Hukum Memasang Sutrah dalam Shalat

1457
Ilustrasi: Orang sedang shalat dengan memasang sutrah.

Oleh: Drs H. Tb Syamsuri Halim, M.Ag (Pimpinan Majelis Dzikir Tb. Ibnu Halim dan Dosen Fakultas Muamalat STAI Azziyadah Klender)

Terkadang kita shalat tanpa pembatas shalat atau dalam bahasa Arab disebut Sutrah shalat. Sutrah atau pembatas ketika shalat bertujuan agar orang-orang tidak lalu lalang di depan orang-orang yang shalat.

Sutrah merupakan pembatas orang yang shalat baik memakai tembok, batu, papan, sajadah, atau garis. Shalat menghadap sutrah hukumnya sunnah ketika mukim maupun safar, pada shalat wajib maupun sunnah, di masjid maupun di tempat lain. Berdasarkan keumumun hadits.

إذا صلى أحدكم فليصل إلى سترة وليدن منها

“Jika salah seorang dari kalian hendak melakukan shalat maka shalatlah dengan menghadap sutrah dan mendekatlah ke sutrah itu,” (HR. Abu Daud).

Dan juga berdasarkan hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Juhaifah  radhiyallahu ’anhu.

أن النبي صلى الله عليه وسلم ركزت له العنزة فتقدم وصلى الظهر ركعتين يمر بين يديه الحمار والكلب لا يمنع

“Bawasannya telah ditancapkan tongkat untuk Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, lalu beliau maju dan melakukan shalat Dzhuhur dua raka’at (yakni dalam safar, pen), lewat keledai dan anjing di depan beliau, tidak ditahan,” (HR. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim).

Dan hadits riwayat Muslim dari Tholhah bin ‘Ubaidillah radhiyallahu ’anhu. Beliau berkata, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

إذا وضع أحدكم بين يديه مثل مؤخرة الرحل فليصل ولا يبال من مر وراء ذلك

“Apabila seseorang dari kalian meletakkan di depannya (sutrah yang tingginya) seperti belakang tunggangan maka hendaklah ia melakukan shalat dan tidak usah peduli siapa yang lewat di belakang sutrah itu,” (HR. Muslim).

Ukuran dan Macam-Macam Sutrah

Urutan Sutrah menurut pendapat yang Mu’tamad (kuat) adalah:

  1. Dinding atau tiang, yaitu segala yang tingginya 2/3 hasta atau lebih, dan jaraknya dengan tumit paling jauh adalah 3 hasta (dikonversi dengan sentimeter maka ukuran minimalnya adalah panjang 23 cm, lebar 7 cm, tinggi 26 cm, dan tebal kayu 1 cm)
  2. Jika tidak ada, bisa pakai tongkat yang di tancapkan.
  3. Jika tidak ada, bisa dengan membetangkan sajadah/semacamnya.
  4. Jika tidak ada juga, boleh dengan menggaris tempat di depannya sepanjang 3 hasta.

Menghadap/menggunakan sutrah dalam shalat adalah SUNNAH. (Fathul Mu’in/24)

Melewati Orang yang Shalat Memakai Sutrah

Jika ada seseorang sedang shalat memakai sutrah seperti sajadah, misalnya, maka haram melintasi di sekitar sajadah tersebut.

Imam Abu Hamid Al-Ghazali melintas di sekitar sutrah itu tidak haram namun makruh.

Sunah bagi orang yang shalat tersebut untuk menghadang dengan tangannya jika ada orang yang melintas di sekitar Sutrah.

Namun ada beberapa hal yang dikecualikan akan keharamannya melintasi orang yang sedang shalat yaitu:

1.Jika orang shalat di Masjidil Haram maka boleh bagi orang lain melintasinya. Ini berlaku selama ia shalatnya di batasan yang diperbolehkannya thawaf.

2. Boleh melintasi orang yang shalat sedangkan dia shalatnya di tempat orang yang mondar mandir/perlintasan masuk, seperti shalatnya di depan pintu masuk.

3. Boleh melintasi orang yang shalat jika ada tempat yang kosong untuk mengisi shaf yang kosong.

4. Boleh melintasi jika dia dalam keadaan terdesak seperti Ingin buang hajat sedangkan dia berada di shaf atau barisan pertama.

5. Boleh terpaksa lewat di depan orang shalat, bila darurat tidak ada jalan lain.

Wallahu a’lam bish shawab.

 

Referensi

▪ Kitab Fathul Mu’in halaman 24

▪ Taqrirot Sadidah:

التقريرات السديدة ج ١ ص ٢٥٠

إذا كانت السترة معتبرة فيحرم المرور و نقل الإمام النووي في مجموعه قولا عن الإمام الغزالي : أنه يكره المرور و لا يحرم و في هذا سعة لكثير من الناس و يندب للمصلي دفع المار

و يجوز المرور مع وجود السترة في أربع حالات :

١. إذا كان في حرم مكة في محل الطواف فقط

٢. إذا قصر المصلي بأن صلى في الطريق

٣. إذا وجد المصلى فرجة فيجوز له المرور لسد الفرجة

٤. إذا كان مضطرا بأن كان يريد قضاء الحاجة أثناء الصلاة

▪ Al-Majmu’:

المجموع شرح المهذب

)المسألة الثانية) إذا صلى إلى سترة حرم على غيره المرور بينه وبين السترة ، ولا يحرم وراء السترة . وقال الغزالي ” يكره ولا يحرم ” والصحيح [ ص: 228 ] بل الصواب أنه حرام ، وبه قطع البغوي والمحققون ، واحتجوا بحديث أبي الجهيم الأنصاري الصحابي رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : { لو يعلم المار بين يدي المصلي ماذا عليه ؟ لكان أن يقف أربعين خيرا له من أن يمر بين يديه } رواه البخاري ومسلم ، وفي رواية رويناها في كتاب الأربعين للحافظ عبد القادر الرهاوي : { لو يعلم المار بين يدي المصلي ماذا عليه من الإثم {

▪Fatkhul ‘Alam

فتح العلام

واعتمد الأسنوي ما نقله الإمام عن الأئمة من جواز المرور حيث لا طريق غير ما بين المصلي وسترته كما في الكردي وبشرى الكريم

▪Al-Hawasyi Al-Madinah

الحواشي المدنية

قال الأذرعي لا شك في حل المرور اذا لم يجد طريقا سواه عند ضرورة خوف نحو بول أو لعذر يقبل منه وكل ما رجحت مصلحته على مفسدة المرور فهو في معنى ذلك

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here