
Oleh:
Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah) Ketika raja mengancam akan membunuh Musa dengan tangannya sendiri, terdapat orang Mesir dan bahkan mungkin dari kalangan istana mencoba mengingatkan Meremptah, namun dengan kata-kata yang menyembunyikan keimananannya. Orang beriman ini meminta agar perbuatannya terhadap Bani Israel tidak melampaui batas. Dia khawatir akan datang bencana bagi rakyat Mesir seperti halnya yang diancamkan oleh Nabi Musa dan Harun dengan mengingatkan bencana yang menimpa kaum Aad dan Tsamud, dan tidak ada orang yang dapat menyelamatkannya dari adzab Allah. Dia juga mengingatkan tentang Kiamat dan saat orang saling memanggil di Padang Mahsyar untuk meminta tolong. Orang beriman tersebut juga mengingatkan kembali bahwa Mesir pernah kedatangan seorang rasul dari Bani Israel yang telah menolong bangsa Mesir dari musibah kemarau panjang. Namun orang Mesir menganggap setelah wafatnya Yusuf tidak akan datang lagi rasul di Mesir. Dia khawatir Allah membiarkan bangsa Mesir tetap tersesat karena perbuatannya yang telah melampau batas terhadap Bani Israel (QS. Ghafir: 26-35). Namun Meremptah tetap tidak bisa diingatkan oleh orang beriman dari kalangannya tersebut. Bahkan untuk membuktikan kuasanya sehingga mengatakan bahwa dirinya adalah tuhan bagi kaumnya, diperintahkannya kepada Haman untuk membangun gedung yang tinggi yang terbuat dari batu-batu yang dibakar hingga berwarna merah yang menaranya dilengkapi pintu dan jendela agar dirinya bisa mencari tuhannya Musa, dan bila dia tidak menemukan tuhannya Musa dan Harun maka akan dikatakannya bahwa Musa dan Harun hanyalah pendusta belaka.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-35) Allah telah menjadikan semua perbuatan Fir’aun sebagai perbuatan yang sangat indah baginya sehingga membuatnya semakin tertutup dari jalan kebenaran, padahal semua tipu dayanya tersebut tidak pernah berhasil (QS. Ghafir: 36-37, QS. Al-Qashash: 38). Perbuatan Meremptah itu justru semakin membuat orang beriman tersebut semakin berani berbicara pada masyarakat Mesir dengan mengingatkan bangsa Mesir agar mengikuti dirinya, sedang Allah memelihara orang beriman tersebut dari kekejian Fir’aun (QS. Ghafir: 38-45). Tipu daya keji Fir’aun terhadap Bani Israel justru membuat kaumnya terpecah, yang membuat Meremptah semakin takut bahwa rakyatnya semakin banyak yang percaya kepada Nabi Musa dan Harun, sehingga terus melanjutkan perbuatan kejinya. Meremptah mengatakan kepada kaumnya bahwa Mesir dimana sungai sungai mengalir di bawah kakinya adalah miliknya, merasa lebih hebat dari Musa yang dianggapnya sebagai orang yang hina yang tidak memakai gelang emas. Malaikat juga tidak mengiringi Musa berjalan. Perkataan Meremptah seperti itu membuat sebagian besar kaumnya tetap patuh kepadanya sehingga membuat mereka menjadi kaum yang fasik (QS. Az-Zukhruf: 51 –54). Kitab Keluaran 7: 1-13 menceritakan pertemuan Nabi Musa dan Harun dengan Fir’aun dan para pembesarnya yang berakhir dengan pertarungan antara Nabi Musa dan Harun dengan pesihir ini tidak sedetil yang dikisahkan dalam Al-Quran. Kitab keluaran juga tidak menceritakan munculnya orang beriman dari keluarga Fir’aun yang berani mengingatkannya yang hal tersebut juga menunjukkan bahwa terdapat sebagian masyarakat Mesir yang tidak menyetujui perbuatan rajanya.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-34) Atas kekejian Fir’aun, Haman dan Karun yang di luar batas yang didukung oleh kaumnya dan tidak mau melepaskan Bani Israel pergi dari Mesir, kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk mengadzab Fir’aun dan kaumnya dengan adazb yang lebih besar dan lebih keras dari kekalahan para pesihir mereka. Bangsa Mesir kemudian dikepung adzab (QS. Ghafir: 45-46, QS. Al-‘Ankabut: 48). Allah menghukum Meremptah dan bangsa Mesir. Mesir kembali dilanda musibah dan wabah. Dengan tongkatnya, Nabi Musa menjadikan air sungai Nil berubah menjadi sungai darah yang mengalir ke saluran irigasi, selokan, kolam bahkan semua sumber air termasuk sumur-sumur berubah menjadi darah dan membuat Mesir mengalami bencana air bersih dan krisis air minum. Ladang-ladang gandum dan perkebunan banyak yang layu dan mati. Masyarakat Mesir harus banyak menggali tanah untuk mencari sumber air baru. Masyarakat Mesir menyaksikan suatu peristiwa yang sulit untuk disebut sebagai sihir yang dilakukan oleh manusia. Mereka menyadari bahwa mustahil ada manusia yang dapat membuat sihir seperti itu, yang bisa mempengaruhi bukan hanya pandangan dan perasaan manusia, namun berpengaruh langsung pada kondisi tanah, air dan tumbuh tumbuhan.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-33) [caption id="attachment_76478" align="aligncenter" width="444"]

