Rahasia Puasa di Balik Kewajiban Kutiba (كتب)

1119

Oleh: Ustadz Syukron Ma’mun Albhogori (Pengurus MUI Kota Bogor)

Satu di antara sekian banyak keistimewaan dan kehebatan puasa dibandingkan ibadah ritual lainnya adalah bisa dilihat dari diksi yang digunakan Allah Ta’ala, dalam perintah wajibnya dengan menggunakan kata كتب (Kutiba) bukan farodho atau awjaba/wajaba.

Ada banyak kosa kata dalam Al-Quran yang terdiri dari huruf ك-ت-ب tetapi hanya kalimat yang terdiri dri huruf ك-ت-ب yang di awalnya ada huruf على lah yang memiliki makna wajib.

Seperti dalam QS.. 2:216 tentang kewajiban perang, (كتب عليكم القتال) QS. 2:178 kewajiban Qishas (كتب عليكم القصاص) QS. 2:180 kewajiban wasiat (كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت), QS. 6:12&54 kewajiban memberi rahmat bagi Allah dan QS. 2:183 kewajiban puasa (كتب عليكم الصيام).

Apa rahasia di balik kewajiban puasa sebagai kewajiban “Kutiba” tersebut?

Paling tidak ada tiga hal yang saya ingin ungkapkan dalam uraian singkat ini:

Pertama, kewajiban Kutiba (كتب) adalah kewajiban yang digunakan Allah, ketika Dia mewajibkan sesuatu pada diri-Nya, dan kewajiban bagi Allah itu cuma satu (jika benar-benar Allah memiliki kewajiban), yaitu kewajiban memberikan rahmat-Nya. sebagaimana dalam firman-Nya,

 كَتَبَ عَلَىٰ نَفۡسِهِ ٱلرَّحۡمَةَۚ

“Dia (Allah) telah mewajibkan atas diri-Nya Rahmat (kasih sayang),” (QS. Al-An’am 12).

BACA JUGA: Ramadhan, Bulan untuk Buktikan Eksistensi Iman

Jika kita korelasikan antara kewajiban Allah untuk memberikan rahmat, dengan kewajiban puasa yang menggunakan kata Kutiba, seolah-olah Allah ingin menegaskan bahwa, “telah Ku wajibkan atas kalian puasa, sebagaimana Aku telah mewajibkan atas diriku rahmat”.

Jadi, puasa dalam kewajiban Kutiba adalah kewajiban yang mengandung rahmat, bukan kewajiban yang mengandung beban, bahkan puasa disyariatkan Allah justru untuk mengangkat beban Hamba-Nya.

Beban dosa, akan diampuni-Nya, beban kekurangan amal shalih akan dilipat-gandakan-Nya, doa dan harapan akan dikabulkan-Nya dan setan yang membuat beban dalam ketaatan pun akan disingkirkan-Nya dengan cara diikat oleh Allah Ta’ala. Inilah puasa yang kewajibannya adalah kewajiban Kutiba, yakni kewajiban yang mengandung rahmat.

Kedua, kewajiban Kutiba adalah kewajiban untuk menunjukan kedekatan antara yang mewajibkan dengan hamba yang menjalankan kewajiban. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal:

BACA JUGA: Apa dan Siapa Salaf?

a- Dari kalimat yang digunakan Allah, dengan kata kerja pasif (fiil majhul/maf’ul) yang menunjukan saking sudah dikenalnya subjek tersebut dan menunjukan dekatnya, sehingga tidak disebutukan lagi.

b- Kata ganti عليكم (atas kamu/kalian) sebagai orang kedua yang hadir dan diajak bicara, dhomir atau kata ganti كم dalam ayat itu menunjukan orang kedua yang diajak bicara, dan hal ini untuk menunjukan adanya kedekatan.

c- Bisa dilihat di ayat 186 QS. Al-Baqoroh, yang menjelaskan posisi Allah yang sangat dekat, yang ayat itu berada di antara ayat-ayat tentang puasa. Artinya: “dan Apabila hamba hamba-Ku bertanya kepada Mu tentang Aku, maka katakanlah (Muhammad) bahwa Aku ini dekat,” (QS. 2:186).

Ketiga, kewajiban Kutiba adalah kewajiban penting agar kita tidak kehilangan momentum atau kesempatan. Hal ini bisa kita lihat dari kalimat fiil majhul (kata kerja pasif) tadi.

Perlu diketahui, dalam gramatika bahasa Arab (ilmu Nahwu) kata kerja atau fiil itu ada dua yaitu:

BACA JUGA: Men-Dhomirkan Al-Quran

1- Fiil Ma’lum (kata kerja aktif) seperti ضرب زيد بكرا/dhoroba zaidun bakron (telah memukul Zaid kepada Bakar);

  1. Fiil Majhul (kata kerja pasif) ضرب بكر/dhuriba bakrun (dipukul Bakar).

Dalam kalimat di atas Allah menggunakan kata كتب /Kutiba, yang asalnya adalah كتب /Kataba, yang artinya telah mewajibkan Allah kepada kalian puasa. Diganti menjadi diwajibkan atas kalian puasa.

Digantikannya kata kerja aktif menjadi pasif (dari fiil ma’lum menjadi fiil majhul) dalam ilmu Balaghoh paling tidak ada 9 alasan, satu di antaranya adalah untuk meringkas /menyingkat. Kenapa harus disingkat?

Hal ini dilakukan karena saking pentingnya perintah tersebut atau dalam hal ini saking pentingnya kewajiban tersebut, agar kita tidak kehilangan momentum/kesempatan.

Karena kewajiban itu sifat nya أياما معدودات (hari-hari yang terbatas) hari-hari spesial yang sangat singkat, kurang lebih hanya 30 hari di antara 365 hari.

Hanya pada 30 hari itu setiap amal hamba dilipatgandakan, yang sunnah dinilai wajib dan yang wajib dinilai sama dengan 70 kali melakukan kewajiban.

Hanya di 30 hari itu setiap doa akan dikabulkan Allah. Hanya di 30 hari itu, setan sebagai penghambat kebaikan diikat dan dibelenggu. Hanya di 30 hari itu pintu-pintu surga dibuka lebar sementara pintu neraka ditutup rapat. Dan hanya di 30 hari itu kekurangan amal kita selama 335 hari bisa ditambal dan ditutupi bahkan disempurnakan.

Dan ada satu hari di antara 30 hari itu, jika manusia beramal dan beribadah amal dan ibadah nya bisa lebih baik dari 1.000 bulan atau 83 tahun tiga bulan.

Itulah puasa, sebagai kewajiban Kutiba. semoga kita mampu memanfaatkannya dengan sebaik dan seoptimal mungkin. Aamiin yaa Robbal ‘Aalamiin.

Wallahu a’lam bish shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here