Temukan Kejanggalan, MN KAHMI Desak Permendikburistek Dicabut

1282

Jakarta, Muslim Obsession – Majelis Nasional KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) mendesak agar Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi dicabut.

Demikian tuntutan yang dilayangkan MN KAHMI lewat Pernyataan Sikap yang ditandangani Koordinator Presidium Ahmad Riza Patria dan Sekjen Manimbang Kahariady, Jumat (12/11/2021).

“Setelah melakukan kajian mendalam dan dengan mempertimbangkan pula hasil Ijtima Ulama yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 11 November 2021 dan pernyataan sikap ormas-ormas Islam sebelumnya, maka Majelis Nasional KAHMI meminta kepada pemerintah agar mencabut atau setidak-tidaknya mengevaluasi, merevisi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi,” bunyi salah satu butir poin Pernyataan Sikap tersebut.

BACA JUGA: Ijtima MUI Minta Nadiem Cabut Permendikbud Kekerasan Seksual

Selanjutnya, manakala Permendikbudristek tersebut direvisi, maka harus dilakukan dengan mempertimbangkan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai Pancasila, dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

Selain itu juga memperkuat aturan yang sudah ada yang telah diterapkan di kampuskampus/perguruan tinggi sehingga ada sinergisitas dalam implementasinya sehingga lebih efektif, serta menerapkan asas keterbukaan dalam proses revisi, sehingga tertib muatannya proporsional, serta tetap dalam kerangka menghormati otonomi kelembagaan perguruan tinggi.

MN KAHMI menyebut ada beberapa kejanggalan dalam Permendikbudristek tersebut, yakni (a) Adanya ketentuan yang secara konsepsional bertentangan dengan pertimbangan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai Pancasila, dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat;

BACA JUGA: Langgar Tujuan Pendidikan, Parmusi Desak Menteri Nadiem Cabut Permen PPKS

(b) Mengemukanya pertimbangan nilai-nilai liberal yang bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai Pancasila, dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat.

(c) Tidak diterapkannya asas keterbukaan dalam proses pembentukannya. Tidak tertib muatan, serta tidak mempertimbangkan kerangka otonomi kelembagaan perguruan tinggi.

MN KAHMI menegaskan, kejanggalan-kejanggalan dalam ketentuan yang ada dalam Permendikbudristek tersebut berpotensi kontraproduktif dalam penafsiran dan praktik kebijakannya di lapangan, sehingga niat dan tujuan mulia pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi, tidak dapat tercapai secara efektif. (Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here