TGB Kritik Disertasi Abdul Aziz Soal ‘Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur’ 

1490
  1. Milkul yamin istilah Al-Qur’an yang ditafsirkan para ulama sebagai:

Pertama, perempuan budak rampasan perang yang boleh digauli karena status budaknya.

Kedua, sebagian ulama mengatakan kebolehan digauli harus dengan pernikahan. Menurut pandangan ini, budak itu harus dinikahi dulu baru boleh digauli. Beda dengan istri biasa adalah dari segi asal. Milkul yamin berasal dari budak, istri dari wanita merdeka. Namun keduanya harus dinikahi terlebih dahulu.

Baca juga:

MUI: Konsep Seks di Luar Nikah Bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah

Komentar Menohok Buya Yahya Soal Disertasi ‘Bolehnya Seks Diluar Nikah’

  1. Menjadikan Milkul yamin sebagai justifikasi seks luar nikah jelas tidak memiliki dasar yang kuat. Setengah kuatpun tidak.

Kalau pun pendapat pertama yang digunakan, kenyataannya adalah seluruh dunia termasuk negara Islam telah sepakat menghapus perbudakan termasuk dalam peperangan dan mengkriminalkan pelakunya.

  1. Memperluas makna milkul yamin selain budak rampasan perang adalah kecerobohan sekaligus kebodohan. Persis seperti kecerobohan dan kebodohan Syahrur dalam menafsirkan banyak kosakata dan istilah dalam Al-Quran. Tesis utama Syahrur : Alquran turun sebagai pedoman untuk semua manusia dan sepanjang masa, karena itu harus bisa disesuaikan dengan cara hidup apapun dimanapun. Al-Quran harus sesuai, disesuaikan dan dipaksa sesuai.

Dalam kasus ini, karena seks diluar nikah adalah jamak di banyak tempat maka Al-Quran harus menyesuaikan. Dengan ilmu cocokologi alias gothak gathuk, ketemulah milkul yamin.

  1. Khulasatul kalam, membaca Syahrur berujung pada ungkapan yang sering dikutip Imam Alusi dalam tafsirnya : نسمع جعجعة و لا نرى طحنا ‘Suara alu bertalu-talu, namun tak ada tepungnya’. (Way)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here