Gigihnya Mohammad Natsir Berdakwah Menembus Tembok Birokrasi
Sebagai seorang birokrat, Mohammad Natsir adalah seorang pendakwah tangguh.

Jakarta, Muslim Obsession - Mohammad Natsir adalah sosok penting di republik ini. Ia merupakan pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi, dan tokoh Islam terkemuka Indonesia. Sebagai birokrat ia pernah menjabat menteri dan Perdana Menteri Indonesia, sedangkan di kancah internasional, ia pernah menjabat sebagai presiden Liga Muslim Dunia (World Muslim League) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia.
Namun sebagai seorang birokrat, Natsir adalah seorang pendakwah tangguh. Dengan dakwah Islam ia mampu menerobos melalui tembok-tembok birokrasi dan juga melalui wilayah-wilayah yang terpencil dengan mengirimkan tenaga dai ke tempat-tempat tersebut.
Pria kelahiran Alahan Panjang, Solok, Sumatera Barat, pada tanggal 17 Juli 1908. Kedua orang tuanya berasal dari Maninjau. Ayahnya, Mohammad Idris Sutan Saripado, adalah pegawai pemerintah dan pernah menjadi Asisten Demang di Bonjol. Natsir adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Sejak kecil Natsir sudah berpenampilan sederhana, lugu, santun, jujur, toleran.
Karakter ini tetap melekat padanya hingga dewasa kelak. Sebagai politikus, Natsir dikenal sosok yang teguh memegang perilaku islami dalam praktik-praktik politiknya. Ketika beradu argumen dnegan ganas, Natsir tetap melakukannya dengan tutur kata sopan, dan sesudahnya mengajak lawan politiknya bercakap hangat sambil meneguk secangkir kopi disaat rehat.
Meski mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda, Natsir melek terhadap dampak buruk penjajahan. Jiwa perlawanannya menyala-nyala. Ketertarikannya pada politik mulai bertumbuh. Apalagi, beberapa bulan sebelumnya, ia bertemu dengan Ahmad Hassan, pria keturunan India asal Singapura yang kemudian menjadi ahli agama di organisasi Persatuan Islam.
Natsir sering datang kepada Hassan untuk menimba agama, menulis, dan berdiskusi. Kepribadian A. Hassan dan tokoh lainnya yang hidup sederhana, rapi dalam bekerja, alim, tajam berargumentasi, dan berani mengemukakan pendapat tampaknya cukup berpengaruh pada kepribadian Natsir kemudian. Natsir yang kutu bukupun sangat tertarik pada dunia politik dan dakwah.
Menurut pengakuan Natsir, setidaknya ada tiga guru yang memengaruhi pemikirannya, yakni Ahmad Hassan, Haji Agus Salim, dan Ahmad Sjookarti yang merupakan ulama asal Sudan, pendiri al-Irsyad, dan juga guru A. Hassan. Tapi intensitas pertemuanlah yang membuat Natsir lebih dekat kepada Hassan.
Pemikiran Natsir menjadi pembaharu di ranah politik dan dakwah. Ketika kaum nasionalis yang diwakili Soekarno berusaha untuk memisahkan politik dan Islam, Natsir justru merekatkannya. Bagi Mohammad Natsir, politik dan dakwah ibarat dua sisi mata uang yang tak bias dipisahkan. Seperti Islam yang hadir pada setiap desah nafas pemeluknya, maka dakwah bersifat Omni Present dalam setiap kehidupan.
Dakwah hadir dalam segala bidang, tak terkecuali politik. Pandangan politik Natsir berakar dari pemahaman politik Islam yang merangkul kekuatan demokrasi dan Pancasila, dan menjurus pada perjuangan demokrasi yang tulen. Dalam praktiknya, rekatan politik dan dakwah itu diwakili oleh munculnya Masyumi sebagai partai politik yang menanggapi urusan politik sebagai suatu yang integral dari Islam.
Pada konteks ini, Natsir yang fasih berbahasa Arab dan Inggris ini berupaya memperkuat pernyataan bahwa Islam adalah rahmatan lil ‘alamîn. Satu teladan yang jarang. Baik untuk politisi dahulu, apalagi di era sekarang.
Pemikiran Natsir selalu berbalut dakwah. Olehkarenya, aktivitas Natsir tak pernah jauh dari konsepsi dakwah. Jika ditilik dari rekam jejaknya, Natsir mempraktikkan dakwah yang menyeluruh dan integral, tak hanya da’wah bil lisan, melainkan juga da’wah bil hâldan da’wah bil kitâbah. Setiap uraian kata per katanya tak lepas dari anjuran untuk mepraktikkan syariat Islam dalam setiap lini kehidupan.
Dalam konteks da’wah bil hal, Natsir lebih tegas memunculkannya pada perilaku politik termasuk mendirikan Masyumi dan Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI) serta pendirian sekolah Islam dan organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam seperti Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
“Kalau dulu kita berdakwah lewat politik maka sekarang ini kita berpolitik lewat dakwah.” Sebaris kalimat ini dilontarkan Mohammad Natsir saat menubuhkan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII)
Sementara dalam konteks da’wah bil kitâbah, Natsir mencurahkan pemikirannya melalui tulisan-tulisan yang bertebaran di media massa sejak tahun 1930-an. Selain ratusan artikel, konsep pidato maupun ceramah dan khutbah, Natsir juga menerbitkan tulisan-tulisannya dalam bentuk buku. Tercatat lebih dari 50 judul buku yang telah diterbitkannya.
Strategi Dakwah para Tokoh
Nah bicara soal buku! buat kalian yang ingin membaca detail tentang sepak terjang Mohammad Natsir, terutama kegigihan beliau dalam berdakwah lengkap dengan pemikirannya, Kamu bisa membaca lengkapnya pada buku Antropologi Dakwah - Pemikiran Tokoh Dakwah.
Kamu juga bisa membaca perjalanan dakwah tokoh-tokoh lainnya selain Mohammad Natsir, antara lain strategi dakwah politik Presiden Abdurrahman Wahid.
Di buku ini juga ada strategi dakwah dari KH. Saleh Darat, Syeikh Nawawi Al-Bantani, Sheikh Khalil Bangkalan, KH. Hasyim Asy'ari dan kontrubusi dakwah dari Syeikh Yusuh Makassar.
Kalian bisa memesan buku toko buku terdekat atau bisa langsung hubungi nomor WhatsApp 087830118384.
Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group