Pengembangan Usaha Tani dalam Bingkai Dakwah Desa Madani

987

Oleh: Anding Sukiman (Ketua PW Parmusi Jawa Tengah)**

Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) H. Usamah Hisyam berulangkali menyampaikan dirinya merasa prihatin kehidupan masayarakat desa yang sumber ekonominya tidak jelas.

Akhirnya, waktu mereka pun dihabiskan untuk mendapatkan rezeki penyambung hidup, sementara ibadah mahdlah-nya tidak terurus bahkan lupa hakikat hidup yang mestinya hanya untuk ibadah.

Sudah selayaknya tekad Ketum Parmusi untuk merealisir program Parmusi tentang Desa Madani ini diwujudkan oleh seluruh jajaran Parmusi. Namun, tentu ada yang bingung soal Desa Madani tersebut. Untuk menyamakan persepsi tentang Desa Madani ini maka saya coba terjemahkan secara sederhana.

Desa Madani artinya desa yang masyarakatnya hidup dengan sumber ekonomi jelas, dan akhirnya masyarakat desa tersebut dapat menjalankan syariat agamanya dengan baik dengan akhlak mulia yang paripurna.

Gagasan Parmusi tersebut sangat bagus. Tetapi yang perlu diingat, kehidupan masyarakat desa identik dengan petani, peternak, nelayan, dan pekebun dengan lahan mereka sangat sempit. Secara matematis, rata-rata kepemilikan petani di Jawa hanya 3000 mater.

Nah, untuk mewujudkan visi Desa Madani tersebut, Parmusi harus menghadirkan teknologi pertanian, peternakan, dan perikanan yang memadai. Sehingga petani lahan sempit di desa-desa tersebut bisa mendapatkan hasil yang mampu mencukupi kebutuhan hidupnya dari teknologi tepat guna yang dihadirkan Parmusi ditengah-tengah masyarakat desa tersebut.

 

Mensinergikan Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, dan Perikanan

Usul saya untuk mewujudkan ide Desa Madani adalah, sinergikan pertanian tanaman pangan, peternakan, dan perikanan. Adapun caranya adalah sebagai berikut:

Pertama, kebiasaan masyarakat desa adalah memelihara ayam, kambing, domba, atau sapi. Khusus peternak sapi, kambing, dan domba, langkah pertama yang harus diedukasikan kepada peternak adalah melatih membuat pakan ternak itu dari produk atau limbah pertanian dengan teknologi probiotik. Dengan teknologi ini maka petani atau peternak dengan mudah melakukan penggemukan sapi, kambing, atau domba sehingga dalam kurun waktu pendek mendapatkan sisa hasil usaha. Insya Allah tim PW Parmusi Jawa Tengah siap.

Kedua, ternak sapi, kambing, atau domba milik petani tersebut tentu buang kotoran setiap hari. Kotoran-kotoran ini biasanya hanya dibuang dengan alasan jika digunakan untuk pupuk akan merugikan petani.

Kader Parmusi yang tergabung dalam Lembaga Dakwah Parmusi (LDP) harus hadir di tengah-tengah masyarakat dengan membawa syariat Islam dan teknologi tepat guna untuk mengolah kotoran hewan menjadi pupuk.

Perlu diketahui bersama, bahwa seekor sapi setiap hari buang kotoran 20 kg/hari atau 7.200 kg/tahun. Agar kohe ini bermanfaat, maka harus diolah menjadi pupuk dengan sistem permentasi. Bahan yang digunakan untuk permentasi adalah mikroba pengurai.

Di samping bahannya murah juga efektif. Dalam waktu kurang dari 21 hari, kohe yang semula sangat menjijikan tersebut sudah berubah menjadi pupuk dan bermanfaat untuk pupuk tanaman di perkotaan maupun segala macam tanaman di desa. Dalam hal ini, tim PW Parmusi Jawa Tengah juga siap membantu.

Teknologi yang dihadirkan di tengah-tengah masyarakat desa dalam mewujudkan Desa Madani tersebut tidak dibagi gratis, tetapi dijual mahal.

Mengapa teknologi pertanian yang dihadirkan ke tengah-tengah petani harus dijual dengan harga mahal? Karena jika itu diberikan gratis maka hanya sekali gerakan dan habis. Jika Parmusi ingin memberikan gratis, maka harus menyiapkan sumber dana yang luar biasa banyak. Tapi, siapa yang mampu?

Petani siap membeli produk mahal asal memberi nilai tambah. Ini kuncinya. Sebagai gambaran, satu liter mikroba pengurai/pengolah kohe dan pakan ternak harganya Rp50.000. Tetapi ini dapat digunakan untuk mengolah kohe sebanyak 2 ton, dan ini dapat digunakan untuk pupuk tanaman padi seluas 1 hektar asal dipadu dengan mikroba pengurai lain yang per hektar harganya Rp.750.000. Insya Allah dengan teknologi ini panen meningkat dan teknologi murah.

Untuk meningkatkan produksi tanaman pangan, Parmusi seharusnya menghadirkan padi benih unggul. Di Jawa Tengah ada Prof. Dr. Totok Agung, beliau adalah guru besar Unsud. Prof. Totok pernah bercerita kepada saya bahwa dirinya kader Masyumi yang mendapat pendidikan dari ayahnya yang tokoh Masyumi.

Setelah sekian lama membuat penelitian dan menghasilkan produk benih padi unggul bernama Inpago, alhamdulillah saya dipercaya untuk mengembangkan. Padi ini menghasilkan 7.2 ton pada lahan kering dan 10 ton pada lahan sawah.

Jika usulan yang saya tulis di Rukun Yamani sambil nunggu magrib ini diterima, maka disamping mampu memberikan nilai tambah/sumber ekonomi bagi petani, para guru ngaji pun dapat honor dari program ini. Dana yang bisa disisihkan untuk dakwah adalah Rp.250.000/ ha.

Misalnya dalam satu kecamatan di Wonogiri ada 3.000 hektar, maka ada sumber dana untuk biaya guru ngaji sebesar Rp.750.000.000/musim tanam.

Setelah kader LDP menghasilkan masyarakat Madani dengan beras organik, maka diperlukan peran Lembaga Bisnis Parmusi untuk menampung dan menjual beras organik tersebut untuk masyarakat kota dan sisa hasil usahanya dapat digunakan untuk biaya dakwah perkotaan.

Saya yakin dengan mensinergikan program ini maka Indonesia dalam genggaman Parmusi. []

 

** Tulisan ini dibuat di Rukun Yamani Kabah sambil menungu saat adzan Maghrib.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here