Jadilah Mujaddid, Jangan Jadi Mujaddil

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْمَهْرِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ عَنْ شَرَاحِيلَ بْنِ يَزِيدَ الْمُعَافِرِيِّ عَنْ أَبِي عَلْقَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فِيمَا أَعْلَمُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
“Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Daawud Al-Mahriy, telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Wahb, telah mengkhabarkan kepadaku Sa’iid bin Abi Ayyuub, dari Syaraahiil bin Yaziid Al-Mu’aafiriy, dari Abu ‘Alqamah, dari Abu Hurairah –radhiyallaahu ‘anhu-, yang mana aku mengetahuinya dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah akan membangkitkan untuk umat ini di setiap awal 100 tahun, seseorang yang akan memperbaharui agama ini.” [Sunan Abu Daawud 6/349, Daar Ar-Risaalah Al-‘Aalamiyyah] BACA JUGA: Ramadhan, Bulan untuk Buktikan Eksistensi Iman Dalam hadits itu, Allah akan mengutus atau membangkitkan setiap awal 100 tahun seorang Mujaddid (orang yang akan memperbaharui agama ini), bukan seorang Mujaddil. Mujaddil dari kata jadala artinya perdebatan. Jadi Mujaddil adalah orang yang selalu bedebat. Suka berdebat kusir yang tanpa tujuan, tanpak arah dan tanpak dasar serta tanpak kesimpulan. Bukannya mencerahkan, malah memburamkan, bukan menyejukan malah memanaskan, bukan menenangkan malah membingungkan, bukannya menjelaskan malah semakin mengaburkan. Mujaddil Inilah yang diancam oleh hadits Nabi Muhammad ﷺ: Dalam Sunan At-Tirmidzy dan Ibnu Majah dari hadits Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ: مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً
“Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat) “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja”,” (HR. At-Tirmizi dan Ibnu Majah). BACA JUGA: Apa dan Siapa Salaf? Walaupun tidak semua perdebatan itu tercela. Seperti halnya perdebatan dalam berdakwah dan menyampaikan serta menampakan kebenaran. Seperti yang dilakukan oleh seorang ‘alim dengan niat yang baik dan konsisten dengan adab-adab (syar’iy) maka perdebatan seperti inilah yang dipuji. Allah Ta’ala berfirman:ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik,” (QS. An-Nahl: 125). Dan Allah Ta’ala berfirman:وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik,” (QS. Al-‘Ankabut: 46). Dan Allah Ta’ala berfirman:قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Mereka berkata: “Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar,” (QS. Hud: 32). Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab.Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group