Sang Mutiara Itu (7 – terakhir)

645

Ada dua hal yang menonjol dari keputusan beliau itu. 1) bagaimana beliau selalu mendahulukan solusi damai di atas konflik. 2) bahwa beliau memiliki visi yang jauh dalam melihat jalan perjuangan.

Perundingan diplomasi di Hudaibiyah itu menghasilkan apa yang dikenal dalam sejarah dengan “Perjanjian Hudaibiyah”. Hal yang menakjubkan kemudian adalah ternyata di balik dari negosiasi yang dianggap sebagian sahabat sebagai posisi lemah, ternyata menjadi pintu kemenangan besar (fathun mubiina). Yaitu pintu besar untuk memasuki kembali kota Mekah dan membebaskannya dari cengkraman kesyirikan yang berkepanjangan.

Rasulullah SAW juga adalah pemimpin negara dan bangsa. Pemimpin dari sebuah negara yang baru dengan segala masa lalu kelamnya. Keragaman penduduknya yang pelik kerap menjadi penyebab gesekan-gesekan sosial. Perang antar suku menjadi sebuah tradisi lama sebelum beliau tiba di kota itu.

Maka untuk menata kembali sistim kenegaraan itu, demi menganyam kembali ikatan-ikatan sosial yang ragam itu, beliau menginisiasi terbentuknya konstitusi sipil pertama dalam sejarah manusia. Konstitusi inilah yang kita kenal dengan “Piagam Madinah” (Charter of Madinah).

Ada dua hal yang ingin saya garis bawahi dari Konstitusi Madinah ini.

Pertama, bahwa dalam proses pembuatannya Rasulullah SAW melibatkan semua komponen masyarakat Madinah, termasuk Yahudi, Kristen, bahkan mereka yang masuk dalam kategori Arab musyrik. Artinya ada karakter inklusifitas dalam prosesnya.

Kedua, bahwa salah satu bab terpanjang dalam Konstitusi itu adalah jaminan hak-hak minoritas (non Muslim). Bahkan mereka semua dianggap bagian dari umat Muhammad (ummati). Kata Umat di sini dalam konteks Madinah adalah Kebangsaan. Bahwa walaupun mereka beda agama tapi mereka punya hak yang sama sebagai bangsa.

Saya hanya ingin ingatkan bahwa peristiwa di atas terjadi di sebuah daerah padang pasir. Daerah yang kerap ditandai oleh kejahilan dan kekerasan. Dan ini terjadi di abad ke enam. Bukan abad 20 atau 21.

Bisakah manusia sedikit membuka mata dan pikiran tentang keagungan seorang Muhammad SAW dalam kehidupan publiknya? Di mana mereka yang bangga dengan peradaban barat? Mereka ada dalam kegelapan, bahkan sesungguhnya “tidak eksis”.

Mungkin terakhir yang ingin saya sebutkan juga adalah ketauladanan beliau dalam melakukan hubungan internasionalnya (global affairs). Saya tidak bermaksud untuk menjadikan beliau tuntunan dalam hubungan internasional secara literal. Saya tentunya tidak perlu melihat pemimpin dunia Islam mengirim surat dan mengajak pemimpin dunia lain masuk Islam.

Yang justeru ingin saya garis bawahi adalah adanya keberanian (courage) dan political will beliau untuk menampilkan eksistensinya sebagai bagian dari pemimpin dunia. Sesuatu yang saya yakin hampir tidak ada pada pemimpin dunia Islam masa kini.

Saya khawatir justeru ketauladanan ini berbalik. Dari keberanian dan keinginan untuk eksis sebagai salah seorang yang ikut menentukan wajah dunia global kita. Menjadi pemimpin-pemimpin yang hanya cenderung ikut kepada warna dunia yang ditentukan oleh pemimpin lain.

Akhirnya, saya ingatkan sekali lagi, masanya Umat untuk membuka mata terhadap sunnah-sunnah Rasul secara menyeluruh. Jangan diskriminatif dan parsial dalam bersunnah. Bersunnahlah kepada beliau termasuk di pasar-Pasar, kantor-kantor, parlemen-parlemen, bahkan di istana-istana negara.

Masalahnya apakah paham dan sadar? Atau apakah memang mengimani dengan sungguh-sungguh? Biar kenyataan hidup yang menjawab!

Udara New York-Chicago, 24 Desember 2019.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here