Ramadhan, Bulan untuk Buktikan Eksistensi Iman

754

Oleh: Ustadz Syukron Ma’mun Albhogori (Pengurus MUI Kota Bogor)

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS. Al-Baqarah: 183).

Kalimat يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا (wahai orang orang yang beriman) terulang sebanyak 89 kali pada 20 surat didalam al-Qur’an. Yang penulis ketahui dari lima rukun islam, hanya syariat puasa (ibadah mahdhoh) yang diawali dengan kalimat ini, selebihnya kalimat yaa Ayyuhalladziina aamanuu itu untuk ibadah ghair mahdhoh/muamalah yang memang nampak bukan seperti ibadah.

BACA JUGA: Men-Dhomirkan Al-Quran

Dan mumalah itu bisa disebut ibadah jika didasari dengan iman. Muamalah yang didasari iman inilah yang membedakan antara mumalah nya orang beriman dengan muamalahnya orang kafir, dan bobot mumalahnya nyapun pasti berbeda.

Pertama, Kata “wahai,” dalam bahasa Arab, atau lebih khusus lagi, Ilmu Nahwu, adalah Huruf Nida, yaitu huruf untuk memanggil. Yang dipanggilnya dinamakan Munada. Sedang kalimatnya disebut Nida.

Kosakata bahasa Arab untuk “wahai,” adakalanya ya (يا), dan adakalanya Hamzah (أ/a), tergantung jauh dan dekatnya Munada (yang dipanggil). Apabila jauh, maka dengan ya (يا), dan jika dekat, maka dengan “a” (أ). Bahkan, selain dengan ya (يا), untuk Munada yang jauh, kadang pula dengan ay (أي), aya (أيا), dan haya (هيا).

Imam Fakhrudin Arrazi dalam Tafsir Kabirnya mengatakan, nida dalam kalimat yaa ayyuhalladziina aamanu, bukan berupa kalimat khabari (kalimat berita), bukan pula kalimat insya’i (kalimat perintah), akan tetapi nida dalam kalimat itu untuk menunjukan kualitas, keutuhan dan totalitas dari munada (orang yang dipanggil).

BACA JUGA: Apa dan Siapa Salaf?

Fakhrudin Arrazi berpendapat huruf nida “yaa” untuk menunjukan panggilan jauh, “ayyu” untuk yang dekat, dan “Ha” litanbih sebagai peringatan. Beliau mengatakan jauh untuk menunjukan keadaan mati, dekat menunjukan keadaan hidup, posisi orang yang berada di antara kondisi hidup dan mati biasanya adalah posisi sedang tidur atau lalai.

Maka ada “Ha” yang bermakna litanbih (peringatan) untuk membangunkan atau menyadarkan. Menyadarkan dan membangunkan orang yang beriman yang imannya dalam kondisi tertidur atau lalai.

Seolah-olah ayat itu ingin mengatakan, wahai orang yang beriman, bangun, sadar, ramadhan yang mulia, dan mengandung sejuta keistimewaan telah datang, bangun, dan sadarlah untuk meraih bebagai manfaat dan keutamaan didalamnya.

Berbeda dengan Imam Fakhrudin Arrazi, Ali bin Abi Thalib ra, menafsirkan huruf-huruf nida dalam kalimat yaa ayyuhalladziina aamanu dengan tafsiran, “yaa” nidaunnafsi (panggilan jiwa), “ayyu” nidaaulqolbi (panggilan hati), dan “Ha” nya nidaaurruuh (panggilan jiwa).

Jadi yang dipanggil dari orang beriman itu bukan hanya fisik nya tapi totalitas dari dirinya baik jiwanya, ruhnya dan juga hatinya.

Karena memang puasa itu untuk taqwa, dan taqwa harus dimulai dari iman dan iman itu dimulai dari hati.

Karena puasa yang punya fungsi menggugurkan dosa-dosa adalah puasa yang ايمانا واحتسابا begitupun qiyaamurramadahan yang dapat menggugurkan dosa-dosa adalah qiyaamurramadhan yang ايمانا واحتسابا (penuh keimanan dan keikhlasan).

Yang kedua, Ibnu Mas’ud ra, berkata; jika Allah Ta’ala berfirman dengan kalimat يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا (wahai orang-orang yang beriman), maka bukalah pendengaran kalian lebar-lebar, karena di dalamnya ada kebaikan dan kebahagian baik terkait dengan apa yang akan diwajibkan Allah untuk kalian, maupun terkait dengan apa yang akan dilarang-Nya.

Dan kewajiban dalam ayat ini yang diungkapan setelah kalimat yaa ayyuhalidziina aamanu adalah kewajiban puasa yang diungkapan dengan kata kutiba ‘alaa.

Kewajiban kutiba ‘alaa adalah kewajiban yang istimewa berbeda dengan kewajiban yang diungkapan dengan kewajiban farodho atau wajaba. Bagaiamana penjelasannya? Insyaa Allah bersambung dalam tulisan berikutnya.

Wallahu a’lam bish shawab.

1 KOMENTAR

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here