Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-33)

Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-33)
Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah) Tidak berapa lama kemudian, Musa mengetahui bahwa perbuatannya membunuh orang telah diketahui istana dan Rameses II saat itu sedang mencari carauntuk membunuhnya (Kitab Keluaran 2 : 15). Ketika dia sedang dalam situasi kecemasan tersebut, tiba-tiba datang seorang laki laki yang mengatakan bahwa istana sedang berunding tentang dirinya untuk membunuhnya. Orang itu menyarankan agar Musa segera pergi dari kota. Musa yang menerima saran tersebut, kemudian dengan rasa takut dan waspada pergi ke luar kota sambil berdoa: “Wahai Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zhalim itu,” (QS. Al-Qashash: 20, Kitab Keluaran 2 : 15). Musa kemudian pergi ke tempat yang sangat jauh dari Mesir menuju ke arah ke arah Madyan yang wilayah tersebut tidak dalam kekuasaan kerajaan Mesir. Musa bergegas ke Madyan sambil berdoa, “Mudah mudahan Tuhanku memimpin aku ke arah jalan yang benar,” (QS. Al-Qashash: 22, Kitab Keluaran 16). Bisa dipahami bahwa kekuasaan Rameses II saat itu sampai ke wilayah Kana’an di kota Kadesh hingga sampai dekat Haleb (Alepoo), namun tidak sampai ke wilayah sebelah timur sungai Yordan. Pasti Rameses II mempunyai prajurit di banyak tempat hingga ke Kadesh untuk mengamankan wilayahnya. BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-32) Apalagi saat itu, suku kerajaan kesukuan Kana’an sering melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Mesir sehingga sering dijumpai adanya pertempuran-pertempuran kecil pasukan penjagaan wilayah Mesir menumpas pemberontakan. Oleh karena itu, Musa tidak lari ke arah Kana’an namun ke arah Madyan. Ternyata Musa dibimbing Allah menuju wilayah negerinya Nabi Syu’aib. Jadi Musa menuju arah yang tepat yang tidak akan dikejar oleh pasukan Mesir. Karena jika nampak rombongan kecil tentara Mesir melalui wilayah Madyan, maka akan beresiko menarik perhatian yang dapat berakibat mereka di serang oleh orang Madyan yang juga selalu dalam keadaan waspada karena wilayahnya juga masuk dalam situasi bahaya perang. Pasukan penjagaan wilayah Mesir tidak berani memasuki wilayah Madyan karena dapat membahayakan nyawa mereka. Istana Mesir pada akhirnya membiarkan Musa pergi karena sudah menjadi duri dalam istana. Musa membutuhkan waktu perjalan lebih dari satu bulan karena menempuh perjalanannya dengan hanya berjalan kaki melewati area yang sulit namun lebih aman. Dari doa yang diucapkan oleh Musa sejak dia membunuh seorang penduduk Mesir hingga pelariannya sampai ke negeri Madyan, terlihat dalam kalimat doa tersebut, Musa tidak sedang berdoa kepada Dewa Amun, padahal sejak kecil dia didik di istana raja yang para pembesar istananya adalah pemuja Dewa Amun. Oleh karena itu, Ramses II dan pembesarnya semakin merasa bahwa Musa akan menjadi duri di dalam istana, dapat menimbulkan masalah di istana. BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-31) Nampak sekali bahwa Musa adalah seorang Israel yang tidak menyembah Dewa Amun tetapi menyembah tuhannya Bani Israel. Pasti Musa mengenal tuhannya dari keluarganya yang sering dikunjunginya. Musa juga menunjukkan rasa empatinya kepada penduduk Bani Israel yang diperbudak dalam kerja paksa membuat kuil pemujaan Dewa Amun dan pembangunan istana maupun lembah raja tempat pemakaman keluarga raja. Oleh karena itu, ketika Musa membunuh seorang penduduk Mesir, maka hal itu menjadi kesempatan bagi para pembesar istana untuk membunuh Musa. 4. Musa di Madyan. Sesampai di Madyan, Musa kemudian berhenti disebuah sumur untuk penggembalaan ternak. Pada masa itu, untuk bertanya sesuatu maka paling mudah adalah menuju sumur penggembalaan, karena di sana pasti menemukan penggembala yang tidak berbahaya bagi keselamatan. Musa melihat dua gadis penggembala sedang memberikan minum pada ternaknya. Tiba-tiba ada gembala lain yang datang dan langsung mengusir gadis tersebut, sehingga gadis tersebut menghindar sambil membawa gembalanya menjauh untuk menunggu kesempatan mengambil air lagi. Musa lalu mendekatinya dan bertanya, dan dijawab bahwa ayah kedua gadis tersebut sudah tua usianya sehingga harus menggantikannya sebagai penggembala ternak (QS. Al-Qashash: 23). Lalu Musa pergi ke sumur dan mengambilkan air untuk kambing domba gadis tersebut (QS. Al-Qashash: 24, Kitab Keluaran 2 : 17). Setelah air yang dibutuhkan ternak itu