Tanya-Jawab: Apakah Perut Gendut adalah Adzab?

Orang dengan perut gendut itu tercela dalam Islam, bahkan merupakan adzab. Apakah benar?

Tanya-Jawab: Apakah Perut Gendut adalah Adzab?
Perut gendut tercela dalam Islam?

 

Tanya:

Ustadz, saya memiliki perut yang gendut. Sejak kecil, memang saya badannya besar dengan tulang yang lebih besar dari kebanyakan orang. Tapi saya juga pernah mendengar kalau orang dengan perut gendut itu tercela dalam Islam, bahkan katanya merupakan adzab. Apakah benar?

Jawab:

Fenomena umum saat ini adalah laki-laki dengan badan gemuk dan perut yang gendut. Tak hanya di Indonesia, fenomena ini juga terjadi di seluruh negara hingga menjadi isu dunia terkait gaya hidup dan kesehatan.

Soal ini, ada seorang jamaah yang bertanya, apakah perut gendut merupakan adzab? Pertanyaan sederhana, namun menarik untuk dikaji.

Pertama kali yang ingin saya sampaikan, bahwa Allah Ta’ala tidak memandang seorang hamba-Nya dari bentuk fisik. Allah Ta’ala memandang setiap hamba berdasarkan ketakwaan kepada-Nya.

Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-  إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian,” (HR. Muslim no. 2564).

Badan yang gemuk tidak selamanya negatif. Karena ada orang yang berbadan gemuk disebabkan faktor keturunan atau justru karena ia berbadan sehat. Ini tidak mengapa karena lebih dari faktor genetika seseorang yang sulit untuk dihindari. Namun memang dan ada juga karena faktor banyak makan serta bermalas-malasan yang mengakibatkan kegemukan ini tercela dalam Islam.

Kegemukan dalam Islam

Dalam salah satu hadits, Rasulullah bersabda:

خَيْرُكُمْ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، إِنَّ بَعْدَكُمْ قَوْمًا يَخُونُونَ وَلاَ يُؤْتَمَنُونَ، وَيَشْهَدُونَ وَلاَ يُسْتَشْهَدُونَ، وَيَنْذِرُونَ وَلاَ يَفُونَ، وَيَظْهَرُ فِيهِمُ السِّمَنُ

“Generasi terbaik adalah generasi di zamanku, kemudian masa setelahnya, kemudian generasi setelahnya. Sesungguhnya pada masa yang akan datang ada kaum yang suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, mereka bersaksi sebelum diminta kesaksiaannya, bernazar tapi tidak melaksanakannya, dan nampak pada mereka kegemukan,” (HR. Bukhari 2651 dan Muslim 6638).

Menurut keterangan Al-Qurtubi (wafat 671 H), hadits ini adalah celaan bagi orang gemuk. Yakni gemuk bukan karena bawaan, melainkan disebabkan banyak makan, minum, santai, foya-foya, selalu tenang, dan terlalu mengikuti hawa nafsu.

Ia adalah hamba bagi dirinya sendiri dan bukan hamba bagi Tuhannya. Orang yang hidupnya seperti ini pasti akan terjerumus kepada yang haram.

Imam Al-Qurthubi juga menegaskan, tradisi banyak makan, hobi kuliner, adalah kebiasaan orang kafir. Beliau melanjutkan, Allah mencela orang kafir karena banyak makan. Barangsiapa yang banyak makan dan minum, maka ia akan semakin rakus dan tamak, bertambah malas dan banyak tidur di malam hari. Siang harinya dipakai untuk makan dan minum, sedangkan malamnya hanya untuk tidur. (Tafsir Al-Qurthubi, 11/67)

Mula Ali Qori mengatakan,

وَأَمَّا مَا وَرَدَ أَنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ السَّمِينَ ;فَمَحْمَلُهُ إِذَا نَشَأَ عَنْ غَفْلَةٍ وَكَثْرَةِ نِعْمَةٍ حِسِّيَّةٍ كَمَا يَدُلُّ عَلَيْهِ رِوَايَةُ يُبْغِضُ اللَّحَّامِينَ

“Riwayat yang menunjukkan bahwa Allah membenci orang gemuk, dipahami jika gemuk ini terjadi karena kelalaian, terlalu banyak menikmati kenikmatan lahir, sebagaimana yang ditunjukkan dalam riwayat tentang kebencian bagi orang gendut,” (Jam’ul Wasail fi Syarh as-Syamail, 1/34).

Di sini lebih dipahami bahwa gemuk karena faktor banyak makan dan bermalas-malasan dalam beribadah adalah yang dicela. Sementara orang yang gemuk lebih disebabkan faktor genetika bukanlah suatu celaan dan itu lebih disebabkan karena faktor turunan.

Bagi anda yang memiliki perut yang buncit, badan yang gemuk namun bukan karena banyak makan dan bermalas-malasan, tentu tidak termasuk gemuk yang tercela. Dia tetap menjadi kebaikan, pahlawan bagi umat, dan berusaha melakukan aktivitas yang bermanfaat, sebagai bentuk kesyukuran karena diberikan badan yang kuat serta sehat.

Karena faktor usia, Rasulullah pun mengalami gemuk dan badannya mulai berdaging. Namun gemuknya Rasulullah sama sekali tidak menjauhkannya dari amalan Ibadah, baik wajib maupun Sunnah. Rasulullah hanya menyesuaikan ibadah sunnahnya sesuai dengan kemampuannya. Yang biasa melaksanakan shalat Witir 9 rakaat sambil berdiri, menjadi 7 rakaat dengan berdiri dan sisanya 2 rakaat dengan duduk. Jumlah rakaatnya tetap, namun 2 rakaat terakhir beliau lakukan dengan cara duduk.

Sayidah Aisyah radhiyallahu ‘anha menceritakan,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يُوتِرُ بِتِسْعِ رَكَعَاتٍ فَلَمَّا بَدَّنَ وَلَحُمَ صَلَّى سَبْعَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ

“Bahwa Nabi melakukan witir 9 rakaat, setelah beliau mulai gemuk dan berdaging, beliau shalat 7 rakaat. Kemudian shalat 2 rakaat sambil duduk,” (HR. Ahmad 26651 dan Bukhari 4557).

Kesimpulan

Badan gemuk dikatakan tercela jika kegemukan disebabkan senang makan tanpa henti sehingga menyebabkan Anda malas untuk beribadah. Namun jika kegemukan lebih disebabkan karena faktor genetika maka itu tidak tercela, apalagi jika badan digunakan untuk semakin rajin beribadah kepada Allah Ta’ala.

Wallahu a’lamu bish shawab.

 

Rubrik ini diasuh oleh Drs H. Tb Syamsuri Halim, M.Ag (Pimpinan Majelis Dzikir Tb. Ibnu Halim dan Dosen Fakultas Muamalat STAI Azziyadah Klender).

 



Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group