
Oleh:
Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah) Setelah semuanya siap, perbekalan juga disiapkan, maka perjalanan ratusan ribu atau bahkan satu juta lebih orang dengan perbekalan berupa ternak dan membawa harta benda lainnya seperti emas dan lain lain, maka perjalanan hijrah luar biasa ini dimulai. Mereka meninggalkan laut Teberau, menyisir jalan dekat pantai mulai meninggalkan gurun Syur dan akan melewati padang belantara Sin. Awalnya nampak kegembiraan dan semangat yang tinggi penuh harapan dari Bani Israel. Setelah beberapa hari berjalan di padang gurun, ketika sampai di daerah Mara mereka membuka perkemahan untuk istirahat. Ujian pertama bagi Bani Israel mulai muncul, mereka mulai kehabisan perbekalan air, sedang belum ditemukan sumber air yang baik untuk diminum airnya, padahal di depan mereka terbentang padang gurun Sin. Tidak mungkin balik arah, satu satunya jalan harus meneruskan perjalanan sampai ditemukan sumber air yang dapat diminum. Ketika perjalanan sampai di sekitar wilayah Elim, air perbekalan sudah betul betul habis, tetapi belum nampak sama sekali sumber air yang dapat diminum atau oase.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-40) Sejauh mata memandang hanya nampak padang gurun dan perbukitan, sedang sebagian Bani Israel sudah kehabisan tenaga, mereka mulai panik. Mulai ada yang menyalahkan Nabi Musa dan Harun, mereka meminta kepada Nabi Musa agar memohon kepada Allah agar diberikan air untuk mereka. Nabi Musa kembali mengingatkan kaumnya agar tetap beriman kepada Allah, karena selama ini sudah terbukti berkali kali Allah memberikan pertologan kepada mereka. Lalu Nabi Musa berdoa kepada Allah agar diberikan air untuk kaumnya, kemudian Allah berfirman “Pukullah batu itu dengan tongkatmu”. Maka ketika Nabi Musa melihat batu yang besar, dipukullah dengan tongkatnya, maka memancarlah dari batu tersebut dua belas mata air. Setiap suku kemudian mengambil satu sumber air. Allah telah membagi Bani Israel menjadi dua belas (12) suku yang masing masing berjumlah besar. Allah berfirman agar Bani Israel makan dan minum dari rezeki yang baik yang diberikan Allah kepada mereka, dan agar tidak melakukan kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan (QS. Al-Baqarah 60, QS. Al-A’raf 160). Dengan 12 sumber air yang kemudian dibuatkan sumur untuk masing masing sumber air tersebut. Untuk sementara mereka berkemah ditempat tersebut agar tenaga pulih kembali dan dapat menggembalakan ternak di tempat tersebut. Beberapa hari atau sekitar satu bulan mereka berkemah sehingga perjalanan Bani Israel telah memasuki bulan kedua sejak keluarnya dari Mesir. [caption id="attachment_76661" align="aligncenter" width="501"]

Istri penulis di salah satu dari 12 sumur Musa di wilayah Elim, dekat terusan Suez, Mesir. (Foto: koleksi Agus Mualif Rohadi)[/caption]
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-39) Perjalanan dilanjutkan kembali, tempat perbekalan air sudah dipenuhi. Setelah berhari hari perjalanan yang lambat, mereka sampai di daerah yang disebut Dofka. Setelah berjalan agak jauh lagi kemudian membuka perkemahan di Alus untuk beristirahat. Ternak mulai jauh berkurang karena disembelih, sedang dalam perjalanan tersebut belum ditemukan padang rumput yang luas agar dapat dijadikan tempat singgah sementara bagi sekitar satu juta orang sekaligus untuk memberi kesempatan ternak mereka berkembang biak dengan baik. Akhirnya Bani Israel mulai lagi mencela Nabi Musa dan Harun. Ada yang mengatakan lebih baik mati di Mesir dengan menghadapi kuali masakan meskipun ditindas dari pada mati kelaparan di padang gurun yang tidak kelihatan tepinya. Mendengar berbagai keluhan tersebut, kembali Nabi Musa mengingatkan berbagai peristiwa yang dialami Bani Israel yang kemudian Allah berkali-kali selalu menolong Bani Israel. Nabi Musa dan Harun mengingatkan agar Bani Israel tidak kehilangan keimanannya karena ujian Allah terhadap mereka. Setelah itu Nabi Musa berdoa agar Allah memberikan makanan bagi Bani Israel. Allah kemudian menurunkan dari langit “man (Bahasa ibrani adalah manna yaitu roti yang lembut berwarna putih seperti salju) dan salwa (burung puyuh),” (QS. Al-A’raf: 160).
