Mengapa 60 Persen Penduduk Indonesia Dikategorikan Miskin oleh Bank Dunia

Mengapa 60 Persen Penduduk Indonesia Dikategorikan Miskin oleh Bank Dunia

Jakarta, Muslim Obsession - Bank Dunia (World Bank) melaporkan sebanyak 60,3 persen atau sekitar 171,91 juta penduduk Indonesia masuk dalam kategori miskin. Temuan ini dari laporan Macro Poverty Outlook yang diterbitkan pada 10 April 2025, yang kontras dengan klasifikasi Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas sejak 2023.

Meskipun Indonesia telah mencapai kemajuan dalam mengurangi kemiskinan, sebagian besar penduduknya masih rentan dalam kemiskinan. Lantas, mengapa setengah penduduk Indonesia dikategorikan sebagai masyarakat miskin?

Bank Dunia menetapkan ambang batas kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas dengan pengeluaran sebesar 6,85 dollar AS per kapita per hari.

Dalam hal ini, kurs yang digunakan Bank Dunia yakni kurs Purchasing Power Parity (PPP) 2017, yang berarti sekitar Rp 41,052 dengan asumsi Rp 5.993,03 per dollar AS.

Sementara itu, dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025, Bank Dunia mencatat sebanyak 60,3 persen penduduk Indonesia pada 2024 hidup dengan pengeluaran kurang dari 6,85 dollar AS per kapita per hari dalam PPP 2017.

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid pada 5 persen di 2024. Kondisi ini didorong oleh kuatnya permintaan domestik dan belanja terkait pemilu.

Namun, penciptaan lapangan kerja berkualitas masih tertinggal. Adapun tingkat pengangguran turun menjadi 4,8 persen, lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi.

Tetapi, angka under employment (pengangguran parsial) meningkat menjadi 8,5 persen. Hal ini menunjukkan banyaknya pekerja yang belum mendapatkan pekerjaan penuh waktu atau yang sesuai dengan keterampilan mereka.

Indonesia resmi memasuki kategori negara berpendapatan menengah atas pada 2023 dan menargetkan untuk menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045.

Menurut laporan, untuk mencapainya, Indonesia harus mempercepat pertumbuhannya menjadi minimal 6 persen per tahun.

Pemerintah menargetkan 8 persen pada 2029 melalui peningkatan investasi. Meskipun permintaan domestik yang kuat telah mendukung kinerja ekonomi yang stabil dan menurunkan angka kemiskinan, percepatan pertumbuhan memerlukan pelaksanaan reformasi struktural untuk meningkatkan potensi pertumbuhan negara dan mengurangi risiko overheating.

Namun, produktivitas tenaga kerja Indonesia justru mengalami penurunan dalam dekade terakhir. Pertumbuhan produktivitas total (Total Factor Productivity/TFP) menurun dari 2,3 persen pada 2011 menjadi hanya 1,2 persen pada 2024.

Bank Dunia menilai, untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah, Indonesia perlu melakukan reformasi struktural. Ini termasuk memperdalam sektor keuangan, memperbaiki iklim investasi dan perdagangan, serta meningkatkan efisiensi dalam alokasi sumber daya.



Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group