
Oleh:
Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah) Rameses II juga tidak ingin Bani Israel berkembang menjadi suku yang kuat, yang dikhawatirkan dapat berbuat seperti suku Hyksos, merebut kekuasaan dari bangsa asli Mesir. Bangsa Mesir sangat mengetahui bahwa Bani Israel adalah pendukung kekuasan suku Hyksos. Oleh karena itu, dengan kekuasaannya sebagai raja, Rameses II mengerahkan dan menjadikan Bani Israel sebagai pekerja paksa dan sebagai budak yang ditindas. Selain dipekerjakan untuk membangun proyek juga dipekerjakan di ladang ladang gandum dan perkebunan.Meskipun ditindas, jumlah penduduk Bani Israel tetap bertambah banyak. Hal itu membuat Ramses II melangkah lebih kejam lagi dengan memerintahkan para bidan bangsa Mesir jika melayani kelahiran bayi Israel, apabila lahir laki-laki harus dibunuh dan membiarkan bayi perempuan tetap hidup. Namun perintah itu tidak efektif karena perempuan Bani Israel juga dapat melayani kelahiran, disamping kesulitan untuk mengawasi ketaatan bidan Mesir terhadap perintah membunuh. Jumlah penduduk Israel masih tetap dengan cepat berkembang, melampaui perkembangan jumlah bayi bangsa Mesir.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-31) Akhirnya Ramses II memerintahkan kepada semua rakyat Mesir untuk melemparkan bayi laki-laki yang lahir dari Bani Israel ke sungai Nil (QS. Al-Baqarah 49, QS. Al-Qashash 4, Kitab Keluaran 1 : 15 -22). Dalam situasi Bani Israel yang sangat sulit dan terancam punah akibat generasi lelakinya dalam jangka panjang dapat habis, kemudian Allah akan mengutus seorang rasul dari Bani Israel untuk menyelamatkan keturunan Nabi Ibrahim. Akan muncul peristiwa besar yang akan selalu menjadi buah tutur seluruh umat manusia, sehingga tidak akan pernah dilupakan sepanjang masa. [caption id="attachment_76340" align="alignnone" width="746"]

Lukisan yang menggambarkan persepsi pelukis tentang bayi Musa yang dilarung (ditempatkan dalam peti kemudian dihanyutkan) di sungai Nil, ditemukan dan diambil istri Rameses II (Asyiah binti Muzahim), kemudian diambil anak.[/caption]
2. Kelahiran Musa Pada saat berlangsungnya kekejaman Rameses II terhadap Bani Israel, seorang bayi laki-laki yang cakap dari keluarga suku Lewi Bani israel telah lahir. Kelahiran ini mencemaskan ibu si bayi, sehingga kemudian disembunyikan. Ketika penyembunyian telah berlangsung selama tiga bulan, suara tangis bayi yang kadang kala keras semakin menambah kecemasan ibunya. Dalam suasana kecemasan itu, si ibu diberikan ilham oleh Allah untuk melarung bayinya dengan ditaruh di sebuah peti yang dihanyutkan ke sungai Nil (QS. Thaha: 38-39, QS. Al-Qashash: 7).
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-30) Ketika si ibu melihat bayinya hanyut, hatinya menjadi tidak tahan, hampir saja dia berteriak yang dapat membuka rahasia tentang bayi tersebut. Namun Allah meneguhkan hatinya sehingga tidak jadi berteriak dan kemudian menyuruh anak perempuannya untuk mengikuti hanyutnya peti tersebut (QS. Al-Qashash: 10-11). Dari kejauhan kakak perempuan bayi itu melihat kedatangan rombongan istri Ramses II bersama para pengiringnya untuk mandi sedang sebagian pengiringnya menunggui dan berjalan-jalan di tepi sungai. Kemudian terlihat peti tersebut bergerak ke tepi sungai dan menarik perhatian istri Ramses II yang melihat peti tersebut, yang kemudian meminta para pengiringnya untuk mengambil peti tersebut untuk dibawa ke atas. Ketika peti dibuka ternyata berisi bayi yang kemudian menangis. Allah membuat siapa saja yang melihat bayi tersebut akan jatuh hati, sehingga ketika istri Rameses II yang bernama Asyiah binti Muzahim itu melihatnya langsung terpikat ingin memeliharanya.