Abul Aswad Ad-Duali, Sang Peletak Tanda Baca Al-Quran

Muslim Obsession - Kitab suci Al-Quran yang menjadi pedoman hidup umat Islam, awalnya tak mudah untuk dibaca. Al-Quran diturunkan Allah subhanahu wata'ala melalui Malaikat Jibril tidak dalam bentuk mushaf melainkan ungkapan lisan yang didengar Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Penyusunan Al-Quran sebagai mushaf baru terjadi di era Khalifah Utsman bin Affan. Di era inilah muncul Rasm Utsmani, dimana Al-Quran ditulis agar bisa dibaca masyarakat. Rasm Utsmani tidaklah seperti tulisan Al-Quran saat ini. Rasm Utsmani ditulis dengan khat Kufi tanpa tanda titik ataupun harakat sebagai tanda baca. Beruntung, di era itu masih banyak masyarakat Muslim yang hafal Al-Quran sehingga Rasm Utsmani mudah dibaca. Persoalan kemudian muncul di era berikutnya. Masyarakat Muslim diketahui banyak melakukan kesalahan ketika membaca mushaf Al-Quran. Terinspirasi kegalauan Khalifah Ali Di era kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, terjadi peristiwa penting dalam sejarah penulisan Al-Quran. Kesalahan-kesalahan yang ada menjadi motivasi untuk merumuskan tanda baca dalam Al-Quran. Tokoh utama di balik sejarah ini adalah Abul Aswad Ad-Duali. Memiliki nama asli Dzalam bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yu'mar bin Du'ali, ia biasa dipanggil dengan nama Abul Aswad, sementara Ad-Duali merupakan nisbat dari kabilahnya yang bernama Du'al dari Bani Kinanah. Abul Aswad Ad-Duali merupakan seorang tabi'in, murid sekaligus sahabat khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib. Ia lahir pada 603 Masehi dan wafat pada 688 Masehi. Abul Aswad Ad-Duali menjadi sosok yang berkiprah sangat penting bagi Muslimin. Dialah yang menemukan kaidah tata bahasa Arab (Nahwu), salah satunya kaidah pemberian harakat. Sebagaimana diketahui, bahasa Arab tak mengenal adanya harakat. Masyarakat Arab menggunakan dialek kebiasaan saat mengucapkannya. Bayangkan betapa sulitnya membaca Al-Quran dengan arab gundul, tanpa tanda harakat satu pun. Dikutip dari Sari Sejarah, sebelum menjadi pakar nahwu, Ad-Duali banyak berkiprah di dunia politik. Ia sempat menjadi hakim di Bashrah pada era kekhalifahan Umar bin Khattab, hingga kemudian diangkat menjadi gubernur kota tersebut di masa kepemimpinan Ali. Saat perang Jamal, Ad-Duali merupakan juru runding perdamaian antarkubu. Ia juga pernah diutus sahabat Rasulullah, Abdullah Ibn Abbas, untuk memerangi kaum Khawarij. Ilmu nahwu kemudian dipelajari Ad-Duali langsung dari Khalifah Ali. Pada masa itu, menantu Rasulullah tersebut memang dikenal sebagai pakar nahwu. Kemudian, atas permintaan Ali, Ad-Duali pun merumuskan ilmu nahwu serta membuat peletak dasar kaidah ilmu tersebut. Ali juga kemudian memerintahkan pemberian tanda baca atau harakat pada tulisan Arab. Berawal dari Kesalahan Membaca Al-Quran Usulan Ali tersebut muncul karena sang khalifah melihat banyaknya Muslim yang salah membaca Al-Quran. Ad-Duali pun menyanggupi dan memberikan harakat pada mushaf Al-Quran. Sebenarnya, tak hanya Ali, Ad-Duali pun merasa khawatir dengan banyaknya kesalahan membaca kitab suci di kalangan masyarakat. Kekhawatiran tersebut muncul sejak Ad-Duali menemukan kesalahan baca yang benar-benar terjadi pada masyarakat Arab. Dalam Ensiklopedi Peradaban dikisahkan Ad-Duali pada suatu hari melewati seorang yang tengah membaca Al-Quran. Ia mendengar surah At-Taubah ayat 3 dibaca dengan kesalahan harakat di ujung kalimat. Meski hanya satu kesalahan harakat, artinya sangat jauh berbeda. Ad-Duali mendengar seorang tersebut membaca “Anna Allaha bari'un-mina-l musyrikiin wa rasuulihu,” seharusnya dibaca “Rasuluhu”. Jika diartikan akan sangat jauh berbeda. Pembacaan pertama yang salah tersebut berarti “Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasulnya ...” Tentu saja arti tersebut menyesatkan, karena Allah tidak pernah berlepas dari utusanNya. Kalimat yang semestinya yakni “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin.” Hanya satu harakat, tapi mengubah arti yang begitu banyak. Sejak peristiwa itulah, Ad-Duali mulai menekuni nahwu dan berkeinginan memperbaiki bahasa Arab. Ia khawatir jika tak dibuat sebuah kaedah, bahasa Arab akan mudah lenyap begitu saja. Mengingat di era kekhalifahan Ar-Rasyidin pun, sudah terdapat kesalahan baca Al-Quran. Mulailah Ad-Duali membuat kaidah tata bahasa Arab. Namun, pada saat itu belum ada fathah, dhamah, ataupun kasrah. Ad-Duali mengunakan, sistem titik berwarna merah sebagai syakal kalimat. Titik-titik tersebut, yakni sebuah titik di atas huruf dimaknai /a/, yakni fathah, satu titik di bawah huruf dibaca /i/ atau kasrah, satu titik disebelah kiri huruf dibaca /u/, yakni dhamah. Adapun tanwin tinggal menambah titik tersebut menjadi dua buah. Titik-titik tersebut dicetak merah agar membedakan dengan tulisan Arab yang menggunakan tinta hitam. Disempurnakan murid-murid Abul Aswad Dalam perkembangannya, upaya Ad-Duali ini disempurnakan oleh beberapa muridnya, yakni Nasr Ibn 'Ashim (wafat 707 Masehi) dan Yahya Ibn Ya'mur (wafat 708 Masehi). Mereka melakukan penyempurnaan harakat tersebut pada masa pemerintahan Abdul Malik Ibn Marwan di Dinasti Umayyah. Selain keduanya, Ad-Duali juga memiliki beberapa murid lain yang juga pakar dalam bahasa Arab. Beberapa muridnya, yakni Abu Amru bin 'alaai, Al-Kholil Al-Farahidi Al-Bashri yang merupakan pelopor ilmu arudh dan penulis kamus Arab pertama. Tak hanya harakat, Ad-Duali melahirkan banyak kaidah tata bahasa Arab yang hingga kini masih menjadi patokan atau rujukan. Sejak dikenal sebagai peletak dasar ilmu i'rab, banyak orang datang untuk belajar ilmu qira'ah ataupun dasar ilmu i'rab. Ia mencurahkan hidupnya untuk menelaah ilmu nahwu, hingga wafat pada 688 masehi di Basrah. Kaidah nahwu Ad-Duali ini dikenal mengusung mazhab Bashrah. Pada perkembangan bahasa Arab, muncul dua mazhab, yakni Bashrah dan Kufi. Kedua mazhab tersebut sangat gencar menyebarkan ilmu nahwu ke penjuru dunia. Wallahu a'lam. (Fath)
Dapatkan update muslimobsession.com melalui whatsapp dengan mengikuti channel kami di Obsession Media Group