Lukisan Nabi Harun menggoreskan tongkat pada tanah, debu yang berterbangan berubah menjadi nyamuk.[/caption] Mereka bahkan harus merasakan minum air yang berwarna merah dan berbau anyir. Daging pun jika dicuci menjadi berbau anyir. Semua masakan juga berubah berwarna merah dan terasa anyir. Mereka terpaksa membuat masakan dengan membakar langsung dan tidak tercampur dengan air yang berwarna merah. Banyak yang terpaksa tidak mandi karena badan terasa berbau anyir. Pendek kata masyarakat Mesir merasakan kesulitan hidup yang datang secara mendadak. Mereka mulai sadar atas kesalahannya terhadap Bani Israel karena membunuh banyak bayi laki-laki Israel dan tuhan Bani Israel kemudian menghukum mereka. Namun Fir’aun tidak mengindahkan kejadian itu dan tetap menganggapnya hanya sihir semata. Ketika air sudah normal kembali, tidak lama kemudian datang musim hujan yang bila terjadi hujan tidak berhenti henti. Volume air menjadi meningkat sehingga memenuhi sampai ke selokan permuikan, istana dan kuil-kuil pemujaan. Lalu datang wabah katak yang jumlahnya meningkat pesat dengan cepat dan tidak terkendali sehingga jumlahnya berjuta juta. Katak tersebut kemudian menyerbu dan memasuki semua sudut dan ruang di luar dan di dalam rumah maupun istana merusak makanan di rumah sehingga tidak bisa dimakan, mengganggu orang yang sedang tidur, rumah dan istana menjadi tempat yang menjijikkan bahkan katak-katak tersebut melompat dan menempel ke badan semua orang Mesir.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-32) Merenptah kemudian mendatangi Nabi Musa dan Harun agar berdoa kepada tuhannya untuk menghilangkan wabah katak tersebut dan sebagai kompensasinya adalah mengizinkan Nabi Musa mengumpulkan dan membawa Bani Israel ke padang gurun untuk menyelenggarakan ibadah kurban. Nabi Musa kemudian berdoa kepada Allah memohon agar wabah katak dilenyapkan. Doa Nabi Musa seketika dikabulkan, katak-katak yang di daratan tiba-tiba mati, kemudian dibuang olah masyarakat Mesir. Tapi karena jumlahnya luar biasa besarnya membuat bau busuk menyengat menebar di wilayah Mesir. Tetapi setelah wabah katak berlalu, Meremptah mengingkari janjinya. Karena ingkar janjinya Fir’aun lalu Allah mendatangkan wabah nyamuk yang menyerang semua orang Mesir. Melalui tongkat Nabi Harun ketika di geserkan pada tanah, debu yang berterbangan kemudian berubah menjadi nyamuk. Di manapun Nabi Harun melakukan hal itu, maka berjuta nyamuk langsung menyerang penduduk Mesir. Namun Fir’aun juga tetap tidak mengubah pendiriannya. Lalu Allah mendatangkan wabah berjuta lalat yang merubung semua hal dan hinggap disemua bangunan bahkan tanah Mesir. Kembali Meremptah minta kepada Musa agar berdoa untuk menghilangkan lalat tersebut dengan janji serupa. Namun setelah wabah lalat lenyap, Fir’aun kembali ingkar janji. Kemudian Allah menjatuhkan wabah sampar untuk ternak bangsa Mesir hingga mati, tetapi ternak Bani Israel di Goshen tidak diserang.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-31) Namun Fir’aun tetap tidak memperhatikan wabah tersebut. Lalu Nabi Musa dan Harun mendatangi Meremptah mengatakan bahwa Allah akan menurunkan hujan es, siapa saja yang beriman kepadanya dipersilakan di rumah saja dan yang menggembalakan ternaknya agar segera pulang. Maka Bani Israel kemudian mematuhi peringatan Nabi Musa dan Harun, sedang bangsa Mesir sikapnya terbelah. Sejak wabah lalat, Goshen menjadi wilayah yang terbebas dari bencana dan wabah. Bani Israel yang berada di kota-kota Mesir melihat kenyataan tersebut kemudian secara berangsur-angsur pindah ke wilayah Goshen dengan membawa harta dan ternaknya. Didahului dengan topan yang kuat kemudian berhari-hari terjadi hujan es yang mematikan banyak sekali pepohonan di Mesir, sedang wilayah Goshen juga terhindar dari hujan Es. Setelah hujan es dihentikan, Fir’aun juga tetap bersikukuh pada pendiriannya. Akibat wilayah Goshen tidak diserang bencana dan wabah, membuat wilayah tersebut semakin dipenuhi oleh penduduk Bani Israel.
BERSAMBUNGDapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group