya’qub menyeberangkan istri dan anaknya serta bekal harta, kemudian sendirian menyebarangi sungai lagi. Kitab Kejadian mengisahkan, dalam kesendiriannya itu, tiba-tiba Nabi Ya’qub merasa dirinya didatangi seseorang yang kemudian menyerangnya. Maka kemudian terjadi pergulatan hingga sampai fajar. Lalu orang itu menghentikan pergulatan dan akan pergi karena hari sudah masuk fajar. Nabi Ya’qub menahannya dan tidak akan melepaskannya jika tidak memperkenalkan dirinya dan memberkatinya. Terjadi dialog sebentar kemudian orang itu berkata: “Namamu tidak lagi disebut Ya’qub tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang”.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-15) Lalu Nabi Ya’qub berujar: “Katakanlah juga namamu”, dan orang itu menjawab: “Mengapa engkau menanyakan namaku?”, Kemudian orang itu memberkati Nabi Ya’qub setelah itu pergi. Fajar menyingsing dan kemudian nampak matahari terbit. Nabi Ya’qub kemudian memberi nama tempat itu Pniel, yang mempunyai arti: “aku telah melihat Allah berhadapan muka, tetapi nyawaku tertolong”. Ketika berjalan Nabi Ya’qub terpincang karena pangkal pahanya terasa sakit. Dengan peristiwa ini hingga sekarang orang Isreal tidak memakan daging yang menutupi pangkal paha, karena Allah telah memukul sendi pangkal paha Nabi Ya’qub. Peristiwa tersebut tidak diceritakan oleh Al-Quran, namun Al-Quran menyebut nama lain Nabi Ya’qub adalah Israel yang dalam Kitab Kejadian diartikan bergumul dengan Allah. Mungkin peristiwa itu perlu dimaknai bahwa Nabi Ya’qub sedang dalam kegelisahan yang mencekam karena membayangkan kemarahan Esau terhadap dirinya sedang kepulangannya adalah atas perintah Allah. Atas kegelisahan yang sangat tersebut, mungkin Nabi Ya’qub tertidur kemudian bermimpi namun terasa dalam keadaan nyata bahwa dirinya merasa bergumul dengan sosok manusia yang kemudian sosok tersebut berkata bahwa Ya’qub telah bergumul dengan Allah dan manusia. Namun mimpi seorang rasul bukanlah mimpi biasa, karena dari mimpinya itu Nabi Ya’qub kemudian dipanggil Israel.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-14)
6. Berdamai dengan Esau. Atas terjadinya peristiwa tersebut, Nabi Ya’qub merasa yakin bahwa tidak akan terjadi apa-apa antara dirinya dengan Esau. Ia kemudian kembali menyeberang sungai Yabok dan mengajak istri dan anaknya kembali pada rombongannya. Nabi Ya’qub sampai pada rombongannya setelah matahari agak tinggi. Dlihatnya Esau dan rombongannya menghampirinya. Nabi Ya’qub menyongsong dengan berjalan di depan istri dan anak-anaknya, dan sejak dari kejauhan Nabi Ya’qub berjalan dengan berkali-kali bersujud dengan mukanya sampai ke tanah. Berdiri lalu berjalan lagi lalu bersujud lagi, demikian terus diulanginya sampai tujuh kali hingga sampai ke dekat kakaknya. Melihat itu, Esau langsung berlari mendapatkan Nabi Ya’qub, didekapnya dan dipeluknya lehernya dan kemudian saling berciuman dan bertangis-tangisan. Setelah reda, Esau kemudian menanyakan siapa yang dibawanya itu, lalu diperkenalkanlah istri dan anak-anaknya satu persatu. Para istri dan anak-anak Nabi Ya’qub kemudian bersujud kepada Esau.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-13) Atas pemberian Nabi Ya’qub, Esau menolaknya tapi Nabi Ya’qub telah sejak awal berniat memberikan sebagian hartanya itu kepada kakaknya dan atas niatnya itu Nabi Ya’qub merasa Allah telah meridhainya sehingga bisa berdamai dengan Esau oleh karena itu terus mendesak agar Esau mau menerimnya dan akhirnya Esau menerima pemberian itu. Setelah lepas rasa rindu mereka, kemudian Esau berpamitan pulang dan Nabi Ya’qub berjanji suatu saat akan mendatangi kakaknya di Seir. Nabi Ya’qub masih berniat untuk berkemah di tempat tersebut untuk beristirahat dengan waktu yang cukup karena di tempat tersebut Nabi Ya’qub merasa berada di tempat yang aman setelah petemuan yang menggembirakan dengan kakaknya. Pesuruhnya malah diperintahkan mendirikan gubuk-gubuk untuk beristirahat yang menandakan akan diam di tempat tersebut dalam waktu agak panjang. Oleh karena itu tempat tersebut kemudian dinamakan Sukot. Setelah merasa cukup beristirahat, Nabi Ya’qub kemudian melanjutkan perjalanan, menyeberangi sungai Yordan, terus berjalan dan akhirnya sampai ke wilayah Sikhem. Di tempat ini Nabi Ya’qub membeli tanah dari Hemor, kepala suku di wilayah itu. Nabi Ya’qub kemudian mendirikan
mezbah sebagaimana kebiasaan Nabi Ibrahim dan Nabi Ishaq bila berada di tempat yang baru. Mezbah itu dinamainya “Allah Israel ialah Allah”.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-12) 7. Peristiwa yang memalukan Nabi Ya’qub. Suatu ketika, Dina berkunjung ke anak-anak perempuan suku Hemor. Anak lelaki kepala suku ini jatuh hati kepada Dina, tetapi kemudian memperkosanya. Setelah perbuatannya itu, anak tersebut meminta kepada bapaknya untuk meminta gadis itu untuk diperistrikannya. Lalu Hemor mendatangi Nabi Ya’qub dan menceritakan peristiwa itu dan bermaksud melamar Dina. Namun Nabi Ya’qub belum menjawab karena akan dirundingkannya dengan anak-anaknya yang masih menggembala. Ketika anak-anaknya datang, maka diceritakanlah oleh Nabi Ya’qub peristiwa yang dialami Dina dan maksud kedatangan Hemor. Hemor juga menawarkan kepada Nabi Ya’qub dan anak-anaknya untuk hidup berdampingan dan saling menikahkan di antara keluarga mereka. Anak laki laki Nabi Ya’qub dan para pengikutnya dapat dinikahkan dengan gadis-gadis suku Hemor demikian pula sebaliknya. Maka anak-anak Nabi Ya’qub memberikan syarat, yaitu agar Hemor dan penduduknya mau menjalani sunat, karena agama mereka hanya membolehkan mengawinkan anak wanitanya dengan orang-orang yang bersunat.
BERSAMBUNGDapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group