Santri Abad ke-21 Harus Miliki Keterampilan Literasi Digital

463
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi. (Foto: kemenag)

Jakarta, Muslim Obsession – Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi menilai jihad para santri masa kini semakin berat. Selain kemampuan ilmu keislaman (tafaqquh fi al-din), santri juga diharapkan memiliki keluasan cakrawala dalam beragam perspektif keilmuan umum.

Menurutnya, jika dulu berhadapan dengan penjajahan Belanda, tantangan santri saat ini jauh lebih kompleks. Mereka akan bergelut dengan isu-isu sosial kemasyarakatan, lingkungan, politik, ekonomi, dan kebangsaan yang lebih rumit dibandingkan dengan masa lalu, termasuk tantangan revolusi industri 4.0.

“Oleh karenanya, santri abad ke-21 harus memiliki keterampilan literasi digital (digital literacy), di samping literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewargaan,” tegas Wamenag saat berbicara pada webinar Peringatan Hari Santri di Jakarta, Kamis (21/10/2021).

BACA JUGA: Potensi Besar Industri Halal Tidak Bisa Lepas dari Keterlibatan Para Santri

Hadir juga sebagai narasumber Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya C Staquf, anggota Komisi VIII DPR KH Maman Imanul Haq, dan Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Waryono Abdul Ghofur.

Seperti diketahui, Hari Santri yang diperingati setiap 22 Oktober ini merujuk pada terbitnya Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945. Resolusi ini menyulut semangat juang para santri dan masyarakat untuk mempertahankan NKRI dari ancaman pendudukan kembali tentara sekutu Belanda dan Inggris (NICA).

Wamenag mengemukakan, dunia saat ini tengah memasuki periode perubahan transformatif (transformative change) dan pergeseran besar (megashift) dalam berbagai aspek kehidupan.

BACA JUGA: Wapres Dorong Santri Jadi Penggerak Perekonomian Nasional

Segala sesuatu telah mengalami proses mediatisasi, digitalisasi, virtualisasi, otomatisasi, robotisasi, mobilisasi, dan deteritorialisasi.

Berbagai bentuk teknologi digital telah berkembang, antara lain: kecerdasan buatan (artificial intelligence), data besar (big data), buku besar digital (blockchain), komputasi awan (cloud computing), Internet untuk Segala (Internet of Things atau IoT), pembelajaran mesin (machine learning), aplikasi seluler (mobile applications), nanoteknologi (nanotechnology), dan sebagainya.

“Revolusi digital diperkirakan akan menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia, yang diestimasi terjadi sampai tahun 2030 karena digantikan oleh mesin. Hal ini bisa menjadi ancaman dunia termasuk bagi Indonesia sebagai negara yang memiliki angkatan kerja dan angka pengangguran yang cukup tinggi,” ujar Wamenag.

BACA JUGA: Makna “Santri Siaga Jiwa dan Raga” Menurut Kiai Ma’ruf

“Kondisi saat ini memaksa semua pihak untuk melakukan akselerasi pemahaman dan penguasaan terhadap teknologi, tidak terkecuali para santri,” sambungnya.

Mengutip pesan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin, Wamenag mengatakan, santri milenial tidak cukup hanya pintar mengaji. Lebih dari itu, santri harus mempunyai daya hidup dan kreativitas agar siap memasuki dunia industri dan dunia usaha.

Agar lebih kontributif dalam memecahkan masalah yang kompleks pada abad ke-21, lanjut Wamenag, santri milenial juga harus dapat berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan mampu berkolaborasi.

Oleh sebab itu, proses pembelajaran di pesantren, selain tetap berorientasi tafaqquh fi al-din, semestinya juga terus disesuaikan agar selalu relevan dengan perkembangan zaman, tuntutan dunia industri dan dunia usaha, serta potensi kaum milenial dalam penghidupan di masa depan.

“Para ustadz di pesantren semakin penting untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter kepada santri, yaitu karakter religius dan jiwa fastabiqul khairat atau berlomba-lomba untuk kebaikan,” ujar Wamenag. (ARH/Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here