
Oleh:
Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah)
B. Nabi Ibrahim dan Ismael Dari jawaban tersebut, nampak bahwa Hajar atau Ibrahim telah terlebih dahulu menjelaskan kepada Ismael bahwa ayahnya adalah rasul Allah. Ismael sepertinya juga telah mendapatkan kisah kelahiran dirinya. Ketika itu diceritakan oleh orang tuanya, Ismael pasti sudah pada usia yang cukup untuk memahami makna Rasul Allah dan kosekuensinya, dan makna tentang Allah melalui malaikatNya menunjukkan dan menampakkan kuasaNya atas proses kelahirannya hingga akhirnya hidup di Bakkah. Oleh karena itu Ismael bukan hanya dapat mengerti apa makna mimpi dari seorang Rasul, namun juga dengan sangat mantap mentaatinya. Jawaban Ismael juga menunjukkan dirinya adalah orang yang juga memiliki kebesaran jiwa sebagai seorang Nabi yang dengan ikhlas bersedia disembelih oleh bapaknya. Tentu dengan jawaban Ismael ini Nabi Ibrahim sangat bersyukur. Nabi Ibrahim kemudian mengajak Ismael yang masih remaja menuju tempat yang akan dijadikan tempat menyembelih Ismael. Ternyata, cukup jauh untuk menuju tempat itu. Nabi Ibrahim mungkin juga sudah mendapat wahyu tentang tempat penyembelihan itu.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-10) Saat itu, tempat tersebut sudah jauh keluar dari wilayah pemukiman di Bakkah. Bukan hanya jauh menelusuri lembah, tetapi kemudian mendaki bukit batu. Pasti ada maksud khusus sehingga tempat penyembelihan itu ternyata cukup jauh dan mendaki bukit, seperti halnya Nabi Ibrahim membawa Hajar dan Ismael dari Hebron dan menetap di Bakkah. Sepanjang perjalanan menuju tempat penyembelihan, setan bahkan menampakkan diri dibeberapa tempat berupaya menggagalkan niat Ibrahim dan Ismael. Namun setan tersebut diusir oleh Nabi Ibrahim dan Ismael dengan dilempari batu. Setan bukan hanya berupaya secara halus dengan cara mempengaruhi akal dan batin Nabi Ibrahim dan Ismael, tetapi bahkan berupaya dengan kasar melalui penampakan diri dalam wujud manusia untuk mencegah langsung dengan usaha secara fisik menggagalkan rencana penyembelihan Ismael. Kata-kata setan yang bernada manusiawi, mengingatkan bahwa itu perbuatan dosa dan lain lain mengalir dengan deras dengan nada merayu sampai keras. Namun semua usaha setan tersebut gagal menggoyahkan niat Nabi Ibrahim dan Ismael.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-9) Gangguan batin, akal dan fisik dari setan tersebut kemudian diabadikan pula sebagai bagian dari ibadah haji. Menjadi simbol besarnya godaan setan kepada manusia dari berbagai sisi, dan manusia harus mampu memenangkan dan menyingkirkan godaan setan agar dapat hidup selamat. Sampai di pertengahan menuju puncak salah satu bukit, ditemukan suatu tempat yang tersedia batu yang dapat dijadikan altar, Nabi Ibrahim kemudian membuat persiapan untuk melakukan penyembelihan. Kampak atau pisau besar yang terbuat dari batu yang telah diasah sehingga menjadi tajam juga sudah disiapkan. Ismael dibaringkan dengan wajah dan dahi menempel di altar siap untuk disembelih. Ketika tangan Nabi Ibrahim yang memegang kampak atau pisau batu besar mulai terayun, tiba-tiba menjadi kaku tidak dapat digerakkan. Nabi Ibrahim mendengar namanya dipanggil dan ada yang berkata kepadanya. Allah telah menerima perbuatannya dalam menjalankan wahyu yang diterimanya, lulus dari ujian. Allah kemudian membalasnya mengganti Ismael dengan domba yang besar sebagai kurban. Kemudian dilihatnya di semak-semak terdapat domba sembelihan besar (QS. Ash-Shaffat ayat 103-107) yang mungkin tidak bisa bergerak karena tanduknya tersangkut semak-semak. Nabi Ibrahim menyadari bahwa yang dilakukannya telah diterima Allah dan tangannya kemudian dapat digerakkan kembali.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-8) [caption id="attachment_75069" align="alignnone" width="720"]

