Mengokohkan Karakter Unggul Gen Z dari Kisah Inspiratif Nabi Ismail
Gen Z harus belajar dari karakter unggul Nabi Ismail soal spiritualitas dan akhlak mulia untuk menutupi kelemahan dirinya.

Oleh: Abdul Rozak, Praktisi Pendidikan dan Dosen Universitas Islam Negeri Jakarta
Perkembangan kemajuan teknologi telah memasuki era 4.0 yang tidak lama lagi akan beralih ke era 5.0 dalam perkembangan dan kemajuan teknologi. Era ini ditandai terjadinya transformasi digital dalam berbagai aspek kehidupan manusia yang dapat merubah pola interaksi menjadi tanpa batas antara manusia di berbagai penjuru dunia dalam dalam waktu yang amat singkat.
Transformasi digital juga mengubah pola pikir, sikap dan tindakan manusia yang semakin mudah, efesien dan efektif. Transformasi digital selain mendatangkan hal positif, juga melahirkan volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas (VUCA=Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) sebagai gambaran situasi yang sarat gejolak, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas. Gen Z merupakan kelompok generasi yang sangat dekat dengan transformasi digital tersebut.
Berkup (2014) menjelaskan bahwa Generasi Z merupakan generasi yang telah berinteraksi dengan teknologi dari lahir, sehingga teknologi sangat mempengaruhi kehidupan generasi ini. Selanjutnya generasi ini sering disebut sebagai generasi usia produktif karena memiliki potensi besar yang dapat ditumbuhkembangkan untuk menjadi SDM unggul dalam mewujudkan Indonesia maju.
Untuk menjadikan generasi ini sebagai SDM unggul diperlukan karakter unggul sebagaimana karakter unggul yang dimiliki Nabi Ismail AS putra Nabi Ibrahim AS dan Siti Hajar. Menginternasilisasikan karakter unggul Nabi Ismail kepada Gen Z merupakan keniscaayn sejarah di tengah tantangan dan perubahan zaman yang sangat fenomenal dan eksponensial.
Di tengah kemajuan teknologi digital tersebut yang secara bersamaan datangnya Generasi Z (Gen Z), sebagai laskar termuda dalam sejarah angkatan kerja. Pertanyaannya adalah akankah Gen Z mampu menopang dan menggerakkan roda inovasi dan menjadi SDM produktif untuk mendorong kemajuan dan kesejahteraan bangsa atau sebaliknya Gen Z menjadi generasi yang kontraproduktif bagi kemajuan bangsa?
Gen Z dan Karakternya
Generasi Z merupakan salah satu kluster generasi yang saat ini mendominasi jumlah penduduk di Indonesia, yaitu sekitar 74,93 juta jiwa (27,94 %) dari total populasi penduduk Indonesia. Generasi ini lahir antara pertengahan 1990 an sampai tahun 2012 (Christiani & Ikasaro, 2020;Hastini dkk., 2020;Permana, 2021). Generasi Z juga dapat disebut dengan Gen Z, iGen, Gen Zers, ataupun generasi pasca millenial.
Generasi dapat didefinisikan sebagai sekelompok individu yang mengalami peristiwa sosial dan sejarah penting di sekitar waktu yang sama dalam hidup mereka dan menunjukkan beberapa karakteristik dan perilaku yang sama (Mannheim, dalam Lyons & Kuron, 2014).
Barhate dan Dirani (2022) mendefinisikan Generasi Z sebagai generasi yang lahir pada tahun 1995-2012. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Gabrielova dan Buchko (2021), bahwa generasi Z lahir pada rentang tahun 1995-2012.
Dalam buku The New Generation Z in Asia: Dynamics, Differences, Digitalisation, disebutkan bahwa Gen Z merupakan generasi yang lahir pada pertengahan 1990an sampai dengan akhir tahu 2000an (Gentina, 2020). Sementara itu Atika dkk. (2020) mendefinisikan Gen Z sebagai generasi kelahiran tahun 1996-2010. Kemudian McCrindle (2014) menyatakan bahwa Gen Z adalah generasi yang lahir pada tahun 1995-2009. Terdapat satu lagi pendapat yang berbeda mengenai rentang kelahiran Gen Z, yaitu dari tahun 1995-2010 (Francis & Hoefel, 2018).
