TGB Zainul Majdi: Semangat Memimpin Sang Tuan Guru

3144

Berguru Santun pada Tuan Guru

“Inilah gubernur yang kalau mengkritik tidak membuat sasarannya terluka. Bahkan tertawa-tawa. Saking mengenanya. Saya mengenal banyak gubernur yang amat santun. Semua gubernur di Papua termasuk yang sangat santun. Yang dulu maupun sekarang. Tapi, gubernur yang baru mengkritik pers itu luar biasa santun. Sebagai gubernur, Tuan Guru Bajang sangat mampu dan modern. Sebagai ulama, Tuan Guru Bajang sulit diungguli. Inikah sejarah baru? Lahirnya ulama dengan pemahaman Indonesia yang seutuhnya?”

Tulisan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di era SBY, Dahlan Iskan, yang dimuat Jawa Pos berjudul “Tuan Guru dengan Masa Depan yang Panjang” pada Februari 2016 itu bisa mewakili testimoni sebagian pihak yang mengakui kesantunan sang Gubernur.

 

Peran Ibu di Balik Sukses

Apa kunci sukses Muhammad Zainul Majdi bisa menjadi orang nomor satu di NTB? Ternyata, salah satu faktor yang paling penting di balik kesuksesannya itu adalah adanya peran ibu dalam mendidik anaknya.

Pria yang akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) ini menceritakan, ketaatan dirinya terhadap seorang ibu sudah dilakukan sejak masih kecil sampai saat ini. Diceritakan bahwa semasa menimba ilmu di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, sejak 1991 hingga 1997. Ia sempat heran dengan ibunya yang berbeda dengan yang lain.

“Umi (ibu) kirim surat hanya dua kali. Isinya pun sederhana, rajin belajar,” kata TGB saat dialog interaktif di Universitas Tidar, Magelang, Jawa Tengah, Minggu, (14/5/2017).

Umi, kata TGB sangat menghargai dan menjunjung tinggi keilmuan. Karena itu saat TGB mengikuti studi di Mesir, ia dilarang pulang sebelum benar-benar selesai dan menguasai ilmu yang dipelajarinya. TGB menilai, perlakuan ini jauh berbeda dengan apa yang didapat teman-temannya di Kairo yang sering ditelepon ibunya serta pulang ke Indonesia hampir setiap tahun.

Hingga pada akhirnya, setelah kembali ke Pulau Lombok, TGB menanyakan langsung kepada ibunya tentang hal ini. “Umi, dulu waktu tiang (saya) di Mesir, kenapa tiang dilarang pulang setiap tahun, kenapa hanya kirim surat dua kali isinya juga sama, rajin belajar?” tanya TGB.

Ibunya dengan sederhana menjawab pertanyaan TGB, bahwa tidak ada yang paling berharga untuk seorang anak dari ibunya selain doa. Meski jarang berkomunikasi, sang ibu mengaku tidak pernah putus mendoakan anaknya yang sedang berjuang di negeri orang. “Kalau ada pencapaian baik saya, selain karena karunia Allah SWT, itu juga berkat doa umi yang bentengi saya,” ungkap TGB.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here