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-29) Sampai di Istana, kemudian dia menunjukkan bayi tersebut kepada suaminya dan meminta agar bayi tersebut jangan dibunuh karena bisa jadi penyejuk hati bagi dirinya maupun suaminya dan akan dipeliharanya di istana. Allah membuat si bayi akan dipelihara oleh musuh-Nya dan musuh bayi tersebut (QS. Al-Qashash: 8-9, QS. Thaha: 39, Kitab Keluaran 2 : 4 -6). Bayi itu menangis terus. Banyak perempuan yang sedang menyusui dipanggil untuk menyusui bayi tersebut, namun Allah mencegah bayi tersebut untuk mau menyusu kepada perempuan selain ibunya sehingga tangisnya tidak berhenti. Akhirnya kakak perempuan bayi tersebut memberanikan diri untuk menawarkan perempuan kepada Asyiah agar diterima untuk menyusui, yang kemudian Asyiah menyuruhnya memanggil perempuan tersebut. Maka dipanggil lah ibunya dan ketika ibunya telah datang, kemudian diberikan bayi tersebut kepadanya, ternyata bayi tersebut seketika mau disusui oleh ibunya. Allah telah mengembalikan bayi tersebut kepada ibunya (QS. Al-Qashash: 12-13, QS. Thaha: 40). Asyiah pasti mengerti bahwa si anak perempuan dan si Ibu adalah orang ibrani. Namun Asyiah pasti orang Ibrani yang cantik yang karena kecantikannya itu kemudian diperistri Ramses II. Setelah bayi mau disusui, kemudian bayi itu dikembalikan kepada ibunya sampai lepas dari susuan. Ketika si bayi sudah agak besar dan lepas dari susuan, kemudian bayi tersebut dikembalikan ke istana.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-28) [caption id="attachment_76341" align="aligncenter" width="439"]

Lukisan persepsi pelukis tentang Musa menolong orang Israel, memukul orang Mesir tidak sengaja membunuh orang Mesir, lalu melarikan diri.[/caption]
3. Musa Ketika Dewasa Cerita dalam Al-Quran maupun Kitab Keluaran tentang Musa, setelah menceritakan kelahirannya langsung melompat ke masa Dewasa. Dalam Taurat dijelaskan bahwa Musa mengetahui jika dirinya adalah bukan orang Mesir dan bukan anak Rameses II dengan Asyiah, tetapi Musa menyadari bahwa dirinya adalah orang dari keturunan Bani Israel (Kitab Keluaran 2 : 11). Oleh karena itu Musa mempunyai empati terhadap nasib Bani Israel yang diperbudak dan dikerahkan dalam kerja paksa membangun proyek-proyek Rameses II. Suatu saat Musa keluar dari istana, akan mengunjungi saudaranya. Dalam QS. Al-Qashash: 15-17, diceritakan ketika Musa sedang berjalan-jalan di mana tidak terlihat ada penduduk yang sedang dijalanan, dilihatnya ada dua orang yang berkelahi. Yang seorang adalah dari Bani Israel dan lainnya adalah orang Mesir. Ketika orang Israel telah terdesak kemudian meminta bantuan Musa. Ketika Musa meninju orang Mesir itu, seketika orang tersebut mati. Musa kaget dan menyesal karena tidak bermaksud untuk membunuhnya. Musa merasa “ini adalah perbuatan setan, sungguh dia (setan) adalah musuh yang jelas dan menyesatkan”. Kemudian Dia (Musa) berdoa, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku. Wahai Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, maka aku tidak akan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa”.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-27) Setelah pembunuhan itu, Musa menjadi ketakutan berada di dalam kota, namun menunggu akibat perbuatannya. Ketika dia kembali ke luar istana, berjalan-jalan di kota, tiba-tiba dijumpainya orang yang kemarin meminta tolong kepadanya berteriak minta tolong lagi kepadanya. Namun Musa mengatakan, “Engkau sungguh orang yang nyata-nyata sesat,” (QS. Al-Qashash: 18). Tapi Musa masih bersedia menolongnya. Ketika Musa hendak memukul lagi, kemudian orang yang mau dipukulnya berkata “ Wahai Musa apakah engkau bermaksud membunuhku, sebagaimana kemarin engkau membunuh seseorang? Engkau hanya bermaksud menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri ini, dan engkau tidak bermaksud menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian,” (QS. Al-Qashash: 19, Kitab Keluaran 14). Dari perkataan tersebut, dapat dianalisis bahwa berita tentang dirinya membunuh orang Mesir telah tersebar dan orang tersebut takut kepada Musa bukan hanya karena melihat kekuatan fisik Musa, namun orang tersebut juga menyadari Musa adalah keluarga istana yang dia tidak berani berbuat atau menyakiti. Oleh karena itu dia menyatakan Musa bermaksud berbuat sewenang-wenang.
BERSAMBUNGDapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group