Risiko Depresi Dapat Diprediksi dari Detak Jantung

721

Muslim Obsession – Penelitian baru telah mengidentifikasi hubungan antara detak jantung dan depresi, yang dapat membantu diagnosis dan pengobatan masalah kesehatan mental.

Dilansir Medical News Today, Kamis (17/9/2020) sebuah studi percontohan baru menemukan bahwa depresi dapat diprediksi dengan akurasi 90% dengan menganalisis detak jantung seseorang selama 24 jam.

Penelitian yang dipresentasikan secara virtual di Kongres Neuropsikofarmakologi Kolese Eropa ke-33, mungkin bermanfaat dalam mendiagnosis depresi dan menentukan jenis pengobatan yang paling efektif.

Depresi adalah gangguan mood yang bisa melemahkan kehidupan sehari-hari. Ini dapat menyebabkan gejala fisik, serta perasaan sedih, cemas, mudah tersinggung, dan lesu serta membuatnya lebih sulit untuk berkonsentrasi, tidur, dan berbicara. Depresi juga dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan tertentu, seperti penyakit jantung.

Jika seseorang telah mengalami gejala depresi setiap hari selama minimal 2 minggu, ia mungkin mengalami episode depresi berat. Pada 2017, sekitar 7,1% populasi dewasa Amerika Serikat memiliki setidaknya satu dari episode ini.

Depresi dapat diobati dengan pengobatan, terapi bicara, atau keduanya. Dalam kedua kasus tersebut, pengobatan dapat memakan waktu berbulan-bulan agar efektif. Juga, pada beberapa orang, depresi resisten terhadap pengobatan.

Baru-baru ini, di A.S., ketamin telah disetujui untuk digunakan dalam keadaan ini. Separuh dari mereka dengan depresi yang resistan terhadap pengobatan mungkin melihat peningkatan gejala yang cepat setelah menerima ketamin yang diberikan oleh seorang dokter.

Ketamin dan detak jantung

Efektivitas Ketamine telah membuka pintu bagi penelitian baru yang mengeksplorasi cara-cara mendeteksi depresi. Salah satu metode tersebut melibatkan mempelajari detak jantung.

Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya hubungan antara variabilitas detak jantung dan depresi. Namun, karena pengobatan depresi biasanya membutuhkan waktu lama, kaitan ini sulit dipelajari.

Sebagai peneliti utama dari penelitian ini, Carmen Schiweck, Ph.D., dari Goethe University, di Frankfurt, Jerman, mencatat, “Kami tahu bahwa sesuatu sedang terjadi untuk menghubungkan detak jantung dengan gangguan kejiwaan, tetapi kami tidak tahu apa itu dan apakah itu akan memiliki relevansi klinis.” (Vina)

BAGIKAN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here