David Stillman dalam bukunya yang berjudul "Generasi Z: Memahami Karakter Generasi Baru yang Akan Mengubah Dunia Kerja" menuliskan tujuh sifat Gen Z yaitu :
1. Figital (Gen Z menunjukkan pola kerja baru dengan memadukan sisi fisik dan digital) ;
2. Hiper-Kustomisasi (Gen Z selalu berusaha untuk menyesuaikan identitasnya dan melakukan kustomisasi agar dikenal dunia);
3. Realistis (Gen Z menunjukkan pola pikir pragmatis dalam merencanakan dan mempersiapkan masa depan);
4. FOMO (Gen Z termasuk orang yang sangat takut dengan ketertinggalan informasi)
5. Weconomist (Gen Z hanya mengenal dunia dengan ekonomi berbagi, bekerja dengan cara-cara baru yang praktis dan hemat biaya dan peran sebagai filantropis);
6. DIY (Gen Z percaya dengan do-it-yourself atau lakukan sendiri dapat mempermudah segala urusan);7. Terpacu (Gen Z meyakini adanya pemenang dan pecundang dan menjadi generasi yang terpacu. (David Stillman, dkk. 2018).
Dalam buku Raising Children In Digital Era karya Elizabeth T. Santosa menjelaskan tujuh sifat yang melekat pada Gen Z yaitu, pertama, memiliki ambisi besar untuk sukses, kedua, berperilakuinstan, ketiga, cinta kebebasan, keempat, penuh percaya diri tinggi, kelima, menyukai hal yang detail;keenam, keinginan untuk mendapatkan pengakuan tinggi, dan terakhir, hidup dalam suasana penggunaan teknologi digital dan teknologi informasi. (Elizabeth T. Santosa,2015).
Pada diri Gen Z terdapat berbagai kelebihan dibandingkan dengan generasi lainnya yaitu:
1. Memiliki keahlian dalam menggunakan berbagai jenis teknologi
2. Memiliki kemampuan multitasking (dapat mengerjakan beberapa hal dalam waktu yang bersamaan)
3. Cepat dalam mengakses informasi dan tanggap dalam merespon fenomena sosial disekitarnya (Bencsik dkk., 2016;Christiani & Ikasari, 2020). Semua kelebihan tersebut membuat Generasi Z menjadi generasi yang tumbuh cerdas, terampil, kreatif, dan kritis dalam menggunakan teknologi.
Angelina Ika Rahutami mengatakan karakter pada generasi Z yaitu kemahiran dan ketertarikan terhadap teknologi, hal itu memudahkan generasi Z untuk memperoleh banyak informasi, tidak menyukai proses, hanya berorientasi pada hasil, cepat mengeluh bila menerima tugas berat, dan cenderung akan mengambil jalan pintas ketika menemui kebuntuan, menunjukkan sikap minimalis dan berorientasi target membuat berwawasan lebar dan tidak dalam." (Angelina Ika Rahutami, 2018).
Kyrousi dkk (2022) menyebutkan beberapa ciri khas Gen Z, yaitu: (a) Sangat paham teknologi tetapi dan memiliki tujuan yang tinggi;(b) Mayoritas sudah masuk dunia kerja atau masih berada di jenjang perguruan tinggi;(c) Lebih berani mengambil resiko daripada generasi millenial;(d) Kurang mandiri dan lebih membutuhkan dukungan;(e) Memiliki keinginan terhubung secara sosial dengan menghabiskan sebagian besar hidup mereka untuk berkomunikasi secara digital;(f) Kurang dalam keterampilan sosial seperti mendengarkan dan berpartisipasi dengan dalam percakapan dan menangani konflik dan pemecahan masalah;(g) Lebih suka bekerja sendiri, berbeda dengan generasi millenial.
Gentina (2020) dalam buku The New Generation Z in Asia: Dynamics, Differences, Digitalisation menyebutkan beberapa karakteristik khas dari Gen Z yaitu : pertama, merupakan digital natives;kedua, generasi dengan multiple identity yang menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk online, namun juga memperluas kegiatan sosialnya secara offline;ketiga, merupakan worried generation karena banyak mendapatkan paparan ujaran kebencian di media sosial;keempat, merupakan generasi yang kreatif, melihat ke masa depan, serta memiliki kemampuan kolaborasi dan sharing terutama melalui media sosial.
Berbagai karakteristik di atas terkait dengan Gen Z dapat dikelompok pada dua hal yaitu karakteristik positif dan karakteristik negatif. Langkah yang harus dilakukan adalah meminimalkan karakteristik negatif bahkan perlu langkah strategis dan taktis dalam menghilangkan karakteristik negatif yang ada pada diri Gen Z agar setiap langkah Gen Z berkontribusi positif dalam memajukan diri, masyarakat dan bangsanya.
