Nusron: Aturan Toa Masjid Bukan Masalah Demokratis, Tapi Menag Kurang Kerjaan

660

Jakarta, Muslim Obsession – Kementerian Agama (Kemenag) menerbitkan surat edaran mengatur penggunaan toa atau sepiker masjid dan mushala maksimal 100 dB. Aturan tersebut pun menuai pro kontra di masyarakat.

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Nusron Wahid pun turut mengkritik Menteri Agama Yaqut Chalil Qoumas yang membuat aturan tersebut.

“Ini bukan masalah demokrasi, ini orang (Menag) kekurangan pekerjaan. Iya (Menag) kayak nggak ada kerjaan lain saja yang mengurusin gini,” kata Nusron Wahid dalam acara diskusi puplik tentang kepuasan kinerja Jokowi di Jakarta, Rabu (23/2/2022).

Menurut Nusron, permasalahan toa merupakan urusan masyarakat sipil, yakni antara pengurus masjid dengan warga sekitar. Setiap tempat beda kultur dan persoalannya. Tidak bisa disamakan.

“Ada masyarakat yang memang senang kalau toanya kencang karena kalau toanya kencang itu dia bisa cepat-cepat ke masjid,” jelas Nusron.

Namun, ada juga masyarakat yang risih dengan suara toa yang dinilai terlalu kencang. Masyarakat, imbuh Nusron, punya beda-beda pandangan.

“Negara nggak perlu mengatur, biarkan masyarakat mengatur kesepakatan pengurus masjid dengan warganya. Kalau toa masjid diatur lama-lama lonceng gereja juga diatur,” ujar Nusron.

“Masih banyak urusan Kementerian Agama yang lebih konkret yang harus diurus. Nanti kalau saya ketemu Menterinya, saya akan ngomong,” lanjutnya.

Sementara itu, Peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Rocky Gerung angkat bicara soal ini. Ia bicara mengenai hukum negara soal keheningan.

“Prinsipnya hukum negara bilang keheningan itu diperlukan atau sebaliknya kebisingan itu harus dikendalikan. Berapa? ya 50 dB. Jadi itu aturan yang sudah dibuat dari zaman Orde Baru, lingkungan, rumah sakit, perumahan ada tingkatannya maksimal 70 dB minimal 50 dB jadi range itu,” jelas Rocky.

Lantas, ia mempertanyakan kebijakan Menag terkait maksimal suara toa masjid yang mencapai 100 dB. Untuk itu, terkait permasalahan toa, Rocky berpendapat Menag tak perlu ikut campur.

“Yang dipersoalkan kenapa sekarang 100 DB? bahwa keakraban beragama, ya betul itu urusan lingkungan saja, jadi RT-nya saja atur, tidak perlu Menteri Agama akhirnya,” lanjutnya.

Aturan Toa Masjid

Diberitakan sebelumnya, Menteri Agama menerbitkan Surat Edaran bernomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Suara di Masjid dan Musala.

SE ini diteken Menag Yaqut Cholil Qoumas pada 18 Februari 2022 lalu dengan tujuan meningkatkan ketentraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga.

Berikut aturan dalam SE Menag 05 Tahun 2022 terkait pedoman pemasangan dan penggunaan toa masjid:

-Pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;

-Untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;

-Volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel);

-Dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim. (Albar)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here