Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-28)

Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-28)
Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah) 1. Masa Kerasulan dan tempat kerasulan Nabi Syu’aib. Dalam Al-Quran disebutkan pengutusan Nabi Syuaib pada sudara-saudaranya di kawasan yang disebut Madyan, khususnya di Aykah (QS. Hud 84, QS. Al-Syu’araa: 176). Sedang lokasi Aykah adalah sebagian dari wilayah Madyan yang sangat luas. Madyan saat ini masuk wilayah Hijaz Yordania, yaitu di barat laut Hijaz di dekat pantai timur teluk Aqabah. Aykah tidak jauh dari propinsi Tabuk Arab Saudi, sekitar 200 km dari Tabuk. Aik mempunyai arti kumpulan pepohonan, yang hal itu menunjukkan kawasan pemukiman suku Aykah banyak ditumbuhi pepohonan dan ada sumber air. Suku Madyan juga membuat rumahnya dengan membuat gua buatan pada bukit batu, kawasan gua penduduk Madyan disebut Al-Bada’. Pemukiman gua batu Madyan menunjukkan bahwa terdapat kondisi alam kebiasaan yang sama dari kaum Nabi Salih di tempat yang disebut dengan Al-Hijr (Seir) atau Madain Salih suku Tsamud di Wadi Al-Qura’. Sukut Tsamud yang selamat dari adzab beberapa ratus kemudian bercampur dengan suku Edom ketika Esau datang ke wilayah dekat pemukiman suku Tsamud. Keturunan Esau kemudian memakai kebiasaan suku Tsamud dalam membuat pemukiman. BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-27) Kebiasan suku Tsamud dan Edom dalam membuat pemukiman kemudian ditiru oleh suku Madyan yang memang menempati wilayah yang letaknya tidak terlampau berjauhan, dalam deretan pegunungan batu yang sama. Kemiripan kondisi alam menjadi sebab cara membuat pemukiman yang sama. Keseharian kehidupan suku Aykah Madyan saat itu adalah berdagang. Pekerjaan tersebut disebabkan wilayahnya adalah lintasan yang menghubungkan banyak wilayah yang dihuni oleh suku-suku Arab, seperti suku Kedar atau Qaidar (anak kedua Nabi Ismail yang menurunkan suku-suku Arabiya seperti suku Qurays dan lainnya) dan suku Nabit atau Nabaiot (anak pertama Nabi Ismail), suku Moab dan suku Amon (dua suku keturunan cucu Nabi Luth), suku Edom dan suku-suku Kana’an kuno lainnya. Mata pencaharian dengan berdagang di wilayah pemukiman Aykah Madyan menunjukkan bahwa wilayah Aykah menjadi wilayah transaksi perdagangan antar suku, dimana kaum Madyan menjadi perantara perdagangan barang kebutuhan antar suku disekitarnya. Al-Quran menunjukkan bahwa suku Aykah Madyan mempunyai kebiasaan menipu para pelanggannya dengan mengurangi takaran atau timbangan sehingga merugikan orang lain yang bisa menimbulkan kerusakan. Dengan cara menipu dalam berdagang itu membuat kaum Madyan menjadi orang yang kaya dan makmur (QS. Hud 84). Nabi Syu’aib adalah penduduk Madyan yang orang tua dan saudara-saudaranya berasal dari suku Madyan dan dianggap sebagai orang yang lemah di antara penduduk suku Madyan (QS. Hud 91). BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-26) Namun suatu ketika Syu’aib berbicara sebagai seorang Rasul Allah kepada kaumnya dan mengingatkan agar kaumnya menjadi orang yang bertaqwa serta menyembah kepada Allah SWT, tidak berbuat curang dalam berdagang dengan mengurangi timbangan yang merugikan orang lain, dan Nabi Syu’aib juga mengingatkan bahwa perbuatannya tersebut bisa