Menyikapi sikap dan karakter negatif tersebut diperlukan langkah transformasi dan internalisasi karakter unggul yang dimiliki Nabi Ismail AS saat usia muda yang dapat memperkokoh karakter unggul Gen Z. Den.gan karakter unggul Nabi Ismail, dapat menjadikan Gen Z mampu mngatasi berbagai tantangan dan permasalahan yang muncul dalam era disrupsi dengan kondisi perubahan yang eksponensial, sangat cepat, kontradiktif dan membawa desktruktif
Karakter Unggul Nabi Ismail untuk Gen Z
Al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman hidup Umat Islam di dalamnya memuat banyak ha termasuk memuat kisah atau kejadian/peristiwa masa lalu yang terjadi pada umat terdahulu dan juga kisah para nabi dan orang sholeh. Kisah dalam Al-Qur’an memberikan isyarat dan makna penting bagi Umat Islam dan umat manusia pada umumnya bahwa kisah tersebut banyak mengandung nilai-nilai edukatif yang dapat diaktualisasikan dan diwariskan kepada setiap generasi.
Salah satu kisah yang Allah abadikan dalam Al-Qur’an adalah kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS yang diulang dalam Al-Qur’an paling tidak ada 11 kali yang tersebar dalam beberapa surat dan ayat, yaitu: Q.S. Al-Baqarah: 125, 127, 133, 136, 140, Q.S. Ali Imran: 84, Q.S. An-Nisa’: 163, Q.S. Al-An’am: 86, Q.S. Ibrahim: 39, Q.S. Maryam: 54, dan Q.S. Sad: 48.
Nabi Ibrahim pada mulanya bermukim di Harran sampai ia menikah dengan Siti Sarah yang merupakan putri pamannya. Namun, karena di daerah itu sulit menemukan orang yang mau menerima risalah agama yang diajarkan Nabi Ibrahim, ia hijrah (pindah) sesuai perintah Tuhannya sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-An Kabut: 26. Nabi Ibrahim pindah ke negeri Kana’an, seputar Palestina dan Syam atau Suriah (Masyad, 2002:74). Ketika Kana’an ditimpa bencana kekeringan, Nabi Ibrahim pindah ke Mesir, walau berikutnya balik lagi ke Kana’an disertai sang isteri dan seorang budak perempuan yang bernama Siti Hajar.
Pernikahannya dengan Siti Sarah ketika itu belum dikaruniai anak, oleh karenanya ia senantiasa memohon kepada Tuhannya agar segera dikaruniai putra. Hal ini diungkapkan dalam QS. Ash-Shaffat: 100. Atas kondisi tersebut Siti Sarah tampaknya memahami dan merasakan gejolak psikologis suaminya, sehingga ia mempersilahkan sang suami (Nabi Ibrahim) untuk menikahi Siti Hajar yang sebelumnya berstatus sebagai budak.
Setelah Nabi Ibrahim menikahi Siti Hajar akhirnya lahirlah seorang putra yang diberi nama Ismail, Dimana ketika itu Nabi Ibrahim telah berusia 87 tahun (QS. Ibrahim: 39). Dengan kelahiran sang putra, maka Siti Hajar yang semula hamba milik Siti Sarah yang dihadiahkan kepadanya oleh raja Mesir, kemudian oleh Siti Sarah dihadiahkan kepada Nabi Ibrahim dengan harapan Allah dapat memberinya seorang putra, karena pada saat itu Siti Sarah masih belum mempunyai keturunan (Katheir, 1998:190). Saat itulah Siti Hajar menjadi kian kuat kedudukannya, sehingga menimbulkan kecemburuan dan kesedihan bagi Siti Sarah (isteri tua).
Berdasarkan tuntunan wahyu, Siti Hajar dan Ismail akhirnya dibawa pergi oleh Nabi Ibrahim ke wilayah baru yang daerah itu amat gersang, sunyi senyap, tanpa penghuni satu pun. Ismail mendampingi ayahnya Nabi Ibrahim dalam berdakwah.
Nabi Ismail hidup terus berkembang bersama ayahnya dalam kegiatan dakwah. Di usia dewasa Ismail menikah dan diangkat sebagai nabi dan rasul sebagaimana ayahnya Nabi Ibrahim. Ismail menikah sebanyak 2 kali dan istri keduanya bernama Sayidah binti Mudhadh bin Amru Al-Jurhumi. Dari istri kedua nya inilah lahir bangsa Arab yang dikenal dengan sebutan bangsa Arab Musta’ribah yang kemudian dari jalur ini pula lahirlah Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian Nabi Muhammad SAW merupakan keturunan dari Nabi Ismail AS bin Nabi Ibrahim AS.
