
Jakarta, Muslim Obsession – Wakil Menteri Agama (Wamenag) Saiful Rahmat Dasuki menyatakan langkah Kemenag melaporkan ke polisi terkait aktivitas umrah mandiri atau backpacker agar pengelolaan umrah di Indonesia lebih tertata dengan baik.
Umrah backpacker itu menjalankan aktivitasnya di Tanah Suci tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). “Karena ke depan pengelolaannya harus tertata lagi,” kata Saiful usai menghadiri acara yang digelar Majelis Hukama Muslimin Indonesia di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (4/10).
Kemenag menyatakan umrah backpacker telah melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Karenanya, ia mengatakan pemerintah tengah mencari jalan terbaik bagi penyelenggaraan umrah supaya jemaah tetap mendapat pelayanan terbaik.
“Makanya kita coba mencari yang terbaik buat penyelenggaraan umrah itu,” kata dia.
Meski begitu, Saiful tidak memerinci lebih lanjut langkah lanjutan apa yang akan dilakukan Kemenag usai melaporkan aktivitas umrah backpacker ke Polda Metro Jaya. Ia mengatakan masih mengikuti prosesnya.
“Iya, kita liat saja prosesnya,” kata dia.
Sebelumnya Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama Nur Arifin telah membuat laporan resmi aktivitas penawaran umrah ‘backpacker’ ke Polda Metro Jaya. Surat tersebut sudah layangkan pada 12 September 2023 lalu.
Meski begitu Nur tak menjelaskan pihak mana yang dilaporkan atas kasus tersebut. Fenomena umrah backpacker menjadi perbincangan lantaran terdapat pesan berantai terkait informasi penawaran program tersebut di berbagai platform media sosial.
Ia menjelaskan bisnis perjalanan ibadah umrah diatur oleh UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Nur mengatakan aktivitas umrah backpacker terancam sanksi pidana kurungan selama enam tahun atau pidana denda Rp6 miliar. Selain itu juga ada larangan bagi pihak yang tidak memiliki izin sebagai PPIU menerima setoran biaya umrah dengan pidana berupa penjara delapan tahun atau denda Rp8 miliar.