Trik Jitu Teuku Umar Melamar Cut Nyak Dhien

Muslim Obsession - “Dan seorang pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi.” Demikian kata Soe Hok Gie dalam buku Catatan Seorang Demonstran. Perumpamaan seorang pahlawan dan negeri kita ialah ibarat darah dengan daging. Sebab kemerdekaan Indonesia setelah dijajah ratusan tahun, tidak terlepas dari peluh keringat dan darah mereka. Dari begitu banyaknya Pahlawan Nasional Indonesia, mungkin banyak juga yang terlupakan begitu saja. Meski luput dari catatan sejarah, jasa mereka tetaplah abadi. Namun beruntung, hal demikian tidak terjadi kepada Cut Nyak Dhien. Nama sosok perempuan tangguh asal Aceh ini terukir di dada Indonesia sebagai salah satu Pahlawan Nasional yang berjuang tak takut mati melawan Belanda pada masa Perang Aceh. Terlepas dari kisah superhero dirinya, ternyata beredar kisah asmara Cut Nyak Dien yang amat menarik. Yakni ketika dirinya dilamar oleh Teuku Umar yang juga merupakan tokoh Pahlawan Nasional. [caption id="attachment_12615" align="alignleft" width="220"]
Cut Nyak Dhien (Foto: Wikipedia)[/caption] Pernikahan Teuku Umar dengan Cut Nyak Dhien terjadi pada 1880. Konon sebelumnya, Umar sudah memiliki dua istri, yakni Nyak Sofiah, anak seorang uleebalang yang dinikahinya pada 1874. Kemudian dia menikah lagi dengan Nyak Mahligai, putri salah satu pemimpin rakyat Aceh yang disegani, Panglima Sagi XXV Mukim. Meski demikian, Teuku Umar tetap memberanikan diri untuk melamar Cut Nyak Dhien. Dalam bukunya berjudul Cut Nyak Din, Muchtaruddin Ibrahim (1996) menuliskan bahwa Umar memang sangat mengagumi sosok perempuan pemberani yang juga masih kerabatnya itu. Pernikahan Teuku Umar dengan Cut Nyak Dhien disambut dengan gembira dan dirayakan dengan upacara yang cukup meriah. Kabar ini pun didengar oleh pemerintah Belanda di Kotaraja, Banda Aceh. Mereka menyadari bahwa pernikahan itu sama halnya dengan penggabungan dua kekuatan besar yang berpotensi membahayakan. Di luar itu semua, nyatanya tidak mudah seorang Umar mencuri dan meluluhkan hati Cut Nyak Dhien untuk dinikahi. Bahkan, Umar harus kehilangan muka saat pernyataan cintanya ditolak mentah-mentah oleh Cut Nyak Dhien. [caption id="attachment_12616" align="alignright" width="252"]
Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar (Foto: Istimewa)[/caption] Kisah cinta mereka berawal saat Cut Nyak Dhien marah besar karena suami pertamanya Teuku Ibrahim Lamnga tewas dalam perang melawan Belanda di Gle Tarum pada 28 Juni 1878. Kemarahannya membuat dirinya bersumpah akan menghancurkan Belanda. Cut Nyak Dhien pun mengucap janji akan bersedia menikahi laki-laki yang dapat membantunya menuntut balas kematian Teuku Ibrahim. Selama menjanda bertahun-tahun, Cut Nyak Dhien memimpin sendiri pasukan perang. Namun, rupanya dia gelisah mencari sosok pendamping sekaligus pemimpin pasukan perang. Akhirnya muncullah seorang pria dari Meulaboh yang tidak lain ialah Teuku Umar. Teuku Umar langsung jatuh hati saat pertama kali melihat Cut Nyak Dhien. "Saya bersedia menjadi panglima perang pasukan ini. Namun, dengan syarat Cut Nyak Dhien bersedia menjadi istri saya," kata Umar. Sontak Cut Nyak Dhien terkejut mendengar pernyataan Teuku Umar. Cut Nyak Dhien pun menolak dengan tegas lamaran Teuku Umar. Mendapat respon seperti itu, Teuku Umar hanya bisa menarik napas dalam-dalam. Namun, bukanlah seorang pahlawan jika dia mudah menyerah dan pasrah. [caption id="attachment_12617" align="alignleft" width="200"]
Teuku Umar (Foto: Wikipedia)[/caption] Dia berusaha keras mendapatkan cinta Cut Nyak Dhien. Saking besarnya cinta itu, konon dia membuat adegan rekayasa demi mendapatkan perhatian dari Cut Nyak Dhien. Ceritanya begini. Suatu hari Cut Nyak Dhien sedang melatih pasukan berpedang. Tiba-tiba ramai orang lewat dan mengangkat Teuku Umar yang berlumuran darah dan ditandu. Kemudian terjadilah percakapan di antara keduanya. Cut Nyak Dhien: Kenapa ini? Teuku Umar: Saya mau pulang Cut Nyak Dhien: Jangan, kita obati dulu, harus kita obati ini, jangan putus asa seperti itu Teuku Umar: Biar saya mati saja, Cut Nyak pun menolak cinta saya Cut Nyak Dhien: Kita obati dulu, nanti baru kita urus yang itu Teuku Umar: Tak apa, Cut Nyak beri saja obat itu ke saya Lalu setelah beberapa hari, Teuku Umar kemudian sembuh dari 'luka' itu. Dia pun menagih janji kepada Cut Nyak Dhien. Karena merasa berjanji, Cut Nyak Dhien akhirnya memenuhi janjinya dan menikah dengan Teuku Umar. [caption id="attachment_12618" align="alignright" width="250"]
Rumah Cut Nyak Dhien (Foto: Wikipedia)[/caption] “Jangan panggil aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Namun bukan berarti aku tak butuh lelaki untuk aku cintai.” kata Pramoedya Ananta Toer dalam tulisannya Bumi Manusia. Kiranya seperti itu pula yang terjadi pada sosok Cut Nyak Dhien yang akhirnya luluh oleh bujuk Teuku Umar. Tapi terlepas dari itu semua, bersatunya mereka mengobarkan kembali semangat juang rakyat Aceh. Soal ‘luka’ Teuku Umar, belakangan Cut Nyak Dhien merasa curiga. Akhirnya Teuku Umar berkata jujur dan mereka berdua pun tertawa. Perang demi perang pun terus terjadi. Teuku Umar akhirnya tewas tertembak. Meski pedih, Cut Nyak Dhien tidak ingin membuang waktu hanya untuk menangisi suaminya. Ia tak mau pengorbanan Teuku Umar sia-sia. Cut Nyak Dhien bertekad melanjutkan perjuangan suaminya sampai tetes darah terakhir. [caption id="attachment_12619" align="alignleft" width="250"]
Cut Nyak Dien Setelah tertangkap oleh Belanda (Foto: Wikipedia)[/caption] M.H. Szekely-Lulofs dalam Cut Nyak Din: Kisah Ratu Perang Aceh (1948) menuliskan fragmen ini dengan amat menyentuh. Sambil memeluk Cut Gambang, anak satu-satunya dari Teuku Umar yang mulai menangisi kepergian sang ayah, Cut Nyak Dhien berucap dengan suara gemetar: “Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid!” Cut Nyak Dhien lalu berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Cut Nyak Dien saat itu sudah tua dan sakit-sakitan, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun, keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Terlebih, ia juga masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap. Akibatnya, dia dibuang ke Sumedang. Cut Nyak Dhien meninggal pada 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Nama Cut Nyak Dhien kini diabadikan sebagai Bandar Udara Cut Nyak Dhien di Meulaboh. (Vina)





Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group