
Oleh:
Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah) Sedang peristiwa kedua di gunung Sinai dalam Kitab Keluaran pasal 24 : 12-18 mengisahkan Allah memanggil Nabi Musa ke atas gunung Sinai sendirian dan meninggalkan Nabi Harun di bawah bersama Bani Israel untuk membimbing dan menyelesaikan perkara yang muncul dari Bani Israel. Nabi Musa berada diatas gunung selama 40 hari siang malam. Setelah hari ke 40, Kitab Keluaran pasal 25-31, menguraikan turunnya firman Allah yang tertulis dalam Lauh-Lauh atau Lauh-Lauh batu, antara lain tentang, rumah suci (kemah suci yang berfungsi sebagai bait suci) dengan pelatarannya, persembahan kurban khusus dan mezbah tempat kurban bakaran, perintah membuat tabut untuk tempat Lauh batu yang tertulis firman Allah, tentang pakaian untuk para imam dan menjadikan Harun sebagai imam bagi Allah dan anak Harun yaitu Nadab, Abihu, Eleazar dan Itamar sebagai imam, mengenai minyak urapan yang kudus, hukum dan banyak lainnya. Dengan dua peristiwa tersebut maka dalam Kitab Keluaran 31 : 18 dituliskan bahwa Nabi Musa memperoleh Lauh-Lauh Batu yang berisi tulisan firman Allah tentang 10 perintah Tuhan kepada Bani Israel sebagai perjanjian tertulis yang pertama, dan perjanjian tertulis yang kedua yang tertulis pada Lauh-Lauh atau Lauh-Lauh batu yang berisi Firman tentang berbagai hal dan hukum setelah turun dari puncak Sinai.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-42) Al-Quran memberikan contoh tentang orang yang melanggar 10 perintah Allah. Pada suatu saat, terdapat orang-orang dari Bani Israel melanggar ketentuan pada hari Sabat dimana pada hari itu adalah hari yang dikhususkan untuk ibadah namun ada orang-orang yang melakukan pekerjaan sehingga kemudian langsung dihukum oleh Allah menjadi kera yang hina. Orang-orang tersebut telah tidak mengindahkan perintah Allah kepadanya, dan Allah kemudian menunjukkan kuasa-Nya dengan menghukum mereka, agar hal tersebut menjadi peringatan dan pelajaran bagi orang-orang lainnya pada masa itu agar mereka menjadi orang-orang yang bertakwa (QS. Al-Baqarah: 65-66). Sebagian
mufassir mengartikan orang-orang tersebut menjadi memiliki sifat-sifat dan tingkah laku seperti kera. Dengan demikian, pada masa lalu, sebelum masa Nabi Muhammad, hari Sabat atau hari Sabtu adalah hari libur bagi Bani Israel yang hingga kini menjadi keyakinan dan dipraktikkan oleh agama Yahudi.
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-41) [caption id="attachment_76722" align="alignnone" width="720"]

Lukisan patung anak sapi dari emas buatan Samiri, yang disembah Bani Israel. (Foto: boombastis)[/caption]
14. Bani Israel menyembah patung anak sapi dari emas. Ketika Nabi Musa naik ke puncak Sinai, kaumnya justru menyimpangkan perjanjiannya dengan Allah. Allah memberi tahu kepada Nabi Musa, bahwa Allah sedang menguji kaumnya sepeninggal Nabi Musa ke puncak Sinai, dan kaumnya telah disesatkan oleh Samiri (QS. Thaha: 85). Nabi Musa kemudian bergegas turun untuk melihat apa yang terjadi pada kaumnya. Bani Israel membuat patung anak sapi dari emas. Samiri telah membuat cetakan untuk membuat patung anak sapi, kemudian emas orang-orang Bani Israel yang diperoleh dari bangsa Mesir setelah dicairkan menjadi satu kemudian dituangkannya kedalam cetakan itu dimana karena teknik pembuatannya, patung tersebut bisa mengeluarkan suara melenguh ketika angin memasuki rongga patung sapi. Dan setelah jadi patung anak sapi yang bisa mengeluarkan suara tersebut, mereka berkata: “Inilah tuhanmu dan tuhan Musa, tetapi dia (Musa) telah lupa”. Patung sapi tersebut kemudian disembah, mereka telah berbuat zhalim. Sedang mereka memperhatikan bahwa patung tersebut tidak dapat memberikan jawaban apapun kepada mereka, tidak kuasa menolak mudarat maupun mendatangkan manfaat kepada mereka (Al-A’raf: 148, QS. Thaha: 88-89). Nabi Harun (berusaha) memperingatkan mereka bahwa Allah telah menguji mereka, namun mereka menjawab tidak akan meninggalkannya dan akan menyembahnya sampai Musa kembali kepada mereka (QS. Thaha: 90-91).
