Khalil Gibran: Antara Tersenyum dan Menangis, Mana yang Sulit Dilupakan?

Khalil Gibran: Antara Tersenyum dan Menangis, Mana yang Sulit Dilupakan?

 

Oleh: Sulaeman Jajuli

Setidaknya ada dua dari sekian rentetan peristiwa alami yang akrab menguntit, menempel dan melekat pada diri manusia. Yang satu secara alamiah dan natural lebih sering eksis dan tergelar pada konteks ritme aktivitas kehidupan nyaris full di setiap kesempatan (at every opportunity).

Sehingga karenanya, terbangun sebuah keakraban, keceriaan dan keserasian;yang pada giliran kulminasi finalnya terbentuk sebuah institusi kehidupan masyarakat yang penuh harmoni. Itulah dia "tersenyum".

Sementara yang satunya menjadi lawan dan rivalnya ( tersenyum). Ia merupakan karakter " 'Aradhi" yang tidak diumbar dan digelar dalam konteks ritme kehidupan. Malah justru keberadaannya ditahan, disembunyikan dan misterikan.

Mengingat andai ia digelar secara vulgar, harmoni kehidupan bisa terganggu. Sebab yang dihadirkan olehnya adalah sebuah nestapa yang oleh siapapun tidak diharapkan adanya.

Namun demikian, pada waktunya, kapan dan dimana saja, bisa dan pasti terjadi. Karena ia sudah menjadi bagian integral dari operasi dan kinerja sunatullah yang tidak bisa dielakkan. Apa itu gerangan? Itulah dia " menangis".

Berkait dengan goresan narasi di atas, menarik kata mutiara ( bijak bestari) di bawah ini yang disuguhkan oleh seorang penulis dan penyair kawakan kelas dunia, Libanon- Amerika, yaitu Khalil Gibran (1883-1931):

"You May Forget With Whom You Laughed, But You Will Never Forget With Whom You Wept", (Kamu bisa saja lupa dengan siapa kamu tertawa, namun kamu tidak akan pernah lupa dengan siapa kamu menangis).

Sekali lagi tersenyum/tertawa adalah peristiwa natural yang dalam konteks jalinan kehidupan sosial selalu digelar dan diumbar. Karena ia adalah sebuah syarat dan rukun kemestian untuk membangun orkestra kehidupan yang harmoni.

Oleh karenanya, tidak menjadi sebab tersendiri yang mesti diingat. Berbeda dengan "menangis". Karena berkait dengan sebuah peristiwa pantikan lara dan luka, maka ia akan terus terekam dalam vita hati (sulit dilupakan). Senafas dengan sya'ir ini:

إنّ القلوب إذا تنافر ودّها ،مثل الزّجاج كسرها لا يجبر

"Sesungguhnya hati, andai rasa cintanya sudah menghilang ( terluka), tak ubahnya ibarat kaca, jika sudah retak sulit ditambal".

Wallahu A'lam bi al-Shawab.



Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group