Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-35)

Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-35)
Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah) Untuk memperkuat permintaannya itu, Nabi Musa menyatakan bahwa dirinya adalah utusan dari Tuhan semesta alam yang datang dengan membawa bukti-bukti. Nabi Musa menyampaikan bahwa keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk, sedang siksa akan ditimpakan kepada siapapun yang mendustakan dan berpaling dari ajaran yang dibawanya. Nabi Musa bertanya kepada Meremptah apakah ada keinginan untuk keluar dari kesesatan, dan Nabi Musa akan membimbingnya ke jalan Tuhan. Meremptah kemudian bertanya tentang siapa Tuhan Musa, yang dijawab oleh Nabi Musa bahwa Tuhannya adalah Tuhan yang menciptakan alam semesta, bumi dengan segala isinya, yang mencipatkan manusia dan menjadikan bumi sebagai hamparan untuk hidup manusia, yang menurunkan hujan dari langit, yang menumbuhkan pepohonan dan tumbuh-tumbuhan, yang menciptakan hewan dan manusia kemudian menggembalakan hewan untuk bahan makanannya, kemudian diterangkannya tentang umat terdahulu yang dikenakan adzab Allah. (QS. Asy-Syu’ara: 17-24, QS. Thaha: 47-55, QS. Al-‘Araf: 104-105, QS. An-Naziat: 18-19, QS. Az-Zukhruf: 46). Atas penjelasan Musa tersebut Meremptah berkata kepada orang yang ada di sekelilingnya dengan menganggap Musa sebagai orang gila, kemudian meminta Musa menunjukkan bukti-bukti itu yang kemudian oleh Musa ditunjukkan dengan melemparkan tongkatnya yang kemudian menjadi ular besar. Setelah itu ditunjukkan tangannya yang menjadi putih bercahaya. BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-34) Namun Meremptah menertawakannya dan mengejek, mendustakan, mendurhakai. Oleh karena itu enggan menerima penjelasan dan berpaling dari kebenaran seraya menantang Musa, dan mengatakan pada Musa, akulah Tuhanmu yang paling tinggi dan meminta agar Musa mengakui dirinya adalah tuhannya Musa, dan bila tidak mau mengakui maka akan dipenjarakan. Meremptah kemudian berbicara kepada pembesarnya (bernama Haman) bahwa Musa adalah penyihir yang pandai yang hendak mengusir kamu dari negerimu. Para pembesarnya (Haman dan Qarun) menyarankan agar Musa dan Harun untuk sementara ditahan dan dipenjara terlebih dahulu, dan agar mengutus petugas istana Fir’aun pergi ke kota-kota di seluruh Mesir untuk mengumpulkan para pesihir yang pandai. (QS. Al-Qashash: 36-37, QS. Asy-Syu’ara: 25-37, QS. Al-A’raf: 106-112, QS. Thaha: 56-57, QS. An-Naziyat: 20-24, QS. Ghafir: 23-24, QS. Az-Zhukruf: 47). Meremptah sangat yakin bahwa bukti yang diperlihatkan Nabi Musa dan Harun hanyalah sihir semata, oleh karena itu mereka sangat yakin dapat mengalahkan Nabi Musa dengan mengerahkan seluruh pesihir dari Mesir. Kemudian dibuatnya perjanjian dengan Nabi Musa untuk dihadapkan dengan para pesihir dari Mesir di suatu tempat terbuka. Nabi Musa minta pertemuan tersebut pada hari raya waktu pagi hari (dhuha), kemudian Nabi Musa dan Harun ditahan dan dipenjara di istana (QS. Thaha 58 -60). BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-33) Meremptah bersikap sombong terhadap Nabi Musa dan Harun, karena mereka berdua adalah orang dari Bani Israel yang sedang diperbudaknya, orang-orang yang dianggapnya menghamba pada dirinya. Oleh karena itu kemudian mendustakan bukti-bukti nyata yang dibawa Musa (QS. Al-Mukminun: 45-48). Namun, karena pertemuan dengan Musa ini, membuat Meremptah marah kepada Musa karena dianggapnya telah berkhianat terhadap dirinya dan bangsa Mesir. Bahkan kemudian Meremptah melampiaskan kemarahannya dengan menangkap dan menyiksa istri Rameses II (Asyiah binti Muzahim) yang mengangkat Musa menjadi anaknya. Sebelum dibunuh, Asyiah masih ber berkesempatan berdoa: “Wahai Tuhanku, bangunkanlah aku sebuah rumah di sisi Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim,” (QS. Tahrim: 11). [caption id="attachment_76473" align="alignnone" width="720"] Nabi Musa menunjukkan pada Fir’aun Meremptah mukjizat tongkatnya yang bisa berubah menjadi ular.