Merasakan Manisnya Iman

907

Oleh: Ustadz H. Abdul Ghoni Djumhari (Wakil Lembaga Dakwah Parmusi Pusat)

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ

“Dari Anas, dari Nabi ﷺ beliau bersabda: “Tiga hal, barangsiapa memilikinya maka ia akan merasakan manisnya iman. (Yaitu) menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya, mencintai seseorang semata-mata karena Allah, dan benci kembali kepada kekufuran sebagaimana bencinya ia jika dilempar ke dalam api neraka,” (HR. Mutafaqun alaihi).

Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

1. Bolehnya memakai majaz dalam menasehati, memberi pelajaran, dan dakwah dengan tujuan agar lebih mudah dipahami dan diterima pelajarannya;

2. Iman memiliki buah yang manis yang bisa dirasakan mukmin ketika memenuhi kriteria atau syarat-syaratnya, sebaliknya tidak semua orang bisa merasakan manisnya iman ini;

Baca juga: Malu Sebagian dari Iman

3. Manisnya iman bisa dirasakan seorang mukmin yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi selainnya, mencintai orang lain karena Allah semata, dan membenci kembali kepada kekufuran.

4- Sebagian ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan manisnya iman (حَلاَوَةُ الإِيمَانِ) merasakan lezatnya ketaatan dan memiliki daya tahan menghadapi rintangan dalam menggapai ridha Allah, lebih mengutamakan ridha-Nya dari pada kesenangan dunia, dan merasakan lezatnya kecintaan kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا

“Menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai dari selainnya..”

Baca juga: Pentingnya Melatih Kesabaran

Inilah hal pertama yang membuahkan manisnya iman: mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi selainnya. Seorang mukmin haruslah menyempurnakan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya, baru ia mendapati manisnya iman. Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya tidak cukup hanya sekadarnya, tetapi harus melebihi dari yang selainnya.

5- Jika kecintaan kepada Allah adalah yang pertama dan tidak boleh terkalahkan oleh selainnya, demikian pula Rasulullah ﷺ sebagai manusia yang paling dicintai, bukan berarti kita tidak diperkenankan mencintai sesama. Cinta itu fitrah manusia. Maka mencintai kedua orang tua, anak, saudara, sahabat, dan sesama mukmin juga dibutuhkan. Dan tatkala cinta itu karena Allah semata, maka iman akan manisnya iman akan bisa dirasakan.

6- Jika dua hal yang pertama adalah pekerjaan mencintai, hal ketiga yang membawa manisnya iman ini adalah pekerjaan sebaliknya: membenci. Yakni membenci kekufuran. Khususnya kekufuran yang telah ditinggalkannya dan diganti dengan Islam.

Baca juga: Rasa Takut dan Harap

Tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran:

1- Manisnya iman (حَلاَوَةُ الإِيمَانِ) juga mengingatkan kita ibarat pohon, iman itu memiliki buah manisnya bisa dirasakan oleh seorang mukmin. Tentu saja pohon baru bisa berbuah ketika akarnya teguh dan pohonnya kuat. Jadi ia tidak mudah dirasakan oleh setiap orang.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ * تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat,” (QS. Ibrahim: 24-25).

Wallahu a’lam bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here