Al-Masy’aril Haram, Sebuah Catatan Perjalanan Umrah PARMUSI

Oleh: Drs. H. Muchlis Achmad (Ketua PD. Parmusi Kab.Gowa). Banyak orang mengira bahwa Al-Masy’aril Haram sama dengan Masjidil Haram, dimana terdapat ka’bah peninggalan Nabi Ibrahim AS. Akan tetapi setelah dipelajari, ternyata bukan. Al-Masy'aril Haram adalah nama dari salah satu masjid bersejarah pada zaman Nabi Muhammad Saw yang letaknya berada di kawasan Muzdalifah pada jalan nomor 5. Setelah wukuf di Arafah, jamaah haji yang berasal dari seluruh dunia diwajibkan Mabit di sini untuk mengambil batu yang digunakan melempar jumrah di Mina. Meskipun begitu, tidak banyak jamaah yang mengetahui bahwa Masjid Al-Masy’aril Haram merupakan salah satu masjid yang disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 198: “Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu, maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah, berdzikirlah kepada Allah di Al-Masy’aril Haram”. Di sanalah turun ayat 3 QS. Al-Maidah: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan kucukupkan kepadamu nimat-Ku dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu”, sebagaimana ditulis oleh Dr. Muhammad Ilyas Abdul Ghani dalam bukunya Sejarah Makkah Dulu dan Masa Kini. Sesunggguhnya Inilah pernyataan resmi Allah ‘Azza wa Jalla bahwa Islam menjadi agama yang menjadi risalah Baginda Nabi kita, Muhammad Rasulullah Saw. Pesan Orangtua Suatu ketika di tahun 2004, saya dan keluarga pulang kampung halaman guna bersilaturrahim dengan orangtua dan keluarga. Dalam kesempatan itu orangtua berpesan: “Mohon kalau kamu sudah tiba di tanah suci tolong cari Masjid Masy’aril Haram dimana letaknya”. Karena menurut beliau hal ini disebutkan dalam Al-Quran. Pesan yang kedua, tolong sampaikan salam saya kepada Rasulullah Saw. (pesan kedua ini tidak dibahas di sini). Pesan ini menurut hemat saya cukup membebani pikiran karena pada saat itu tidak ada penjelasan dari pembimbing haji dalam setiap manasik haji. Persoalannya, mengapa Masjid Al-Masy’aril Haram tidak masuk dalam materi manasik haji? Sekembalinya dari kampung halaman saya berusaha mencari informasi tentang Masjid Al-Masy’aril Haram dari para pembimbing haji terutama pada saat manasik haji, namun hasilnya nihil alias tidak mendapat respon dengan baik dengan alasan hal tersebut tidak termasuk dalam materi manasik haji baik rukun maupun sunnah. Pada manasik haji hanya dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan rukun haji dan sunnah haji serta larangan-larangannya. Bisa dipahami dengan penjelasan tersebut, tetapi rasa penasaran terus menggelora di dalam hati kapan dan bagaimana dapat mengetahui informasi tentang Masjid Al-Masy’aril Haram secara utuh. Saat di Makkah Pikir saya mungkin inilah satnya ketika musim haji tahun 2004, alhamdulillah saya bersama keluarga Ibu Kesumawardani, SKM, M.Kes berangkat ke tanah suci, kloter 51 Makassar Provinsi Sulawesi Selatan dengan mengambil Haji Ifrad. Haji Ifrad termasuk cukup berat dan sulit dibanding Haji Kiran atau Tamattu karena waktu berihramnya lebih lama. Atas pertimbangan itulah maka kami mohon agar ikut dalam gelombang kedua kloter 51 pemberangkatan dari Embarkasi Hasanuddin Makassar, sehingga waktu yang diperlukan tidak terlalu lama untuk wukuf di Arafah pada 9 Zulhijjah. Setiba di Makkah, kami tinggal di maktab 68 kawasan Jarwal yang jaraknya lumayan cukup jauh dari Masjidil Haram, namun tidak menjadi masalah karena waktu itu umur masih relatif muda, sekitar 50-an tahun, alhmdulillah masih kuat dan sehat. Pada kesempatan ini saya tetap masih risau karena belum mendapat jawaban atas pesan orangtua, hingga pada suatu saat saya terinspirasi ingin mencari buku sejarah tentang Makkah dan Madinah dan Alhamdulillah menemukannya di Toko Buku di seputaran pasar seng yang ada di pelataran Masjidil Haram. Sekarang pasar seng sudah dipindahkan entah ke mana. Dari Buku inilah saya menemukan jawaban atas pertanyaan dan pesan orangtua di kampung, tetapi lagi-lagi karena padatnya jadwal ibadah, kami tidak sempat berkunjung secara khusus ke Masjid Al-Masy’aril Haram di Muzhdalifah. Demikian pula, beberapa kali Umrah bersama keluarga tidak ada jadwal khusus untuk berkunjung ke Masjid Al-Masy’aril Haram, hingga datangnya rahmat tak terduga dari Allah Swt. melalui tangan dingin Ketua Umum PARMUSI Bapak Drs. H. Usamah Hisyam, M.Sos yang mengumrahkan 40 orang Dai Parmusi seluruh Indonesia ke Tanah Suci mulai tanggal 24 Februari hingga 4 Maret 2024. Barulah bersama rombongan, kami sengaja mampir di pelataran Masjid Al-Masy'aril Haram untuk ke toilet dan berwudhu guna persiapan mengambil miqat di Tan’im bagi yang akan melaksanakan umrah. Dan saya benar-benar memanfaatkan kesempatan ini menyaksikan dari dekat, mengambil gambar di depan Masjid Al-Masy'aril Haram di Muzdalifah. ***** Ketidaktahuan terhadap sejarah masa lalu adalah sebuah kelemahan kalau tidak mau dikatakan sebagai sebuah kebodohan apalagi sejarah yang terkait dengan Napak Tilas Nabi besar Muhammad Rasulullah Saw sebagai pembawa risalah agama Islam, yaitu Masjid Al-Masy’aril Haram sebagai tempat di mana Nabi saw pernah menerima wahyu dari Allah Swt. Mengenal sejarah masa lalu adalah mengenalx Jati diri, juga mengenal nilai-nilai perjuangan Nabi Muhammad Saw sebagai sumber inspirasi Dakwah Ilallah yang sedang dikembangkan oleh Ketua Umum PARMUSI Bapak Drs. H. Usamah Hisyam, M.Sos. Rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada beliau. Adalah Tokoh Ormas Islam pemberani telah dengan tulus ikhlas memberangkatkan para Dai Parmusi se-Indonesia untuk Umrah ke Tanah suci mulai tanggal 24 Februari – 4 Maret 2024. Semoga Allah meridhai, memberi kesehatan, kekuatan dan umur yang panjang kepada Bapak Drs. H. Usamah Hisyam, M.Sos sehingga terus dapat mengabdi membesarkan Parmusi dan menegakkan Dakwah Ilallah untuk kemaslahatan umat. Aamiin. Aroepala Gowa, Ramadhan 1445 H.
Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group