mengundang adzab dari Allah (QS. Asy-Syu’ara 177 –179, QS. Hud 84, QS. Al-A’raf 85). Atas dakwahnya tersebut Nabi Syu’aib tidak meminta imbalan apapun dari kaumnya karena rezekinya sudah cukup dari Allah (QS. Asy-Syu’ara 180). Ayat ini menunjukkan bahwa kaum Nabi Syu’aib menganggap bahwa Nabi Syu’aib adalah orang yang lemah, orang yang ekonominya tidak mampu sehingga kerjanya menakut-nakuti orang kaya dengan tujuan meminta imbalan atas dakwahnya dengan menawarkan sesembahan yang berbeda dengan sesembahan suku Madyan saat itu yang keyakinannya disebut berasal dari nenek moyangnya. Hal itu juga menunjukkan ada ketimpangan ekonomi yang cukup lebar pada penduduk Madyan. Sejak dari nenek moyangnya, kaum Madyan menyembah kumpulan pepohonan yang lebat (Aykah) yang dianggapnya tuhan mereka bersemayam di gerumbul pepohonan yang lebat dan padat. Atas penyembahannya tersebut terbukti telah membawa kemakmuran bagi orang-orang yang musyrik tersebut. Mereka mempertanyakan apa kelebihan Nabi Syu’aib dan Tuhannya, sehingga berani meminta kaumnya agar meninggalkan agama nenek moyang mereka dan melarang mengelola harta menurut cara mereka yang mengikuti cara acara nenek moyang mereka (QS. Hud 87). BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-25) [caption id="attachment_76066" align="alignnone" width="720"] Penulis di makam Nabi Syu'aib 'alaihissalam.[/caption] [caption id="attachment_76067" align="alignnone" width="720"] Masjid di mana tedapat makam Nabi Syu'aib.[/caption] Kemakmuran yang diperoleh dengan cara menipu itu diperingatkan oleh Nabi Syu’aib agar kaumnya memenuhi dan menyempurnakan takaran dan timbangan sehingga tidak merugikan orang lain, tidak mengurangi hak-hak orang lain dan tidak merusak kehidupan manusia (QS. Asy-Syu’ara: 181-183, QS. Hud: 84-85, QS. Al-‘Araf: 85). Dengan diperingatankan agar mencari rizeki secara halal (QS. Hud: 86) tentu hal itu langsung menusuk pada inti kehidupan kaum Madyan yang kesehariannya menyembah berhala Aykah warisan dari nenek moyangnya. Mereka menjadi makmur karena merasa kepandaiannya menipu dalam perdagangan yang menjadi mata pencaharian utama kehidupan dibenarkan oleh tuhannya. Perbuatan menipu yang dianggap sebagai pekerjaan benar dan telah dijalaninya dalam waktu yang sangat lama. Oleh karena itu kaum Madyan membalas dengan menganggap Nabi Syu’aib adalah orang yang kena sihir dan menuduh Nabi Syu’aib adalah pendusta (QS. Asy-Asyu’ara 185-186) dan merendahkan dakwah Nabi Syu’aib dengan mengejek sambil berkata sinis dengan menyebut Nabi Syu’aib sebagai orang yang pandai dan santun (QS. Hud: 87). Namun demikian, semakin lama dakwah Nabi Syu’aib mengakibatkan sebagian penduduk suku Madyan beriman kepada Allah dan taat kepada Nabi Syu’aib. Dengan adanya penduduk yang beriman tersebut maka hal itumenjadi gangguan bagi kaum Madyan yang semakin khawatir bahwa cara berdagang dengan menipu tersebut akan terbongkar dan diketahui oleh penduduk wilayah lain yang menjadi langganan perdagangannya dan dapat menimbulkan keributan yang akan merugikan mereka. Kaum Madyan kemudian mulai menakut-nakuti kaum yang beriman dan pemimpin-pemimpin mereka mengatakan kepada kaum beriman apabila mereka mengikuti Syu’aib akan menjadi orang yang merugi (QS. Al-‘Araf 86, 90). BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-24) Pengikut Nabi Syu’aib adalah orang yang lemah, yang semakin lama jumlahnya semakin banyak. Hal itu membuat kaum yang kaya semakin merasa terganggu. Konflik antara kaum Madyan dengan Nabi Syu’aib tak terhindarkan. Nabi Syu’aib menunjukkan bukti-bukti nyata yang menimpa kaum Nabi Nuh, Hud dan Salih, sehingga meminta kaumnya agar memohon ampunan dan bertobat (QS. Hud: 88-90). Pada masa itu mungkin suku-suku di wilayah Madyan dan suku-suku di wilayah sekitarnya mungkin masih mendengar cerita tentang kisah manusia yang menjadi asal-usul keberadaan dan kehidupan mereka, mulai dari kisah Nabi Nuh, Hud, Salih, dan Luth. Namun kemudian terjadi penyimpangan ajaran tauhid para rasul tersebut, sehingga Nabi Syu’aib mengingatkan kembali peristiwa hancur dan musnahnya kaum Nabi Nabi tersebut. Kaumnya tetap menyangkal dan menganggap Nabi Syu’aib sebagai orang yang lemah dan bahkan mereka mengancam dengan menyatakan jika tidak mengingat orang tua dan keluarganya, mereka bisa merajam Nabi Syu’aib (QS. Hud: 91). Ancaman tersebut dijawab oleh Nabi Syu’aib dengan mempertanyakan mengapa keluarganya ditempatkan lebih terhormat dari Allah? sambil mengingatkan kembali tentang adzab Allah (QS. Hud: 92-93). Pengikutnya yang kebanyakan kaum lemah juga mulai mendapatkan tekanan dan perbuatan kasar. Nabi Syu’aib menasihati orang orang yang beriman agar bersabar sampai Allah menetapkan keputusan terhadap kaum beriman maupun penduduk Madyan (QS. Al-‘Araf: 87). BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-23) Dan akhirnya, kaum Madyan mulai menantang Nabi Syu’aib agar adzab berupa gumpalan dari langit dijatuhkan sehingga menimpa mereka (QS. Asy-Syu’ara: 187) yang dijawab oleh Nabi Syu’aib bahwa Allah lebih tahu apa apa yang dikerjakan oleh mereka (QS. Asy-Asyu’ara: 188). Kaumnya justru menggunakan cerita tentang adzab bagi kaum Aad sebagai bahan tantangan kepada Nabi Syu’aib agar segera adzab tersebut didatangkan. Merasa tidak mampu menaklukkan Nabi Syu’aib, kaum Madyan akhirnya akan mengusir Nabi Syu’aib dan orang orang yang beriman yang dianggap menjadi gangguan dalam kehidupan suku mereka. Untuk menghindarkan terjadinya kekerasan terhadap orang-orang yang beriman. kemudian Nabi Syu’aib berdo’a agar Allah membuat ketetapan kepada kaumnya (QS. Al-A’raf: 89). Allah menyelamatakan Nabi Syu’aib dan orang-orang yang beriman. Nabi Syu’aib kemudian mengajak orang-orang beriman meninggalkan pemukiman penduduk Aykah (QS. Al-‘Araf 93). Setelah Nabi syu’aib dan pengikutnya agak jauh dari pemukiman penduduk Aykah, pada malam yang gelap adzab Allah diturunkan, terjadi gempa dan dibarengi suara yang mengguntur sangat keras sehingga membuat kaum Madyan Aykah mati bergelimpangan, binasa seperti kaum Tsamud (QS. Ays-Syu’ara: 189, QS. Al-‘Araf: 91-92, QS. Hud: 94-95). Nabi Syu’aib dan kaumnya mungkin pindah pemukiman agak lebih ke utara dari Aikah yang sekarang masuk dalam wilayah Yordania. Nabi Syu’aib menjadi imam atau pemimpin kaumnya. Di pemukiman barunya ini, nabi Syu’aib mempunyai beberapa anak perempuan. Suatu saat di pemukimannya datang Musa yang sedang lari dari Mesir dan kemudian menjadi menantunya. BERSAMBUNG

Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group