Perjuangan Bayi Suriah di Ruang Bedah 

1534
Eman terbaring lemah setelah menjalani operasi (Photo AN)

Muslim Obsession –  Sara Al-Matoura terus memandangi puterinya dari luar jendela kamar rumah sakit di Amman, Yordania. Ibu berusia 22 tahun itu rela tidak makan seharian dan terjaga sepanjang malam.

Eman, anak perempuannya yang berusia satu tahun, terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Pipa infus dan suntikan terlihat semrawut terpasang di tubuh mungil Eman.

Enam tahun silam, dari kota Homs, Sara melarikan diri dari perang Suriah dan mengungsi di Yordania. Lalu ia menikah dengan Alaa Zatima, pengungsi lain dari daerah Daraa, Suriah.

Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai dua orang anak. Omar, kakak laki-laki Eman yang baru berusia 4 tahun, sedang menunggu di rumah mereka. Sebelum menjalani operasi, Sara terus menggendong puteri kecilnya. Ia terus membayangkan bagaimana pisau bedah akan merobek bagian dada anak perempuannya.

Kondisi Eman sebelum menjalani operasi (Photo: AN)

Sara bercerita, hanya hamil empat bulan dengan anak keduanya itu. Ia mengetahui bahwa bayi tersebut memiliki penyakit jantung bawaan (defek) atau yang dikenal sebagai atresia trikuspid. Dimana, penyakit itu memiliki tingkat kematian 90 persen sebelum usia 10 tahun.

Sara masih ingat betul, ketika Dokter Yordania mendorongnya untuk menggugurkan janin. Sara hanya tertegun dan menolak saran itu. Katanya, anak adalah anugerah dirinya dari Allah Swt. Maka, ia memberi nama bayi malang itu dengan Eman, dalam bahasa Arab “Iman” yang artinya percaya.

Pekan lalu, Eman harus menjalani operasi jantung terbuka. Karena menurut medis, operasi bedah adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan Eman. Satu dari delapan kali operasi jantung itu dilakukan oleh ahli bedah anak Italia dari Rumah Sakit Bambino Gesu Vatikan.

Eman benar-benar menjadi anugerah Tuhan. Bagaimana tidak, ia sangat beruntung bisa selamat di antara pengungsi Suriah dengan kondisi kesehatan yang lebih parah. Puluhan lainnya menderita kanker, cacat jantung, dan kondisi kompleks lainnya. Mereka tidak mendapat pengobatan setiap bulan karena terbentur biaya rumah sakit.

Persiapan operasi Eman (Photo: AN)

Semakin mahal pengobatannya, semakin besar kemungkinan permohonan bantuan dana mereka akan ditolak. Bahkan, perawatan primer dan layanan dasar seperti penitipan anak, semakin tidak terjangkau bagi pengungsi di negara-negara tuan rumah regional seperti Yordania dan Lebanon.

Dr. Fiore S. Iorio, Direktur Departemen Kardiologi Anak-anak dan Bedah Jantung ialah salah satu dokter yang membedah Eman. Fiore mengatakan bahwa dia dan rekan-rekannya dipaksa karena kewajiban moral untuk membantu anak-anak yang tidak beruntung seperti Eman.

Pasca operasi, Sara dan suaminya melihat Eman bernafas dengan lemah. Dadanya tertutup perban dan kabel-kabel. Dokter mengatakan kepada mereka bahwa Eman mungkin memerlukan operasi lain yang lebih rumit dalam dua sampai lima tahun.

Aman terbaring lemah setelah menjalani operasi (Photo AN)

“Saya tidak tahu ke mana kita akan mendapatkan uang itu,” kata Sara, sambil terus bersyukur melihat Eman masih bernafas hingga hari ini.

Sementara Eman berada di ruang operasi, seorang ibu Suriah lainnya di Amman berusaha menjaga anak laki-lakinya yang berusia 12 tahun. Ia tidak bisa bergerak terlalu banyak. Karena takut bibir dan tangannya akan menjadi biru.

Wanita berusia 31 tahun itu melarikan diri dari pinggiran kota Damaskus Ghouta Timur pada hari pertama serangan kimia pada tahun 2013. Dia membawa ketiga anaknya, termasuk bayi berumur dua minggu, ke Yordania.

Tamer, anak keduanya, juga memiliki cacat jantung bawaan. Hatinya menghadap ke arah yang salah, mempengaruhi darah dan aliran udara. Saat dia bergerak terlalu banyak, ia akan kehilangan nafasnya dan tubuhnya berubah menjadi biru.

Dr. Iyad Al-Ammouri, ahli jantung anak di Rumah Sakit Universitas Jordan mengatakan, anak-anak dengan kondisi semacam itu, harus menjalani operasi pada usia lima atau enam tahun.

Operasi terakhir Tamer, bahkan menghabiskan 15.000-20.000 dinar Yordania ($ 21.000 – $ 28.000). Sang ibu terus merawat anak-anaknya sendirian. Sedangkan suaminya masih terjebak di Suriah.

