Rhenald Kasali: Waspadai 7 Shock Ekonomi Akibat Corona

795
Founder Rumah Perubahan, Rhenald Kasali. (Foto: Istimewa)

Muslim Obsession – Postur perekonomian dunia dan Indonesia saat ini tidak sedang dalam posisi terbaiknya. Ketika ancaman hantaman gelombang resesi akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok pada 2019 lalu mereda, kini ekonomi global dihantam tsunami akibat wabah virus Corona.

Founder Rumah Perubahan yang kini mengembangkan platform Mahir Academy Prof. Rhenald Kasali mengatakan, ada tujuh shock atau guncangan besar yang kini harus dihadapi pelaku usaha.

“Perlu langkah mitigasi dan strategi agar ekonomi kita bisa melalui masa sulit ini,” ujarnya saat memberikan update terkait webinar Mahir Academy by Rumah Perubahan berjudul The Outbreak: Challenges & Opportunities.

Webinar yang diinisiasi oleh platform Mahir Academy yang di-develop Rumah Perubahan tersebut diadakan Selasa (24/3) malam dan diselenggarakan secara gratis, bisa diakses melalui Zoom, Youtube, dan beberapa aplikasi web conference lainnya. Isu aktual seputar dampak Covid-19 terhadap ekonomi dan bisnis membuat peminat webinar mencapai ribuan orang.

Menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) tersebut, beberapa kajian menunjukkan potensi tujuh  shock yang mesti diwaspadai akibat hantaman wabah Corona.

Pertama, travel and entertainment shock. Lockdown maupun pembatasan mobilitas orang membuat bisnis seperti maskapai, airport, hotel, hingga olahraga ada di deretan terdepan yang terpukul oleh Corona.

Kedua, retail and manufacture shock. Di berbagai belahan dunia, mall mengurangi jam operasi, bahkan sebagian berhenti beroperasi. Industri manufaktur juga mengurangi produksi karena sepinya permintaan. “Ini bisa berdampak pada ancaman PHK,” jelasnya.

Ketiga, supply chain shock. Era perdagangan bebas membuat rantai pasok global saling berkait kelindan. Karena itu, ketika aktivitas ekonomi terhenti di berbagai negara, perusahaan yang selama ini mengandalkan pasokan bahan baku impor akan terdampak.

“Di Indonesia, industri elektronik sudah terganggu pasokan komponen, industri makanan minuman kekurangan pasokan gula dan garam, industri lain juga banyak terdampak,” sebutnya.

Kondisi serupa juga terjadi di banyak negara. Perusahaan raksasa seperti Apple, sebenarnya sudah menerapkan diversifikasi pemasok global. Ketika di awal tahun pasokan dari Tiongkok terganggu, Apple masih bisa berharap dari pemasok lain di Malaysia, Korea Selatan, Italia, hingga Jerman.

“Namun seiring penyebaran wabah Corona ke berbagai negara, produksi para pemasok juga terhenti,” ujarnya.

Kondisi semacam ini, lanjut Rhenald, makin menegaskan pentingnya membangun industri bahan baku di dalam negeri. Selain antisipasi supply chain shock seperti saat ini, juga untuk menekan impor.

“Ini PR lama yang mesti dituntaskan,” katanya.

Keempat, personal debt shock. Ketika aktivitas ekonomi melemah, maka ancaman PHK kian nyata. Demikian pula ancaman pemasukan bagi para pekerja informal seperti ojek online. Maka, potensi gagal bayar pada kredit sektor perumahan atau kendaraan bermotor akan naik.

“Bank atau lembaga keuangan non bank yang terkait kredit ini harus memiliki mitigasi yang tepat,” katanya.

Kelima, currency shock. Nilai tukar rupiah yang sebelumnya cukup stabil di kisaran Rp 14.000 per USD, terus terdepriasi akibat tekanan di pasar uang dan pasar modal. Hingga 24 Maret kemarin, nilai tukar Rupiah sudah menembus level Rp 16.486 per USD.

“Ini juga terjadi pada hampir semua mata uang global. Pelaku usaha yang bergantung pada bahan baku impor atau memiliki utang berdenominasi dolar AS harus waspada,” ucap Rhenald.

Keenam, market shock. Ancaman resesi global membuat harga saham di pasar modal berguguran. IHSG yang sempat mencapai level 6.325 pada pertengahan Januari 2020, Rabu lalu (23/3) jatuh 37 persen ke level 3.937. Kondisi ini harus dimitigasi oleh emiten maupun investor seperti Dana Pensiun atau perusahaan asuransi.

“Di satu sisi, ini juga peluang untuk masuk ke pasar modal karena harga saham sedang murah. Dengan catatan, perspektifnya harus long term,” ujarnya.

Ketujuh, believe shock. Menurut Rhenald, di awal kemunculannya, banyak orang under estimate terhadap Corona. Pejabat, pelaku usaha, pengamat, maupun media, awalnya percaya bahwa dampak Corona akan bisa diredam.

Tapi nyatanya, kini sulit dikendalikan. Akibatnya, level of confidence pelaku usaha maupun konsumen tergerus.

“Karena itu, paket stimulus pemerintah harus segera direalisasikan untuk meringankan dampak guncangan,” pungkasnya. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here