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-40) Sampai di bawah bukit sambil membawa Lauh-Lauh Batu, Nabi Musa melihat kaumnya menyembah patung anak sapi tersebut, sehingga membuat Nabi Musa sangat marah dan sedih sambil berkata kepada kaumnya. “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan selama kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji TuhanMu? (QS. Al-A’raf: 150). Wahai kaumku! Bukankah Tuhanmu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Apakah terlalu lama masa perjanjian itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan Tuhan akan menimpamu, mengapa kamu melanggar perjanjianmu dengan aku? Kemudian kaumnya menjawab, kami tidak melangggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami harus membawa beban berat dari perhiasan kaum (Fir’aun) itu (yaitu emas yang diperoleh dari pemberian bangsa Mesir yang takut anaknya meninggal karena adzab Allah disebabkan mereka telah menindas Bani Israel), kemudian kami melemparkannya (kedalam api), dan demikian pula Samiri melemparkannya (QS. Thaha: 86-87). Karena marahnya Nabi Musa kemudian melemparkan Lauh-Lauh Taurat tersebut lalu dipegangnya kepala (ditarik janggut) Nabi Harun ke arahnya, dan berkata: “Wahai Harun! Apa yang menghalangimu ketika engkau melihat mereka telah sesat. Engkau tidak mengikuti aku? Apakah Engkau telah melanggar perintahku? (QS. Thaha: 92-93).
BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-39) Nabi Harun kemudian berkata: “Wahai anak (putra) ibuku! Janganlah Engkau pegang janggutku dan jangan pula kepalaku. Aku sungguh khawatir engkau akan berkata (kepadaku), “Engkau telah memecah belah antara Bani Israel dan engkau tidak memelihara amanatku” (QS. Thaha: 94). Kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir saja membunuhku, sebab itu janganlah engkau menjadikan musuh-musuh menyoraki melihat kemalanganku, dan janganlah engkau jadikan aku sebagai orang-orang yang zhalim. Nabi Musa kemudian berdoa: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang dari semua penyayang,” (QS. Al-A’raf: 150-151). Setelah itu, Nabi Musa kemudian menghampiri Samiri sambil berkata mempertanyakan apa yang mendorongnya berbuat demikian. Yang dijawab Samiri bahwa dia mengetahui sesuatu yang tidak diketahui kaumnya (membuat patung), dan karena pengetahuan itu muncul nafsu sombongnya untuk menunjukkan kemampuannya membuat patung dengan membuatkan cetakan dari tanah terlebih dahulu, dimana tanah sebagai bahan pembuatan cetakan adalah tanah bekas jejak rasul yang dibakar dalam api. Nabi Musa kemudian mengusir Samiri dari kaumnya sambil mengatakan bahwa Samiri akan mendapat hukuman di dunia maupun di akhirat, dan patung yang disembahnya akan dibakar sampai menjadi abu dan abunya akan dihamburkan ke laut (QS. Thaha: 95-97).
BERSAMBUNGDapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group