Sosok Kamal Ismail, Insinyur Mualaf di Balik Megahnya Masjidil Haram-Nabawi
Sosok insinyur mualaf ini bahkan menolak dibayar oleh mendiang Raja Fahd

Muslim Obsession, Jakarta - Dibalik megahnya dan indahnya Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah ternyata karya dari seorang Mohamed Kamal Ismail, seorang arsitek asal Mesir. Sosok insinyur mualaf ini bahkan menolak dibayar saat mendiang Raja Fahd dari Arab Saudi memintanya untuk menjadi arsitek perluasan Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah pada 1908 silam.
"Mengapa saya harus mengambil uang untuk pekerjaan di tempat paling suci di dunia? Bagaimana saya bisa menghadap Allah di Hari Penghakiman (Hari Kiamat)?,” ujarnya kala itu.
Proyek pemugaran besar-besaran pertama Masjidil Haram terjadi pada 1926. Selain dipugar, di sekelilingnya juga ditambahkan 3 menara, mengganti lantainya menjadi marmer, mendirikan tenda-tenda di Mataf untuk melindungi jamaah dari panas matahari, hingga mengaspal akses antara Safa dan Marwah.
Kemal Ismail adalah orang yang menggagas penggunaan marmer sebagai lantai Masjidil Haram guna mengatasi cuaca panas di Arab Saudi. Marmer putih nan langka yang terkenal dengan kilaunya, warna putihnya, dan kemampuannya untuk mendinginkan bangunan yang terpapar panas seluruhnya diimpor dari Yunani.
Disebutkan ada 600 insinyur yang terlibat dalam pekerjaan tersebut. Mahmoud Bodo Rasch salah satu insinyur muda yang turut andil dalam proyek perluasan dua masjid suci. Selama pengerjaan perluasan masjid, Bodo Rasch mengaku sangat kagum dengan Kamal Ismail yang merupakan kepala Rasch dalam proyek perluasan tersebut. Bodo Serch menyatakan banyak belajar tentang ornamen Islam dari Kamal Ismail.
Bodo Rasch dipercaya mendesain dan konstruksi 27 kubah lipat. Masing-masing kubah tersebut memiliki berat 80 ton, dibangun di atas sasis baja yang dilengkapi dengan empat motor masing-masing 3 kW dan dapat membuka atau menutup kubah sekitar 400 meter persegi dalam 70 detik.
Lapisan luar kubah terbuat dari keramik tradisional, tetapi pada cetakan serat karbon. Kubah bagian dalam terbuat dari kayu lapis yang ditutupi dengan ukiran kayu tradisional dari Maroko. Batu semi mulia dan daun emas dimasukkan ke dalam ornamen ini.
Drama Marmer Putih
Raja Fahd kemudian meminta Ismail untuk menggunakan marmer putih yang sama di Masjid Nabawi 15 tahun setelahnya. Kamal Ismail kembali ke produsen yang sama untuk mendapatkan kualitas yang sama. Namun, Lantai marmer yang sama dengan yang dia beli 15 tahun lalu untuk Masjidil Haram sudah habis terjual.
Pada saat Kamal Ismail meninggalkan kantor tersebut, dia tidak sengaja bertemu dengan sekretaris kantor penjual marmer tersebut. Dia menanyakan keberadaan orang yang membeli sisa marmer yang pernah dia beli 15 tahun lalu.
Sekretaris mengatakan sulit untuk mencari data mengenai pembeli tersebut karena sudah lebih dari satu dekade. Namun, dia bersedia untuk mencarikannya. Kamal Ismail pun memberikan memberikan alamat dan nomor hotelnya. Dia berjanji akan langsung mengunjungi sekretaris tersebut keesokan harinya.
Dalam perjalanan menuju hotel, Kamal Ismail mempertanyakan keputusannya mencari tahu siapa pembeli marmer putih yang menghabiskan stok marmer.
Belum selesai keraguannya, keesokan harinya sekretaris tersebut mengabarinya jika dia menemukan alamat pembeli marmer tersebut. Kamal Ismail langsung pergi menemui sekretaris tersebut dan tanpa disangka ternyata pembeli tersebut adalah perusahaan asal Arab Saudi.
Kamal Ismail kembali ke Arab Saudi pada hari yang sama. Sesampainya di sana, dia langsung mengunjungi perusahaan tersebut dan bertemu dengan direktur admin di sana. Dia menanyakan keberadaan marmer yang dibeli 15 tahun lalu digunakan untuk apa.
Direktur tersebut pada awalnya mengaku tidak ingat marmer tersebut berada dimana. Dia pun mencoba menghubungi staf ruang stok perusahaan. Ternyata marmer tersebut tidak digunakan untuk apa pun, tersimpan rapih di gudang perusahaan dengan jumlah yang diperlukan oleh Kamar Islmail untuk Masjid Nabawi.
Seketika Kamal Ismail menangis dan menceritakan tujuannya mencari marmer tersebut hingga bisa bertemu dengan direktur perusahaan. Kamal Ismail pun menyodorkan cek kosong untuk diisi harga jual marmer tersebut.
Akan tetapi, direktur perusahaan tersebut menolak untuk mengisi cek tersebut setelah tau marmer itu akan digunakan untuk Masjid Nabawi. Dia memberikan semua marmer tersebut secara sukarela kepada Kamal Ismail.
Sosok Cerdas
Kamal Ismail diketahui sebagai orang termuda dalam sejarah Mesir yang menerima ijazah sekolah menengah atas. Kamal melanjutkan ke Royal School of Engineering dan menjadi yang termuda kembali setelah lulus dari sekolah tersebut.
Kamal Ismail kemudian dikirim ke Eropa untuk menyelesaikan tiga gelar doktor di bidang arsitektur Islam. Selain itu, Kamal Ismail juga mendapat syal “Nil” dan pangkat “Besi” dari sang raja.
Kemal Ismail menikah pada usia 44 dan melahirkan hanya memiliki seorang putra. Sepeninggal istrinya, dia memilih hidup sendiri, mengabdikan diri untuk beribadah dan menjauh dari sorotan media hingga kematiannya pada usia 100 tahun pada 2008 silam. (fan)
Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group