Pesan Penting KH. Akrim Mariyat untuk Para Ustadz dan Santri Gontor

907
Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) KH. M. Akrim Mariyat. (Foto: Gontor)

Muslim Obsession – Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) KH. M. Akrim Mariyat mengingatkan agar para ustadz dan santri Gontor atau siapapun tidak boleh memiliki sifat Adigang, Adigung, dan Adiguna.

Pesan Kiai Akrim tersebut disampaikannya saat berpidato dalam pertemuan Kemisan pada tanggal 17 Muharram 1443 Hijriyah atau bertepatan dengan tanggal 26 Agustus 2021 Masehi lalu.

“Di dalam bahasa Jawa terdapat istilah Adigang, Adigung, dan Adiguna. Menurut filosofi Jawa, orang tidak boleh memiliki ketiga sifat tersebut,” pesan Kiai yang juga alumnus Manchester University itu, mengutip situs resmi Pondok Modern Gontor, Kamis (16/9/2021).

BACA JUGA: Wakil Ketua MPR RI: Santri Gontor Sudah Pasti Cinta Tanah Air

Seperti disarikan Husain Zahrul Muhsinin, Kiai Akrim menjelaskan, Adigang dari segi bahasa berarti orang yang memiliki kelebihan kekuatan dan kekuasaan; memegang satu kendali yang ada di masyarakat. Orang tidak boleh membanggakan kekuatannya dan kekuasannya.

Adapun Adigung adalah orang yang membanggakan harta, keturunan, dan keagungan lainnya. Sedangkan Adiguna adalah orang yang membanggakan kecerdasan, kemampuan, serta kepintarannya.

“Memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain; baik dalam kekuasaan, harta, ataupun ilmu, tidak berarti bahwa kita boleh membanggakannya. Karena kelebihan yang kita miliki bukan untuk disombongkan ataupun dibangga-banggakan, karena kelebihan tersebut merupakan pinjaman dari Allah SWT dan akan diminta pertanggungjawabannya ketika di akhirat nanti,” jelas Kiai Akrim.

BACA JUGA: Memiliki Fasilitas Lengkap, SPBU Gontor Beroperasi Awal Oktober

Maka dari itu, sambungnya, di saat seseorang memiliki kekuasaan atau memegang salah satu kendali masyarakat, ia tidak boleh merasa lebih tinggi daripada orang lain sehingga ia menindas mereka.

Namun sebaliknya, seseorang itu harus bersikap adil dan bijaksana. Begitupun ketika memiliki kelebihan harta, kemuliaan pada keturunan, atau bahkan kepintaran dan kemampuan; semua itu dapat dijadikan sarana bersyukur dan dimanfaatkan untuk membantu sesama makhluk.

“Kelebihan-kelebihan tersebut juga dapat menjadi pelajaran bagi kita untuk terus mawas diri. Jangan sampai kelebihan yang ada disalahgunakan dengan tidak bijak. Sebaliknya; dengan menjadikan semua itu sebagai ajang untuk introspeksi diri, maka kita tidak akan mudah-mudah menyalahkan orang lain dan dapat selalu ber-muhasabah,” tegasnya. (Fath)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here