mencukupi, Musa kemudian kembali ke tempatnya, duduk berteduh sambil berdoa, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan (makanan) yang Engkau turunkan padaku,” (QS. Al-Qashash: 24). (Kisah ini hampir seperti kisah pembantu Nabi Ibrahim yang diutus Nabi Ibrahim mencarikan istri bagi Nabi Ishaq, dimana pembantu tersebut bertemu dua perempuan yang akan memberi minum ternaknya, yang dari pertemuan itu akhirnya Nabi Ishaq memperistri Ribka, saudara Laban anak Betuel. Juga hampir sama dengan kisah Nabi Ya’qub mencari istri dari kalangannya sendiri sehingga pergi ke Harran, sehingga bertemu Rahel puteri Laban di sumur penggembalaan).BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-30)   [caption id="attachment_76408" align="alignnone" width="720"] Dari kejauhan Musa melihat dua gadis anak Nabi Syu’aib yang tidak dikenalnya sebelumnya, diusir dari sumur tempat memberi minum kambing domba. Setelah kedua gadis tersebut menyingkir, Musa kemudian mendekati.[/caption] Setelah ternaknya selesai minum, maka kedua perempuan tersebut pulang ke rumah, dan menceritakan kejadian di sumur kepada ayahnya. Al-Quran menyebut nama ayah perempuan tersebut adalah Syu’aib, sedang Kitab Keluaran 2: 18 menyebut nama ayah gadis adalah imam di Midian atau Madyan. Kitab Taurat tidak memuat riwayat Nabi Syu’aib, meskipun menyebut Musa datang ke negeri Madyan dan bertemu imam Madyan, yang pada QS. Al-Qashash: 25 ayah gadis tersebut ditafsir adalah Nabi Syu’aib. Kitab Keluaran menyebut anak imam Madyan atau Nabi Syu’aib adalah tujuh orang anak perempuan. Dengan rasa kaget melihat putrinya cepat pulang sehingga kemudian bertanya yang dijawab oleh putrinya bahwa telah ditolong oleh orang ketika di sumur untuk memberi minum ternak. Ayahnya kemudian menyuruh anaknya mengundang orang yang menolongnya ke rumah untuk diajak makan (Kitab Keluaran 2: 18-20). BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-29) Lalu pergilah salah satu dari dua orang perempuan itu berjalan dengan malu-malu mendatangi Musa, kemudian berkata: “Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami”. Ketika Musa mendatangi ayahnya (Syu’aib) kemudian dia (Musa) menceritakan kisahnya dan kemudian dia (Syu’aib) berkata: “Janganlah engkau takut. Engkau telah selamat dari orang-orang zhalim itu,” (QS. Al-Qashash: 25). Ketika Rehuel (Syu’aib) menawarkan kepada Musa untuk tinggal di rumahnya, Musa bersedia tinggal di rumah itu (Kitab Keluaran 2 : 21). Salah seorang dari kedua perempuan itu kemudian menyarankan kepada ayahnya, agar Musa bekerja padanya sebagai penggembala ternak. Kemudian Syu’aib mendatangi Musa mengatakan ingin menikahkan anaknya dengan Musa dengan syarat bekerja padanya selama 8 tahun atau 10 tahun sehingga menjadi lebih baik. Musa bersedia melakukan dan memenuhi perjanjian itu, baik untuk 8 tahun atau 10 tahun agar tidak ada tuntutan di belakang hari kepadanya. Kemudian Musa menikah dengan anak Nabi Syu’aib (QS. Al-Qashash: 26-28). Nama perempuan anak Syu’aib adalah Rehuellah Zipora (Kitab Keluaran 2 : 21) yang darinya kemudian Nabi Musa mempunyai anak laki-laki yang diberi nama oleh Musa yaitu Gersom, yang mempunyai arti “aku telah menjadi seorang pendatang di negeri Asing,” (Kitab Keluaran 2 : 22). BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-28) 5. Musa diangkat menjadi Rasul. Ketika telah menyelesaikan waktu sebagaimana yang diperjanjikan, Musa mengajak istri dan anaknya untuk pindah rumah, mencari tempat baru untuk dihuninya bersama keluarganya. Ketika perjalanan sampai pada suatu lembah, Musa melihat dari kejauhan api di lereng gunung, kemudian meminta keluarganya menunggu karena bermaksud mau menghampiri api tersebut. Ia berharap mendapatkan sesuatu di tempat api tersebut dan membawa sedikit api untuk penghangat badan bagi keluarganya. Ketika Musa sampai di lembah tempat api tersebut, dia diseru oleh suara yang berasal dari arah pinggir sebelah kanan lembah, dari sebatang pohon, di sebidang tanah yang diberkahi: “Wahai Musa. Sungguh Aku adalah Allah, Tuhan seluruh alam. Maka lepaskan kedua terompahmu, Karena engkau berada di lembah (tanah) yang suci, Thuwa,” (QS. An-Naml: 7, QS. Al-Qashash: 29-30, QS. Thaha: 10-12, QS. An-Naziat: 16). Kitab Keluaran 3 : 1 -5 menyebut lembah suci Thuwa dengan sebutan Horeb. Al-Quran menyebut asal api dari sebatang pohon sedang Kitab Kejadian menyebut semak berduri). BERSAMBUNG

Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group