Tidak Dadakan, Alam Telah Beri Peringatan Sebelum Gunung Semeru Meletus

517

Muslim Obsession – Banyak pihak yang menyebut letusan Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur terjadi secara tiba-tiba-tiba, tanpa adanya peringatan hingga memakan banyak korban.

Namun faktanya tidak demikian. Hal ini dijelaskan oleh Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Profesor Nana Sulaksana bahwa proses mitigasi kebencanaan gunung berapi di Indonesia sudah baik.

Menurutnya, Indonesia sudah memiliki peta kawasan rawan bencana yang disusun oleh ahli geologi dan vulkanologi.

Peta ini menjadi pedoman lembaga terkait melakukan mitigasi bencana khususnya erupsi gunung berapi.

Peta ini telah memetakan wilayah-wilayah rawan bencana, termasuk di dalamnya permukiman yang rawan terdampak serta sungai yang akan menjadi aliran lahar.

Selain itu, lokasi pengamatan, jalur evakuasi, hingga lokasi pengungsian sudah dipetakan dengan baik dalam peta tersebut.

“Dari kejadian erupsi Gunung Semeru kemarin, tampak bahwa peta lokasi yang terkena bencana dapat dikatakan 90 persen tepat,” kata Prof Nana Sulaksana.

Ia menyatakan, erupsi gunung berapi sudah bisa diprediksi sebelumnya berdasarkan tanda-tanda alam yang muncul.

Hal ini juga telah didukung protokol mitigasi yang baik. Informasi erupsi sudah dapat disampaikan ke masyarakat satu jam sebelum letusan berapi.

“Dalam ukuran satu hari atau satu jam sudah termasuk bagus berdasarkan kacamata mitigasi bencana. Jadi, erupsi Semeru kemarin bukanlah sesuatu yang terjadi tanpa pemberitahuan,” ujarnya.

Gunung Semeru, tutur Prof Nana, memiliki karakter sendiri. Hal ini disebabkan setiap kompleks gunung berapi di Indonesia memiliki dapur magmanya tersendiri.

“Antara satu gunung api dengan yang lain sebenarnya berbeda. Karena itu, karakternya juga berbeda karena kandungannya berbeda,” tutur Prof Nana.

Dilihat dari tipe letusan, kata Prof Nana, berdasarkan hasil penelitian dan historis, Gunung Semeru secara spesifik memiliki erupsi besar. Setelah itu, gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut kemudian akan tertidur kembali.

Karakter ini berbeda dengan gunung-gunung lain semisal Merapi atau Sinabung. Dinamika magma dari gunung tersebut bergerak simultan. Artinya, erupsi dengan intensitas kecil bisa terjadi dalam waktu yang sering.

Karena itu, setiap gunung berapi di Indonesia memiliki stasiun pengamatannya sendiri. Para pengamat gunung berapi akan rutin melakukan pengamatan terhadap aktivitas gunung berdasarkan perubahan temperatur, catatan seismograf, hingga penampakan visual dari peningkatan gunung berapi.

Status gunung berapi kemudian akan berubah berdasarkan data yang diamati dan direkam di stasiun pengamatan. Pergerakan aktivitas gunung berapi juga dilakukan berdasarkan historis erupsi sebelumnya.

“Jadi, karakter erupsi gunung berapi itu tidak bisa disamakan dengan gunung berapi lainnya,” ucap Prof Nana.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here