Zakat dan Wakaf Sektor Penyangga Keuangan Syariah

2228

Pemanfaatan Aset Wakaf

Indonesia memiliki aset wakaf yang besar dan tersebar di banyak tempat. Menurut data saat ini, per Januari 2017 jumlah tanah wakaf di seluruh Indonesia adalah sebanyak 435.768 kavling dengan total luas sebesar 4.359.443.170 m2, dimana baru 66 persen yang tersertifikasi. Luas tanah wakaf diasumsikan delapan kali luas wilayah negara Singapura. Sebagian besar tanah wakaf belum dimanfaatkan untuk kegiatan produktif yang memberi nilai tambah kepada umat.

Sementara itu untuk wakaf uang sampai saat kini baru terkumpul wakaf tunai sekitar Rp 22 miliar oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) dari potensi wakaf uang sebesar Rp 377 triliun per tahun. Kalau diakumulasikan dengan wakaf uang yang dihimpun oleh lembaga wakaf seperti Wakaf Al-Azhar dan Tabung Wakaf Dompet Dhuafa dan lainnya, jumlah perolehannya mungkin masih di bawah Rp 200 milyar. Wakaf uang juga dihimpun oleh sejumlah Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU), namun jumlahnya masih relatif kecil.

Menurut penelitian Zainulbahar Noor (2014) dengan asumsi sederhana: apabila 100 juta dari 204 juta muslim Indonesia melaksanakan wakaf uang rata-rata Rp. 100.000 per bulan (atau rata-rata Rp. 35.000 per hari), total wakaf yang terkumpul dalam satu bulan: Rp 10 triliun, per tahun Rp. 120 triliun. Pencapaian 50 persen daripadanya, jumlah wakaf uang terkumpul dalam satu tahun Rp. 60 triliun setara dengan total aset Bank Syariah Mandiri dan Bank Muamalat pada tutup buku tahun 2014.

Pada prinsipnya semua aset wakaf sesuai ketentuan syariah harus terjaga keabadiannya. Aset wakaf harus diinvestasikan ke dalam sektor yang produktif yang menghasilkan keuntungan supaya memberi manfaat kepada umat sedangkan modalnya tetap utuh. Investasi ekonomi wakaf oleh nadzir yang amanah akan lebih baik kalau bisa menghidupkan ekonomi riil dan memberi nilai manfaat untuk kemaslahatan umat.

Secara faktual ratusan ribu masjid, dan ribuan sekolah, madrasah, pesantren, dan fasilitas sosial berdiri di atas tanah wakaf dan dibangun dari hasil pengumpulan zakat, infak/sedekah dan wakaf (ZISWAF) umat Islam. Pada 14 Agustus 2017 saat menerima tamu pengurus Asosiasi Masjid Kampus Indonesia saya mendapat informasi dari pengelola lembaga zakat, infak/sedekah dan wakaf Rumah Amal Salman ITB, dimana kegiatan sosial Masjid Salman ITB masjid kampus pertama di Indonesia itu kini sedang merancang pembangunan rumah sakit dengan dana wakaf.

Ketentuan perundang-undangan tentang wakaf secara kategoris telah mengatur peruntukan harta benda wakaf ialah untuk: (a) sarana dan kegiatan ibadah; (b) sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan; (c) bantuan kepada fakir miskin anak terlantar, yatim piatu, beasiswa, (d) kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan (e) kemajuan kesejahteraan umum lainnya.

Saya memandang prospek pengembangan zakat dan wakaf ke depan akan terus mengalami kemajuan kendati tantangan yang dihadapi juga cukup kompleks. Saya mencatat sedikitnya 6 isu aktual seputar perwakafan yang perlu mendapat perhatian dan solusi dari kita semua. Pemetaan isu-isu aktual ini telah saya sampaikan kepada Bappenas dalam rangka persiapan KNKS beberapa waktu lalu, yaitu:

Pertama, kurangnya akurasi data dinamis aset wakaf, termasuk wakaf uang atau wakaf tunai (cash waqf).

Kedua, masih rendahnya angka pengumpulan wakaf uang.

Ketiga, masih banyak tanah wakaf yang belum tersertifikasi (sekitar 34%) dan belum dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan umat.

Keempat, masih banyak ditemukan tanah wakaf yang diserobot oleh perusahaan properti, wakaf diambil kembali oleh ahli waris, aset wakaf lenyap atau digunakan di luar haknya, dan ruislag (tukar guling) tanah wakaf yang bermasalah.

Kelima, kurangnya pemanfaatan aset wakaf untuk kegiatan ekonomi produktif dan pemanfaatan yang memberi nilai tambah bagi kesejahteraan umat.

Keenam, kapasitas dan rasa tanggung jawab para nadzir (pengelola wakaf) yang masih perlu ditingkatkan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here