Para dokter bedah tampak menjelaskan mengenai medis kepada orangtua (Photo: AN)

Salah satu cara yang digunakan Yordania untuk membantu orang-orang Suriah adalah dengan mensubsidi biaya mereka di fasilitas kesehatan pemerintah. Sehingga mereka tetap membayar biaya, sama seperti orang Yordania yang tidak diasuransikan.

Kabar buruknya, subsidi tersebut sudah dibatalkan. Artinya, para pengungsi harus membayar dua sampai lima kali lipat lebih banyak untuk intervensi menyelamatkan nyawa.

Sementara itu, kondisi parah seperti kanker dan penyakit jantung, tunduk pada komite dokter khusus yang menyaring ratusan kasus setiap bulannya. Mereka akan memutuskan beberapa hal untuk membantu. Berdasarkan kriteria termasuk kerentanan, prognosis, dan biaya.

Pengobatan kanker stadium akhir, misalnya, biasanya ditolak. Operasi mahal seperti Eman, yang harganya 15.000 dinar ($ 21.000) juga sempat tertunda.

“Tentu saja, orang-orang kembali ke rumah sakit setiap bulannya dan mendaftar lagi. Mereka terlihat sangat putus asa,” kata Dr. Adam Musa, petugas kesehatan masyarakat PBB yang duduk di komite tersebut, sebagaimana dilansir Arab News, Rabu (14/3/2018).

Pada bulan Januari, 60 dari 143 aplikasi pengungsi untuk bantuan darurat disetujui pemerintah. PBB memberikan mereka masing-masing hanya sekitar $ 2.000.

“Sudah pasti jumlah itu kurang dan tidak ada cukup dana untuk menutupi sisanya,” kata Musa.

Younis Al-Hariri, anak berusia delapan tahun dari Daraa adalah salah satu dari kasus-kasus yang tidak didanai. Ibunya yang berusia 32 tahun mengatakan bahwa dia didiagnosis menderita cystic fibrosis dan beberapa gangguan hati lainnya sejak empat tahun lalu.

Sekarang, ia membutuhkan transplantasi hati yang akan menelan biaya 400.000 dinar ($ 565.000). Bahkan, dokter yang menanganinya mengaku, orangtua Younis berhutang 13.000 dinar ($ 18.000) ke rumah sakit Yordania. Atas biaya dialisis, transfusi darah, dan masa inap di rumah sakit.

Paman Younis, Hassan At-Turkmani, juga membutuhkan pembedahan untuk kedua tangannya yang lumpuh. Akibat siksaan kejut listrik di penjara-penjara Suriah. Bekas luka berjejer menuruni lengannya yang kurus.

Ayah empat anak yang berusia 32 tahun itu belum bisa membuka tangannya selama tujuh tahun. Alasannya jelas, karena biaya operasi tersebut akan memakan 2.200 dinar ($ 3.100) per jari.

“Tidak ada belas kasihan di sini,” tandas Hassan.

Seorang pejabat senior pemerintah Yordania mengatakan, subsidi kesehatan telah terpotong karena Yordania berada dalam krisis ekonomi. Pengungsi Suriah sekarang membayar biaya kesehatan yang sebanding dengan yang dibebankan kepada orang Yordania.

Di seluruh wilayah, kelelahan donor dan berkurangnya dukungan tuan rumah telah membuat jutaan pengungsi bertahan. Bahkan kondisi sulit ini mendorong beberapa orang untuk kembali ke Suriah.

Sementara itu, Lebanon memiliki sistem perawatan kesehatan yang paling diprivatisasi dan mahal, di antara negara-negara pengungsian di wilayah tersebut. Di sana, 70 persen pengungsi Suriah hidup dalam kemiskinan.

Tahun lalu, badan pengungsi PBB tersebut menghabiskan $ 51 juta untuk 84.000 kasus penyelamatan jiwa bagi pengungsi Suriah di Lebanon. Namun, itu tidak dapat mencakup sebagian besar kasus kanker dengan prognosis, kemoterapi, radioterapi atau dialisis yang buruk.

“Hanya sedikit LSM yang dapat memberikan dukungan untuk beberapa kasus ini. Kami tahu, sebuah keputusan sulit harus kembali ke Suriah hanya untuk mengakses dialisis atau perawatan kanker,” kata Dr. Michael Woodman, petugas kesehatan masyarakat senior di Kantor UNHCR di Beirut.

Sekitar 5,5 juta orang Suriah telah meninggalkan tanah air mereka sejak tahun 2011, sebagian besar tinggal di wilayah ini. Yordania saat ini menampung lebih dari 650.000 orang Suriah yang terdaftar oleh badan pengungsi PBB.

Meskipun, pemerintah memperkirakan jumlah orang Suriah di negara ini dua kali lebih tinggi. Tujuh tahun memasuki konflik Suriah, tapi pintu Eropa dan Amerika semakin tertutup bagi para pengungsi.

Tidak ada sedikit pun tanda-tanda perdamaian di Suriah. Negara-negara tetangga seperti Yordania, telah memotong sumber daya untuk para pengungsi. Mereka bahkan mengeluh tidak mampu untuk mengurus bangsanya sendiri, apalagi jutaan pengungsi dari Suriah. (Vina)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here