Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-154)

VIII. Nabi Zakariya, Yahya, ‘Iysaa, Kehancuran Haekal Sulaiman (Masjidil Aqsha) yang Kedua dan Kemunculan Nashara, Kristen dan Katolik.

338
Perayaan Tisha BA'v. (Sumber: thekotel)

Oleh: Agus Mualif Rohadi (Pemerhati Sejarah)

Namun demikian, dengan berlalunya waktu, mulai tumbuh kekaguman bangsa Roma terhadap Bani Israel yang mempertahankan kebangsaan dan keyakinan agamanya sampai mengurbankan nyawanya dalam jumlah yang sangat besar. Meskipun agama yahudi oleh orang Roma dianggap sebagai keyakinan kuno dan bahkan mempunyai ritual yang dianggap biadab, yaitu sunat, kemudian praktik agama yahudi oleh kaisar Antonius Pius diijinkan dilaksankan lagi di Galilea, di kota Tiberias dan Sepphoris.

Putra Simon, yaitu Yudah dijadikan penguasa dan diperbolehkan membentuk pemerintahan monarchi di wilayah yang sangat terbatas tersebut. Sedang kaum Nashara masih dapat berkembang di wilayah Pella.

Meskipun ada kelonggaran tersebut, Bani Israel tidak bermimpi untuk membangun kembali Bait EL nya. Mereka hanya berani beribadah di Kanisah atau di Knesset (Synagoga) sesuai kitab Misyna. Bahkan ketika baru saja di kalahkan dalam perangnya, mereka hanya berani beribadah di rumah rumahnya dengan menjadikan sebagian ruangan rumahnya sebagai replica Bait EL, dengan kepala keluarga bertindak sebagai imam.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-153)

Kebiasan tersebut membuat hidup mereka menjadi lebih tenang karena imperium roma melihat cara beribadah tersebut sebagai suatu fenomena perubahan mendasar pada cara beribadah dalam agama yahudi yang tidak membahayakan. Mereka tidak lagi hanya beribadah dalam sinagoga, namun juga membagi waktunya untuk beribadah dirumahnya. Terjadi suatu perubahan yang significant dalam tata cara peribadatan kaum yahudi.

Imperium roma melihat fenomena peribadatan baru itu sebagai perkembangan baru yang tidak menimbulkan efek berbahaya bagi munculnya sikap yang suatu saat dapat terakumulasi menjadi sikap umum yang extrim pada Bani Israel.

Setelah bertahun-tahun tahun fenomena tersebut menjadi kebiasaan umum ibadah agama Yahudi, sehingga imperium Roma memberikan kelonggaran lagi kepada Bani Israel. Sekali dalam setahun Bani Israel diperbolehkan mendekati reruntuhan Haekal Sulaiman dari jarak tertentu yang cukup jauh, yaitu memandang Haekal Sulaiman dari bukit Zaitun.

Dari bukit Zaitun mereka diperbolehkan memandang reruntuhan masjidil Aqsha. Bagi Bani Israel saat itu, memandang reruntuhan Haekal Sulaimannya menjadi pelepas rasa rindu spiritual yang sangat emosional. Di bukit itu, mereka memandang haekalnya dengan menangis keras histeris karena melihat di bekas reruntuhan haekalnya nampak bangunan Aelia Capitolina. Mereka melihat itu sebagai suatu penghinaan bagi bangsa dan agamanya.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-152)

Setelah berjalan bertahun tahun kebiasaan itu akhirnya ditetapkan sebagai salah satu hari raya agama yahudi, yaitu hari raya TISHA B’AV. Pada hari itu Bani Israel tumpah ruah di bukit Zaitun, menatap dengan penuh kesedihan reruntuhan Haekalnya sambil menangis keras menumpahkan semua perasaannya.

Bagi bangsa yahudi, hari raya Tisha B’av bukanlah hari raya seperti hari raya lainnya yang dirayakan dengan penuh kegembiraan dan tersedia banyak makanan. Namun hari raya ini adalah hari raya untuk mengenang kehancuran kota suci dan haekalnya, mengenang ratusan ribu nyawa yang menjadi kurban dalam perang mempertahankan identitas kebangsaan dan agamanya. Hari raya yang diperingati dengan penuh rasa emosional dan perenungan.

Sekarang bangsa Israel dalam merayakan hari raya ini, dilakukan dengan berkumpul di bekas reruntuhan bangunan haekal Sulaiman atau berkumpul di halaman tembok ratapan.

BACA JUGA: Para Rasul dalam Peradaban (Seri ke-151)

27. Munculnya madzab aqidah Kristen

Kristen awal tumbuh dari Antiokia, Tarsus dan kemudian Yerusalem, wilayah Samaria dan Yudea, dikembangkan oleh Israel diaspora berbahasa Yunani serta orang orang Yunani. Kristen bukan agama yang muncul karena keterikatan dengan suatu suku bangsa dan wilayah tertentu.

Kristen mempunyai peluang untuk berkembang secara luas dibanding agama yahudi yang risalahnya sangat terikat dengan kebangsan Israel. Memeluk agama yahudi harus terlebih dahulu di-Israel-kan yang hal itu menjadi pembatas yang sulit bagi bangsa lain untuk memeluk agama yahudi.

Ketika suatu bangsa berperang dengan bangsa lain, yang masing masing mempunyai dewa sesembahan yang berbeda, membuat perang tersebut seolah perang antar dewa. Ada dewa yang memenangkan peperangan dan ada dewa yang dikalahkan.

Dewa Yunani telah dikalahkan oleh dewa Roma. Kekalahan suatu dewa dapat diterjemahkan sebagai kekalahan ajaran bahkan kekalahan filsafat yang bersumber dari kepercayaan atas dewa sesembahan. Perkembangan pesat agama Kristen pada orang orang berbahasa Yunani dapat diterjemahkan agama Kristen telah mengalahkan dewa dan falsafat Yunani. Hal itu membuat Kristen dengan mudah mengisi kekosongan dan kegamangan bangsa bangsa berbahasa Yunani atas dewa dewa dan filsafat mereka.

BERSAMBUNG

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here