Nabi Isma’il a.s adalah putra dari Nabi Ibrahim AS dan Siti Hajar setelah perjalanan panjang yang dialami Nabi Ibrahim dalam bentuk cobaan dan ujian dari Allah SWT. Semua cobaan dan ujian itu disikapi dan dihadapi serta diterima Nabi Ibrahim dengan penuh kesabaran. Atas kondisi tersebut Nabi Ibrahim termasuk Ulul Azmi. Dari perjalanan panjang kehidupan Nabi Ibrahim yang belum dikaruniakan anak maka lahirlah seorang anak Bernama Ismail dari pernikahannya dengan Siti Hajar.
Salah satu ujian berat yang dialami Nabi Ibrahim itu adalah ketika Allah memerintahkannya untuk mengorbankan putranya yang bernama Ismail sebagai putra kesayangannya. Berkat keimanan yang ada di dalam dada dan kebaktian Ismail sebagai anak kepada orangtuanya, maka ia memasrahkan diri untuk disembelih (Salim, 2005:88-89). Dari kisah seorang ayah dan anak inilah kemudian disyariatkan Qurban.
Hal ini sebagaimana Allah ungkapkan dalam Surat Ash-Shaffat ayat 102, yang Artinya: “Maka takkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan Allah.
Kemudian Nabi Ismail AS wafat pada usia 173 tahun, di negeri Palestina yang menurut riwayat lain Nabi Ismail a.s wafat di Mekkah. Dia dimakamkan di samping makam ibunya yaitu Siti Hajar, yaitu di Hijr. Nabi Ismail meninggalkan pesan kepada anak cucunya yaitu sebagai berikut: “Hai anak cucuku sesungguhnya Allah SWT telah memilih Islam menjadi agamamu, karena itu janganlah kamu mati kecuali tetap dalam keadaan Islam” (Hanafi, 2009:62).
Karakter ketaatan dan kepatuhan yang ditunjukkan Nabi Ismail sebagai seorang anak kepada orang tuanya baik saat usia belia maupun saat sudah berumah tangga dengan istri pertamanya merupakan hal yang teramat penting dijadikan sebagai pembelajaran yang inspiratif bagi Gen Z dalam kondisi kekinian. Sikap dan prilaku Ikhlas Ismail sebagai seorang anak mencerminkan karakter unggul yang patut diteladani oleh Gen Z.
Menjadikan karakter unggul Nabi Ismail sebagai energi positif dan fondasi pembentukan kepribadian pada Gen Z dapat menjadikan Gen Z sebagai pilar penopang inovasi dan kemajuan bangsa karena Gen Z hadir sebagai SDM yang kokoh bagi tegaknya kemajuan bangsa dan negara.
Penutup
Quraish Shihab (2004:63) menegaskan dalam Tafsir Al-Mishbah bahwa keimanan dan kepatuhan Ismail kepada Allah SWT dan juga kepada orang tuanya, serta menunjukkan betapa tinggi akhlak dan sopan santun sang anak (Ismail) kepada Allah swt. Kondisi tersebut sesungguhnya sebagai gambaran pendidikan karakter dari seorang ayah (Nabi Ibrahim) kepada putranya (Nabi Ismail) dalam menanamkan keimanan dalam hati dan jiwa Ismail tentang keesaan Allah SWT dan sifat-sifat-Nya yang indah serta bagaimana seharusnya seorang hamba bersikap kepada-Nya, dan juga menumbuhkan sikap kepedulian antar sesama sebagai prilaku yang luar biasa.
Dengan kondisi tersebut Nabi Ismail menunjukkan karakter unggul dalam bentuk kepatuhan, ketaatan dan akhlak mulia pada Allah dan orang tuanya (Nabi Ibrahim dan Siti Hajar). Karena itu Gen Z harus belajar mengenai karakter unggul Nabi Ismail terkait dengan aspek spiritualitas dan akhlak mulia untuk menutupi kelemahan dirinya dengan menginternalisasikan nilai-nilai keimanan, ketaqwaan, kepatuhan total terhadap perintah Allah, keikhlasan, kejujuran, dan keberanian akan kebenaran sebagai karakter unggul sebagaimana yang ditunjukkan Nabi Ismail. Dengan demikian Gen Z akan menjadi SDM unggul yang menjadi kapital dan modal kemajuan bangsa.
Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group