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-38) [caption id="attachment_76662" align="alignnone" width="639"]

Kiri: Lukisan burung puyuh (salwa) turun di perkemahan Bani Israel tiap sore. (GBI Bumi Anggrea) – Kanan: Lukisan roti (man) berjatuhan di perkemahan Bani Israel tiap pagi. (Teologia Reformed)[/caption] Kitab Keluaran 16 : 13-30 menceritakan, pada waktu petang datanglah berduyun duyun burung puyuh menutupi perkemahan Bani Israel, sehingga jika malam mereka bisa memasak burung puyuh (salwa) untuk dijadikan makanan malam, sedang jika pagi hari terdapat roti (manna) yang lembut sehingga seperti embun pada permukaan gurun. Tuhan memerintahkan agar Bani Israel setiap keluarga mengambil roti itu secukupnya karena setiap pagi Tuhan menyediakan roti tersebut bagi Bani Israel. Nabi Musa mengingatkan agar roti yang diambil jangan ada yang tersisa di pagi hari berikutnya. Namun ada yang tidak menuruti perkataan Nabi Musa, mengambil roti terlalu banyak, sehingga pagi hari berikutnya roti tersebut membusuk dan berbau. Namun khusus untuk hari sabat Nabi Musa mengatakan bahwa Tuhan tidak menurunkan roti di padang gurun sehingga memerintahkan Bani Israel pada hari keenam mengambil roti selain untuk keperluan hari keenam juga mengambil untuk keperluan hari sabat dan diperintahkannya dibakar agar tidak membusuk. Pada hari sabat Nabi Musa melarang setiap orang keluar dari kemah masing masing. Setiap hari sabat Bani Israel harus beristirahat sepenuhnya dari kegiatan apapun.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-37) 13. Perjanjian untuk Bani Israel dan Nabi Musa menerima Taurat. Rombongan Bani Israel kemudian meninggalkan Alus mengarungi gurun Sinai hingga akhirnya mendekati gunung Sinai yang tandus. Mereka perlu istirahat cukup untuk mengumpulkan tenaga kembali kemudian membuka perkemahan di sekitar wilayah Rafidim. Dalam sebuah perjalanan panjang dan lambat, banyak masalah muncul dalam perjalanan. Pertengkaran kecil sampai besar diantara Bani Israel sering terjadi, baik pertengkaran dalam keluarga, pertengkaran dalam satu suku sampai pertengkaran yang menjadi perselisihan antar suku, hampir setiap saat terjadi. Nabi Musa dan Harun justru sering seharian harus menyelesaikan berbagai masalah dalam rombongan kaumnya, sehingga perjalanan menjadi semakin lambat. Nabi Musa harus mengangkat pembatu pembantu yang dapat mengatasi masalah diantara mereka baik masalah yang kecil maupun masalah yang besar dan apabila ada masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh para pembantunya maka baru dibawa kepada Nabi Musa dan Harun.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-36) Pada suatu saat, tidak diketahui sebabnya Bani Israel tiba tiba diserang suku Amalek, mungkin suku amalek ingin menjarah barang-barang bawaan atau ternak Bani Israel. Nabi Musa harus memimpin Bani Israel dalam peperangan yang sebelumnya Bani Israel tidak mempunyai pengalaman berperang. Dalam peperangan ini, Nabi Musa menunjuk pemimpin pasukan yaitu seorang anak muda yang baru lepas dari masa remajanya, bernama Yoshua (Yusak) bin Nun. Dalam peperangan sehari penuh dengan bantuan doa Nabi Musa, Nabi Harun dan tetua Israel yaitu Hur yang naik ke bukit, akhirnya Yoshua bin Nun dan pasukannya dapat mengalahkan suku Amalek. Sejak itu Yushak bin Nun menjadi orang penting dalam rombongan Bani Israel, dan selalu berada di sisi Nabi Musa (Kitab Keluaran 17 : 8-13). Yoshua akan menjadi seseorang yang ikut memimpin Bani Israel pulang ke baitu Maqdis.
BERSAMBUNGDapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group