Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation
Akhir-akhir ini isu politik dan masjid lagi hangat didiskusikan. Konon kabarnya ada pelarangan untuk membicarakan politik di masjid. Bahkan ada kelompok yang menamai diri sebagai komunitas anti politisasi masjid.
Bahkan kabarnya tidak tanggung-tanggung Menteri Agama RI juga telah memberikan pernyataan langsung melarang apa yang dianggap politik di masjid-masjid. Lebih jauh dan tanpa reservasi, beberapa ulama atau Ustadz juga telah menyampaikan pelarangan, minimal peringatan bahwa menyinggung politik di masjid seolah sesuatu yang kontra kebaikan.
Tapi benarkah masjid dan politik adalah sesuatu yang paradoksial (bertolak belakang)? Perlukah isu politik dijadikan sesuatu yang nampak sebagai ancaman (threat) jika disampaikan di masjid?
Saya menilai jawaban terhadap pertanyaan di atas memerlukan analisis dan pemikiran yang lebih bijak. Mengambil kesimpulan bahwa masjid dan politik adalah dua hal yang paradoks justru dicurigai sebagai bentuk politisasi terselubung. Tujuannya jelas menjauhkan umat dari kesadaran politik.
Saya justru cenderung melihat isu ini dengan memakai kaca mata dan perspektif yang berbeda. Saya menilai dalam melihat isu politik dan masjid, ada dua hal yang harus dibedakan.
Pertama, politisasi masjid dalam arti menjadikan masjid sebagai persinggahan dalam upaya mendapatkan kepentingan politik.
Kedua, penyadaran politik dalam arti masjid dijadikan sebagai salah satu tempat di mana umat mendapatkan penyadaran atau pendidikan politik yang baik.