Penjelasan Gus Baha Tentang Utang di Bank Syariah, Benarkah Ada Riba?

991
Gus Baha. (Foto: Ponpes Almunawwir)

Jakarta, Muslim Obsession – Banyak masyarakat yang masih enggan untuk meminjam uang ke bank karena dianggapnya ada unsur riba, sekalipun itu bank syariah, dianggap tidak ada bedanya. Benarkah demikian? Apakah meminjam uang di bank syariah ada unsur ribanya.

Ahli tafsir Al-Qur’an Gus Baha (KH Ahmad Bahauddin) memiliki pandangan tersendiri. Ia tidak mau menyimpulkan demikian. Gus Baha memiliki pandangan realistis tentang bank Syariah.

Berikut penjelasan Gus Baha dalam kajian yang dilansir dari Channel Santri Gayeng di kanal Youtube.

“Semua alam raya ini dipenuhi dengan Nur Islam. Banyak negara mengatakan ekonomi terbaik itu yang tidak ada rentenirnya atau sesuai konsep Islam. Ketika negara-negara non muslim mengkritik rentenir atau mengkritik riba, mereka mengatakan, ekonomi terbaik adalah yang sesuai syariat Islam.

Alhamdulillah hingga sekarang, beberapa bank menyediakan konsep syariah. Meskipun tidak sempurna atau tidak mungkin sempurna, setidaknya sudah ada ikhtiar untuk mengakui sistem syariah. Perlu diketahui bunga bank itu tidak bisa berhenti. Beda dengan akad jual beli.

Saya pernah ketemu direktur Bank Syariah.
Ceritanya misalnya begini, saya mau ambil kredit rumah harganya Rp100 juta. Nah, bank kan menginginkan laba lewat transaksi jual beli tadi.

Misalnya bank ingin laba Rp10 juta dari jual beli tersebut. Nah, konsepnya begini. Kamu kan tidak punya uang, kemudian datang ke bank Syariah. Lalu pihak bank Syariah mengatakan “rumah ini aku jual ke kamu Rp110 juta. Kamu nanti membayarnya (melunasinya) dengan cara mengangsur (mencicil)”.

Setelah melewati Rp110 juta maka tetap berhenti meskipun belum lunas. Artinya, meskipun melewati waktunya, tetap berhenti di angka Rp110 juta. (Paham ya!) Kalau bunga kan enggak, angkanya terus bertambah. Jadi kalau mengangsur itu yang sifatnya angsuran atau nyicil. Tetap berhenti di angka Rp110 juta sesuai transaksi jual belinya.

Dari sisi ekonomi, bank tetap untung karena dari awal sudah menetapkan keuntungan Rp10 juta. Tentu banyak juga yang mengkritik sistem ini karena dianggap ada sisa-sisa keharaman. Ya namanya pilihan pasti ada yang mengkritik. Tapi saya pernah konfirmasi, lumayan karena tidak bisa naik lagi.

Selama ini kritiknya non muslim mengatakan, “kalau bunga bank mengambil laba, jual beli juga mengambil laba.” Padahal pembedanya sebenarnya ada.

Kalau laba berhenti, kalau bunga tidak berhenti. Kalau misalnya seseorang tidak dapat melunasi. Sudah Rp80 juta tapi dia tak bisa lunasi, maka harganya tetap Rp110 juta. Nanti jual belinya dibatalkan.

Kalau ini terjual, uangnya yang Rp80 juta dikembalikan. Makanya beberapa kampus sekarang sudah mulai membuka fakultas ekonomi Islam termasuk jurusan ekonomi Syariah. Tapi selalu ada yang memprovokasi dan membuat narasi “Tidak ada bedanya.”

Di Amerika atau Eropa itu biasa ada diskusi dan mereka mengakui kalau ekonomi dunia maunya tidak menggelembung. Harus menolak riba karenariba itu menggelembung. Gelembung maksudnya begini.

“Bank punya uang Rp1 juta. Dipinjam orang dengan bunga Rp100 ribu perbulan. Itu 1 tahun perasaannya Rp1 juta tambah Rp100 ribu kali setahun. Berarti perasaanya punya uang Rp3 juta. Dari situ akhirnya ada gelembung. Itu yang membuat dunia gampang kolaps.

Misalnya kamu rentenir. Ada orang berutang Rp1 juta, tiap bulan nambah Rp100 ribu. Perasaan kamu bulan ketiga menjadi Rp1,3 juta. Bulan keenam menjadi Rp1,6 juta dan seterusnya. Padahal yang berutang ke kamu bisa saja mati sehingga tidak mampu melunasi. Artinya belum tentu nyata.

Beda dengan akad jual beli (ekonomi syariah). Jadi kalau ada orang ingin kredit mobil, pihak bank Syariah membelikan mobil itu. Misalnya Bank Muamalat. Kamu ingin mobil A, maka mabilnya dibeli dulu oleh Bank Muamalat ke dealer Rp300 Juta. Lalu dijual ke kamu Rp350 juta dan nanti membayarnya dengan cara menyicil.

Jika kamu tidak bisa melunasinya nanti jual belinya dibatalkan dan uang kamu dikembalikan. Kalau riba kan tidak demikian. Semakin tidak bisa melunasi, maka semakin besar angkanya. Semakin berlipat-lipat. Itulah yang membedakan riba dengan sistem bank Syariah yang memakai akad jual beli.

Makanya di zaman Nabi itu sudah ada kredit. Lalu Allah berfirman:

وَاَحَلَّ اللّٰهُ الۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰو

Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah Ayat 275)

Alhamdulillah sekarang hampir semua bank di dunia, bukan hanya di Indonesia itu punya Bank Syariah. Sistem syariah (akad jual beli) itu dianggap lebih realistis.

Tapi itu tadi, tentu tidak ada yang sempurna. Yang penting sudah ada ikhtiar untuk menjauhi riba. (Al)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here