UAH: Cintai Muhammadiyah Seperti Seorang Ibu Mencintai Anaknya

636
Ustadz Adi Hidayat.

Muslim Obsession – Milad Muhammadiyah menurut Ustadz Adi Hidayat (UAH) memiliki arti yang mendalam bagi warga persyarikatan khususnya dan warga negara bangsa Indonesia pada umumnya.

Merujuk kamus Ash Shihah fi Lughoh yang ditulis oleh Al Jauhari, UAH menjelaskan bahwa, kata Milad berbeda dengan Maulid. Kata milad terangnya, adalah satu kata yang menujuk pada satu makna yaitu waktu yang tidak terbatas oleh ruang.

“Berbeda dengan kata maulid, dia bisa menujuk pada dua kalimat sekaligus secara umum. Bisa kepada tempat, bisa kepada waktu,” kata UAH sapaan akrab Ustad Adi Hidayat dalam Tausyiah Resepsi Milad 108 Muhammadiyah yang diadakan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jabar pada Senin (7/12).

Kata milad menurut kader Muhammadiyah alumni Pondok Pesantren Darul Arqom Garut ini biasa digunakan untuk mengambil inspirasi dan spirit waktu tersebut. Pengunakan kata milad untuk Hari Lahir Muhammadiyah sama dengan ingin menarik referensi yang melahirkan inspirasi dari waktu lahirnya Muhammadiyah.

Referensi tersebut dijadikan inspirasi untuk membangun pondasi perjuangan dan mengaplikasikan nilai-nilai dasar ketika berjuang di Persyariaktan Muhammadiyah. Diksi milad, tuturnya, memberikan pesan kepada semua terkait dengan 108 tahun usia Muhammadiyah dengan cita-cita besarnya.

Makna dari Kata Milad

Kata milad juga tidak hanya menunjuk pada waktu kelahiran, melainkan jika diambil pendalaman makna dari akar katanya wa la da. Maka akar kata milad menunjukkan satu keterhubungan yang kuat dan dibungkus kasih sayang. Jika dihubungkan dengan dimensi kemanusiaan, kuatnya hubungan tersebut sampai mengakar secara bilogis.

“Saat kata Milad disatukan dengan Muhammadiyah seakan-akan memberikan kesan bahwa, kata ini bukan hanya sekedar memberikan gambaran kepada kita tentang kapan Muhammadiyah itu berdiri,” ungkapnya.

Melainkan jika dua kata tersebut disatukan akan menuntut kepada setiap warga persyarikatan yang merefleksikan 108 tahun Muhammadiyah, dan melahirkan pertanyaan besar terkait dengan seberapa besar ikatan warga dengan Persyarikatan Muhammadiyah.

“Pertanyaan pertama yang harus dihadirkan sebagai refleksi pada diri kita. Sejauh mana kita mencintai Muhammadiyah seperti ibu mencintai anak dalam rahimnya,” imbuhnya.

Ustadz Adi Hidayat berpesan, bagi para pejuang di Persyarikatan harus memiliki kasih dan cinta kepada Muhammadiyah. Jangan sampai alih-alih memberikan nilai kehidupan perjuangan tetapi malah sebaliknya mencari hidup di Muhammadiyah.

BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here