Shalat Qadha dalam Perspektif Hukum Islam

1749

Oleh: Drs H. Tb Syamsuri Halim, M.Ag (Pimpinan Majelis Dzikir Tb. Ibnu Halim dan Dosen Fakultas Muamalat STAI Azziyadah Klender)

Mengqadha shalat artinya mengganti shalat yang terlewat dari waktunya. Hukumnya wajib dikerjakan, sebab shalat yang terlewat waktunya tidak gugur kewajibannya.

Shalat Qadha dalam Kitab Hadits Shahih Muslim

Ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat terbangun terlambat Shalat Subuh setelah terbitnya matahari, Nabi Saw. dan sahabat mengqadhanya saat setelah terbangun.

Ketika itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan sahabat untuk tetap sakinah, tidak terburu buru dalam berwudhu lalu merekapun mengqadha Shalat Subuh setelah terbit matahari.

(Shahih Muslim, Bab Mengqadha shalat yang tertinggal dan disunnahkan untuk menyegerakannya hadits no. 680)

Shalat Qadha Menurut Pendapat Jumhur Ulama

مباحث قضاء الصلاة الفائتة حكمه

قضاء الصلاة المفروضة التي فاتت واجب على الفور سواء فاتت بعذر غير مسقط لها أو فاتت بغير عذر أصلا باتفاق ثلاثة من الأئمة (الشافعية قالوا: إن كان التأخير بغير عذر وجب القضاء على الفور وإن كا…ن بعذر وجب على التراخي

Hukum mengqadha shalat fardhu menurut kesepakatan tiga madzhab (Hanafi, Maliki dan Hanbali) adalah wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin, baik shalat yang ditinggalkan sebab adanya uzur (halangan) atau tidak. Sedangkan menurut Imam Syafi’i qadha shalat hukumnya wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin bila shalat yang ditinggalkan tanpa adanya uzur dan bila karena uzur, qadha shalatnya tidak diharuskan dilakukan sesegera mungkin.

(Al-Fiqh ‘alaa Madzaahiba l-Arba’ah I/755).

Jumlah Shalat Qadha

Untuk jumlah, kita yakini saja berapa kali shalat fardhu yang sudah kita tinggalkan. Setelah kita yakin, barulah kita kerjakan shalat qadha.

Berikut ini pendapat jumhur ulama tentang jumlah shalat fardhu yang ditinggalkan kemudian diganti dengan shalat qadha.

1. Sholat fardhu yang tidak diketahui jumlahnya berapa yang sudah ditinggalkan menurut Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah yaitu dengan mengqadha semua shalat hingga ia yakin telah terbebas dari semua shalat yang pernah ia tinggalkan.

2. Sedangkan menurut Hanafiyyah tidak perlu yakin asal ia telah punya dugaan bahwa shalat yang pernah ia tinggalkan telah ia qadha’ maka sudah cukup.

Waktu Shalat Qadha

1. Wajib menggunakan semua waktunya untuk qadha shalat kecuali di waktu-waktu yang ia juga berkewajiban menunaikan tanggungannya, seperti mencari nafkah dan juga bila shalat wajib yang dia tinggalkan bukan karena uzur syar’i seperti malas shalat, keasyikan mengobrol. Maka dalam hal ini pelaksanaan shalat qadha wajib didahulukan dari shalat wajib yang hadir (shalat yang di kerjakan pada waktunya).

2. Waktu shalat qadha itu disunnahkan setelah shalat fardhu  (shalat yang dikerjakan pada waktunya).

Syarat-syarat Shalat Qadha

1. Diurutkan shalat-shalat yang diqadha, dimulai dari Shalat Shubuh kemudian Zhuhur, Ashar, Magrib, dan Isya.

Berkata ulama dari kalangan Mazhab Imam Syafii, “Mengurutkan shalat yang telah lewat (yang wajib diqadha) hukumnya sunat”.

2. Sunat juga mendahulukan shalat yang telah lewat atas shalat yang hadir (shalat yang dikerjakan pada waktunya) yang tidak dikhawatirkan terjadi keluar waktunya. Namun jika keluar waktunya walau satu rakaat, maka wajib didahulukan shalat yang hadir, yaitu shalat yang dikerjakan pada waktunya.

Hal ini karena mengikuti perbuatan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam saat perang Khandaq dan agar keluar dari perbedaaan ulama yang mewajibkannya.

Referensi Hukum

  • Al-Fiqh ‘alaa Madzaahib al-Arba’ah I/763:

من عليه فوائت لا يدري عددها يجب عليه أن يقضي حتى يتيقن براءة ذمته عند الشافعية والحنابلة وقال المالكية والحنفية: يكفي أن يغلب على ظنه براءة ذمته

  • Al-Mausuu’ah alFiqhiyyah XVI/24:

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ مَنْ عَلَيْهِ فَوَائِتُ لاَ يَدْرِي عَدَدَهَا وَتَرَكَهَا لِعُذْرٍ وَجَبَ عَلَيْهِ أَنْ يَقْضِيَ حَتَّى يَتَيَقَّنَ بَرَاءَةَ ذِمَّتِهِ مِنَ الْفُرُوضِ . وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يَعْمَل بِأَكْبَرِ رَأْيِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ رَأْيٌ يَقْضِي حَتَّى يَتَيَقَّنَ أَنَّهُ لَمْ يَبْقَ عَلَيْهِ شَيْءٌ (1)

            (1) الطحطاوي على مراقي الفلاح ص 243 ، والقوانين الفقهية ص 50 ، ومغني المحتاج 1 / 127 ، وكشاف القناع 1 / 261 .

  • Al-Fiqh al-Islaam II/313:

وقال المالكية والشافعية والحنابلة (3) : يجب عليه أن يقضي حتى يتيقن براءة ذمته من الفروض

            (3) القوانين الفقهية: ص 72، مغني المحتاج: 1 / 127، كشاف القناع: 1 / 305.

وقال الشافعية (1) : يسن ترتيب الفائت، وتقديمه على الحاضرة التي لا يخاف فوت وقتها، عملاً بفعل النبي صلّى الله عليه وسلم يوم الخندق، وخروجاً من خلاف من أوجبه، فترتيب الفائتة وتقديمها على .الحاضرة مشروط بشرطين: الأول ـ ألا يخشى فوات الحاضرة، بعدم إدراك ركعة منها في الوقت. الثاني ـ أن يكون متذكراً للفوائت قبل الشروع في الحاضرة

 (1) مغني المحتاج: 1 / 127 وما بعدها، المهذب: 1 / 54

Wallahu a’lam bis shawab.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here