Perkemahan untuk jamaah haji di Lembah Mina. Di tengah puncak salah satu bukit batu di Mina terdapat penandaperingatan tempat Nabi Ismael dibaringkan di altar batu untuk disembelih yang oleh Allah diganti dengan domba besar. (Foto: madani news)[/caption] Ismael dibangunkannya, kemudian domba diangkat ketempat Ismael dibaringkan. Dengan mengucapkan syukur kepada Allah, domba disembelih sebagai hewan kurban. Ketundukan total dan sempurna pada perintah Allah telah dipraktikkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismael. Peristiwa ini terjadi pada sekitar tahun 2067 SM. Dengan peristiwa tersebut, Nabi Ibrahim akan diabadikan menjadi pujian yang akan selalu diucapkan oleh orang-orang yang datang kemudian. Selamat sejahtera bagi Ibrahim (QS. Ash-Shaffat ayat 108-109). Ibadah kurban juga menjadi rangkan ibadah haji. Dalam Kitab Kejadian, untuk mengenang peristiwa penyembelihan kurban tersebut Nabi Ibrahim memberikan nama pada tempat tersebut adalah Jeruel yang mempunyai arti EL menyediakan. Dalam bahasa Arab nama tersebut adalah Mina yang mempunyai arti hadiah yang tak terduga yang diberikan secara cuma-cuma. Mina dapat pula diartikan sebagai harapan. Zaman dahulu, pasti banyak orang akan terheran-heran, mengapa Nabi Ibrahim mencari tempat untuk menyembelih Ismael sampai demikian jauh dari Baitullah. Sekarang terbukti bahwa dengan sekitar empat juta orang yang melakukan ibadah haji, lembah Mina menjadi penuh orang. Kemah yang didirikan di lembah Mina untuk jamaah haji sampai mendekati Baitullah.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-7) Pada masa itu, di berbagai negeri yang lain sudah menjadi kebiasaan adanya praktik mengurbankan manusia sebagai sesembahan kepada dewa atau berhala yang dipertuhankan. Dengan peristiwa menggantikan Ismael dengan domba untuk jadi binatang kurban, Allah telah meluruskan kembali penyimpangan praktik kurban yang dilakukan oleh manusia, dan mempatenkannya menjadi ibadah kurban berdasarkan risalah Allah yang dapat berakibat menjadi perbuatan dosa besar bagi siapa saja yang menyimpangkan ibadah kurban. Praktik kurban sebenarnya sudah ditunjukkan oleh Habil dan Qabil, namun belum dijadikan risalah. Dengan adanya penyembahan berhala, praktik kurban juga mengalami penyimpangan dengan menjadikan manusia sebagai kurban sesembahan. Bersamaan dengan munculnya kemusyrikan, praktik kurban dengan mengurbankan manusia dibuat menjadi seolah lebih mulia dari pada sekedar berkurban dengan domba. Sebagai ungkapan rasa syukur, ketika sampai di rumah, Nabi Ibrahim mengkhitan Nabi Ismael dan kemudian mengkhitan dirinya sendiri setelah itu mengkhitan para pembantunya. Sunat ini dilakukan dengan kampak atau beliung dari batu yang diasah sehingga menjadi tajam. Hal ini menjadi suatu laku yang luar biasa dari bentuk ungkapan syukur dengan sunat.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-6) Pada masa itu, sunat adalah ritual ibadah yang beresiko tinggi, mengingat yang dipotong adalah kulit daging pada ujung organ vital lelaki. Pisau pemotongnya adalah pisau terbuat dari batu, yang beresiko terjadi infeksi. Suatu ritual yang dapat mengakibatkan kematian. Namun sunat akhirnya menjadi tanda bagi seseorang telah menjadi pemeluk ajaran tauhid yang dipegang teguh oleh kaum yahudi dan kaum muslim. Tidak akan bisa disebut pemeluk agama yahudi dan pemeluk agama Islam apabila tidak melakukan sunat. Bisa dipastikan, meskipun Nabi Ibrahim baru pertama kali bertemu dengan suku Jarhomit yang menjadi penduduk Bakkah, namun mereka sudah tahu dari cerita Hajar. Oleh karena itu, selama di Bakkah Nabi Ibrahim dapat menyampaikan risalah tauhid kepada suku Jarhomid yang menjadi penduduk Bakkah dengan leluasa. Dan peristiwa di Mina pasti disampaikan oleh Nabi Ibrahim kepada penduduk Bakkah, dan kemudian mengkhitan penduduk Bakkah. Setelah beberapa lama di Bakkah Nabi Ibrahim bersama rombongan kecilnya kembali ke Hebron.
BERSAMBUNGDapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group