Suerrr.. Akang Belum Ikhlas, Nyai! (Bagian 2)

901

“Meski telah membuat kecewa, apakah Nyai kehilangan rasa ikhlas telah membuat masakan untuk suami?”

“Ya, jelas, Abah..”

“Dan kamu, Endut. Perilakumu yang mengecewakan hati Nyi Larung, apakah benar-benar telah kamu sadari?”

“Sudah, Abah. Saya berjanji untuk tidak mengulanginya lagi,” kali ini Mang Endut menjawab dengan mantap.

“Nah, sebenarnya sudah selesai persoalannya, kan? Apakah Nyai masih tetap kesal?”

“Ya, jelas, Abah..”

“Cobalah untuk memaafkan, Nyai. Ikhlaskan apa yang telah terjadi. Tugas Nyai sudah benar dengan menyiapkan masakan buat suami. Adapun masakan itu, jika akhirnya tidak dimakan suami, mungkin saja hal itu sudah menjadi bagian dari rencana Tuhan. Ikhlaskan, Nyai. Insya Allah, Nyai akan mendapat balasan kebaikan yang setimpal.”

“Abah, ini bukan persoalan ikhlas atau tidak ikhlas. Ini persoalan betapa Kang Endut telah lalai dan melanggar janji yang telah diikrarkan!”

“Nyai, ikhlas itu merupakan sebuah tindakan yang tidak meminta imbalan apapun bentuknya. Begitu juga dengan apa yang telah dilakukan Nyai. Jika imbalan yang diminta Nyai hanyalah sebatas agar suamimu memakan apa yang Nyai masak, hal itu mungkin masih wajar. Akan tetapi jika imbalan itu dipinta dengan paksaan, maka niscaya hilanglah substansi keikhlasan itu. Adapun janji yang dilanggar suamimu itu pun akan menjadi pertimbangan di hadapan Tuhan!”

Nyi Larung dan Mang Endut yang mendapat penjelasan itu kembali tertunduk. Keduanya semakin menyadari betapa tindakan yang telah dilakukan tak sepatutnya terjadi jika saja keduanya memahami posisinya masing-masing. Penjelasan Abah Astagina kali ini benar-benar menohok batin sepasang suami-istri itu.

“Sudah saatnya kalian belajar bertindak ikhlas. Sebab keikhlasan itu sangat dekat dengan keridhaan Tuhan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. berkisah…”

“Maaf sebentar, Abah. Sebelum melanjutkan, apakah Abah ingin minum? Air putih saja, kan?” Nyi Larung memotong ucapan Abah Astagina.

“He, he, heh.. Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga, Nyai. Apa saja yang penting enak,” Abah terkekeh melihat putrinya tanggap pada situasi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here