Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-40)

V. Nabi Musa dan Harun, Bani Israel Pulang ke Baitul Maqdis.

533
Lukisan Fir’aun (Merneptah) dan bala tentaranya tenggelam di Laut Merah ketika air yang menyibak lalu menutup kembali. (Ikagambar.blogspot.com)

Di wilayah bagian timur (wilayah Kana’an) bebas dari kekuasaan Mesir sehingga muncul negeri-negeri kecil kesukuan yang oleh Allah sebagian dari negeri tersebut kemudian diwariskan kepada kaum yang ditindas (Bani Israel), (QS. Al-Qashash: 42, QS. Al-A’raf: 137).

Mesir menjadi negeri yang kehilangan banyak penduduk dan harta benda. Sebelumnya, jumlah penduduk Bani Israel telah lebih banyak dari penduduk asli Mesir, ketika Bani Israel keluar maka Mesir telah kehilangan lebih dari setengah dari jumlah penduduknya. Bala tentara Fir’aun yang tenggelam ke laut bisa berjumlah ratusan ribu, dengan demikian Mesir semakin banyak kehilangan penduduk.

Sebelumnya Bani Israel menjadi budak yang dipekerjakan di banyak proyek-proyek beberapa raja Fir’aun, maka dengan perginya Bani Israel dan tenggelamnya puluhan ribu bala tentara membuat proyek-proyek tersebut terhenti. Selain itu, ladang ladang yang luas kekurangan tenaga yang mengurus dan mengerjakannya sehingga banyak ladang-ladang yang terbengkalai dan rusak.

Peradaban Mesir langsung bergerak mundur dengan wilayah yang terpecah belah, sedang di ibukota terjadi perebutan kekuasaan yang semakin memperlemah Mesir. Keruntuhan imperium kuno akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bangkit kembali. Mesir setelah tenggelamnya Meremptah dan bala tentaranya pada saat itu langsung lenyap dari peta negeri kuat dunia.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-37)

Ad-Dukhan: 25-29 menyebutkan, “Betapa banyak taman dan mata air yang mereka tinggalkan, juga kebun kebun serta tempat tempat kediaman yang indah dan kesenangan kesenangan yang dapat mereka nikmati di sana, demikianlah, dan Kami wariskan (semua) itu kepada kaum yang lain maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan merekapun tidak diberi penangguhan waktu”.

Sejarah juga mencatat, pada saat imperium Mesir runtuh, negeri Assyria menyerang kerajaan Het atau Hiiti di Asia Kecil. Tercatat dalam sejarah kuno peperangan antara Asyyiria dengan Hitti adalah perang besar yang masing-masing mengerahkan puluhan ribu tentara. Assyria dapat menghancurkan Hitti sehingga kerjaan Hitti porak peranda dan terpecah belah.

Meskipun Assyria memenangkan perang, namun hal itu membuat pertahanan Assyria menjadi semakin lemah. Kondisi Asyyria tersebut dapat dibaca kerajaan Elam tetangga Assyria di wilayah Persia. Elam kemudian menyerang. Babilonia, ibu kota Asyyiria dapat direbut dan dijarah. Hal itu kemudian menyulut perang besar antara Assyria dengan Elam, perang antara bangsa sesama penyembah Dewa Marduk. Elam dapat mengalahkan Assyria, namun kerajaan Elam juga kehilangan banyak kekuatannya.

Kerajaan Mesir dinasti ke XIX runtuh, hancur dan terpuruk secara tidak terhormat. Sedang Hitti terpecah belah dan Asyiria disatukan dalam satu wilayah kerajaan Elam namun kekuatannya sangat lemah. Semua wilayah, yaitu Mesir, Hitti dan Elam membutuhkan waktu lama untuk dapat bangkit kembali.

Hal ini membuat suku-suku di wilayah Kana’an, seperti suku Filistin, Amori, Yebus dan lain-lain membentuk kerajaan kesukuan kecil-kecil. Kondisi ini membuat Bani Israel yang sebelumnya tidak mempunyai sejarah dan pengalaman berperang mendapat kesempatan baik untuk kembali ke negeri asalnya.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-36)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here