[/caption] 7. Nabi Musa dan Harun menghadapi para pesihir. Begitu sombongnya Meremptah sehingga minta dibangunkan menara yang tinggi agar dapat mencari tuhannya Musa (QS. Al-Qashash: 38). Setelah pertemuan di istana itu, banyak utusan dikirim keberbagai kota di Mesir untuk mencari dan membawa para pesihir yang paling handal dari banyak kota di Mesir untuk dihadapkan melawan Musa. Para utusan telah tahu bahwa tongkat Musa dapat berubah menjadi ular, sehingga mereka mencari pesihir yang dapat memunculkan ular yang ganas pula. Setelah diperoleh para pesihir tersebut, kemudian beberapa hari sebelumnya, rakyat Mesir diberi tahu agar berkumpul di lapangan terbuka pada hari yang telah diperjanjikannya itu di lapangan besar yang ada bangunan untuk pertunjukan. Ketika para pesihir dari seluruh Mesir telah didatangkan, di hadapan Meremptah mereka minta imbalan dengan diberikan kedudukan yang dekat dengan raja dan Meremptah menyanggupi permintaan mereka. (QS. Asy-Syu’ara: 36-42). Pada hari yang ditentukan dalam perjanjian, rakyat Mesir telah berkumpul, demikian pula para pembesar istana Fir’aun. Para pesihir yang masing-masing telah membawa semua alat sihirnya telah di tempatnya masing-masing di lapangan. Mereka kemudian menunjukkan kemampuan sihirnya kepada rakyat Mesir. Setelah itu Nabi Musa dan Harun dikeluarkan dari penjara, digiring akan dihadapkan dengan puluhan atau mungkin ratusan pesihir dari seluruh Mesir. BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-32) Setelah berhadap-hadapan, Nabi Musa meminta para pesihir Mesir menyerangnya dengan kemampuan tertingginya. Mereka kemudian langsung menunjukkan kemampuan puncaknya yaitu mengubah tali dan tongkat menjadi ular. Dilemparkannya banyak tali dan tongkat para pesihir yang segera berubah menjadi ular ganas yang memperlihatkan taring dan mendesis-desis sambil menyemburkan bisanya dan dengan cepat bergerak menyerang. Nabi Musa dengan tenang melemparkan tongkatnya yang kemudian berubah jadi ular yang besar yang kemudian melahap semua ular buatan para pesihir itu. Pertarungan sihir melawan mukjizat segera berakhir dan para pesihir tidak lagi mempunyai kemampuan yang lebih tinggi lagi untuk dipertontonkan, kemudian menyerah dan justru menyatakan keimanannya kepada Tuhan Musa (QS. Asy-Syu’ara: 43-48). Usai pertarungan, Meremptah menjadi sangat marah melihat para pesihirnya dan mengancam akan membunuh mereka bila mengakui dan beriman pada Tuhannya Musa. Namun para pesihirnya tidak takut pada ancaman itu dan tetap beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun. Raja kemudian memerintahkan menangkap para pesihir tersebut, dan mereka dihukum dengan dipotong menyilang (tangan kiri dan kaki kanan atau sebaliknya), kemudian mereka disalib hingga mati (QS. Asy-Syu’ara: 49-51). Meremptah mempertontonkan kekejamannya kepada rakyatnya yang menonton pertarungan tersebut agar rakyatnya tetap takut pada dirinya sekaligus mencegah agar rakyatnya tidak mengikuti Musa dan Harun yang apabila hal itu sampai terjadi akan membahayakan dirinya. BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-31) 8. Kesombongan dan kekejaman Fir’aun berakibat turun adzab baginya dan rakyat Mesir. Beberapa saat setelah kekalahan para pesihir dari Nabi Musa, agar rakyat Mesir tetap yakin bahwa raja yang menyatakan diri sebagai tuhan tersebut, perlu menunjukkan kuasanya terhadap Mesir dan seluruh rakyatnya. Meremptah menganggap Musa dan Harun hanya akan menimbulkan kerusakan di Mesir. Tidak cukup dengan itu, Meremptah meniru cara ayahnya (Rameses II), yaitu dengan memerintahkan kepada rakyatnya agar membunuh setiap anak laki-laki yang lahir dari Bani Israel dan membiarkan tetap hidup bagi bayi perempuan. Haman sebagai penasihat utamanya selalu meyakinkan pada rajanya bahwa Musa dan Harun dapat dikalahkan dengan tetap menindas dan memperbudak Bani Israel (QS. Al-A’raf: 127, QS. Ghafir: 25-26). Cara kejam dan keji ini untuk mencegah semakin banyak Bani Israel mengikuti Musa dan Harun dan sekaligus berharap agar Bani Israel menyalahkan Nabi Musa dan Harun sehingga melawannya. Nabi Musa menghadapinya dengan berkeliling ke negeri Mesir mendatangi dan menguatkan Bani Israel dan agar sabar menghadapi cobaan Allah hingga datang ketetapan Allah untuk membebaskan Bani Israel dari kekejaman Raja Fir’aun tersebut. Bani Israel menyadari bahwa sebelum kedatangan Nabi Musa, mereka telah ditindas dan diperbudak dalam waktu yang cukup lama dan dengan kedatangan Nabi Musa yang telah dapat membuktikan memiliki mukjizat dari Allah membuat mereka mempunyai harapan besar terhadap Nabi Musa dan Harun dapat mengalahkan musuh-musuh Bani Israel dan kembali memimpin di bumi Mesir (QS. Al-A’raf: 128-129) sebagaimana pernah terjadi pada masa Nabi Yusuf memimpin dan menyelamatkan bangsa Mesir. Dengan demikian tipu daya yang keji dan kejam Meremptah tidak berhasil memecah belah Bani Israel sehingga membuat Fir’aun semakin jengkel.   BERSAMBUNG

Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group