Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-44)

V. Nabi Musa, Harun, Bani Israel Pulang ke Baitul Maqdis.

704
Lukisan Nabi Musa melempar Lauh Batu kepada kaumnya yang sedang menyembah patung anak sapi. (Foto: sarapanpagi)

Suatu saat dalam sebuah perselisihan di antara Bani Israel, terdapat orang yang terbunuh. Kepada Nabi Musa Allah memerintahkan agar kaumnya menyembelih seekor sapi betina. Kaumnya sempat menganggap bahwa Nabi Musa mengejek kaumnya karena mereka pernah menyembah patung anak sapi dari emas, namun hal itu dibantah oleh Nabi Musa, karena menyembelih sapi betina ini adalah perintah dari Allah.

Sempat terjadi perdebatan tentang sapi yang bagaimana yang harus disembelih, hingga akhirnya berdasarkan firman Allah diketahui bahwa sapi betina tersebut adalah sapi yang tidak tua namun juga tidak muda, pertengahan di antara itu, berwarna kuning tua tanpa belang yang menyenangkan orang yang memandangnya, dan belum pernah dipakai untuk membajak tanah untuk mengairi tanaman, dalam keadaan sehat.

Setelah di dapatnya sapi tersebut kemudian disembelihnya. Setelah itu Allah memerintahkan kepada Nabi Musa, untuk mengambil bagian dari sapi itu untuk dipukulkan kepada orang yang meninggal tersebut. Allah menghidupkan kembali orang yang telah meninggal itu. Demikianlah Allah menunjukkan tanda tanda kekuasaanNya agar dimengerti Bani Israel (QS. Al-Baqarah 67 – 73).

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-40)

Wahyu tersebut menunjukkan adanya proses dialog antara Nabi Musa dengan Allah. Proses dialog tersebut pada dasarnya untuk menunjukkan kepada Bani Israel bahwa begitu dekatnya Nabi Musa dengan Allah, dengan tuhan mereka. Yang hal itu menunjukkan agar Bani Israel betul betul beriman kepada Allah dan Musa dan agar tidak tersesat jalan. Hikmah Allah lainnya dengan menyuruh menyembelih sapi ialah agar Bani Israel hilang rasa penghormatannya pada patung anak sapi yang pernah mereka sembah.

Dalam Kitab Keluaran, Nabi Musa menyebut kaumnya adalah kaum yang tegar tengkuk atau kaku lehernya sehingga sulit untuk menundukkan muka. Maknanya adalah Bani Israel adalah kaum yang sombong, merasa paling benar sendiri dan mau menang sendiri. Dalam doanya, Nabi Musa memohonkan ampunan untuk kaumnya meskipun mengakui bahwa kaumnya adalah kaum yang tegar tengkuknya. Mereka menjadi tegar tengkuk mungkin akibat merasa menjadi kaum yang dipilih dan disayangi Allah.

Di gurun Sinai, Bani Israel telah mempunyai Lauh-Lauh Perjanjian bertuliskan 10 perintah Allah dan Lauh-Lauh Taurat yang bertuliskan hukum hikmah dan lain lain yang harus diimani dan ditaati, diimani dan dilaksanakan.

Dalam Kitab Keluaran diceritakan bahwa setelah Bani Israel menerima Lauh-Lauh Batu, Nabi Musa kemudian berdasarkan firman yang tertulis pada Lauh Batu kemudian memerintahkan membuat Kemah Suci yang berfungsi untuk tempat ibadah dan pertemuan, serta menempatkan Lauh-Lauh Batu. Lauh-Lauh Batu di tempatkan dalam suatu peti khusus baik dari bentuk maupun bahannya, yang disebut Tabut Perjanjian. Tabut yang didalamnya disimpan Lauh-Lauh Perjanjian.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-39)

Bila Bani Israel sedang tidak melakukan perjalan, di dalam Kemah Suci untuk pertemuan itu dalam waktu waktu tertentu Torah dikeluarkan dari tabutnya dan dibacakan oleh imam yang telah ditunjuk. Nabi Musa berdasarkan firman Elloh diperintahkan menunjuk Nabi Harun sebagai imam kepala, dan empat orang anak laki-laki Nabi Harun yaitu Nadab, Abihu, Eleazar dan Itamar, dan beberapa orang lagi dari suku Lewi sebagai imam.

Namun Nadab dan Abihu meninggal tidak lama setelah diangkat jadi imam. Meninggal dalam kecelakaan tersulut api ketika membakar binatang kurban. Bila Bani Israel berperang, maka Tabut Perjanjian dengan ditandu oleh para imam harus dibawa kemedan perang untuk penyemangat Bani Israel.

Dalam kitab Bilangan, diceritakan secara khusus untuk suku Lewi, tidak diperbolehkan ikut perang langsung, karena suku Lewi ditugaskan khusus menjaga dan melakukan semua kegiatan di kemah suci yang didalamnya terletak Tabut Perjanjian serta tugas tugas untuk melayani peribadatan.

Sedang pasukan untuk berperang dibebankan kepada sebelas suku Bani Israel lainnya, yaitu semua laki-laki berumur dua puluh tahun ke atas. Saat itu, terhitung yang mempunyai kualifikasi sebagai pasukan Bani Israel sebanyak 603.500 orang (enam ratus tiga ribu lima ratus). Masing-masing suku mempunyai panji panji dan pemimpin laskar yang ditunjuk Nabi Musa. Kemah suku suku Bani Israel ditetapkan tempatnya mengelilingi kemah suci.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-38)

Selain membuat kemah suci dan tabut, Nabi Musa juga memerintahkan membuat peralatan ibadah lainnya antara lain membuat meja khusus untuk menempatkan daging kurban yang telah dibakar dan roti yang dilengkapi kendi untuk minuman dan minyak urapan, membuat mezbah untuk pembakaran ukupan, membuat minyak urapan dari wangi wangian untuk mengurapi orang yang diangkat sebagai imam dan membuat minyak uskupan dari wangi-wangian, membuat mezbah kurban bakaran, membuat bejana pembasuhan, membuat pakaian khusus untuk imam.

Nabi Musa juga diperintahkan Tuhan untuk membuat dua buah Nafiri (terompet) untuk memanggil dan memerintah Bani Israel. Dari ragam nada bunyi Nafiri tersebut dapat diketahui apa yang harus dilakukan Bani Israel.

Pada tahun kedua bulan kedua hari kedua puluh Bani Israel berangkat meninggalkan gurun Sinai untuk meneruskan perjalanan menuju Baitul Maqdis. Bani Israel telah siap berangkat dengan persiapan menghadapi bahaya dan perang di sepanjang perjalanan.

Kemah Suci dibongkar dan menjadi tanggung jawab suku Lewi untuk membawanya termasuk Tabut Perjanjian dan semua peralatan ibadah lainnya. Setiap suku berjalan dengan mengibarkan panji masing-masing dan di depan barisan suku adalah laskar masing-masing suku dengan pimpinannya.

BERSAMBUNG

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here