Nelayan dan Kesempurnaan

1001

Oleh: Ustadz Salim A Fillah (Penulis)

Saya terkenang buku dahsyat karya Dr. Jaribah ibn Ahmad Al Haritsi, Al Fiqhul Iqtishadi li Amiril Mukminin ‘Umar ibn Al Khaththab. Sebuah riwayat yang dicantumkan menyebut betapa takjubnya Sayyidina ‘Umar pada para nelayan, yang menangkap ikan, menjemput rizqi Allah langsung dari lautan, menyatukan ikhtiyar, doa, dan tawakkal.

“Ini salah satu jenis pekerjaan terbaik”, ujar beliau sumringah.

Menjelang Jumat tempo hari, di Sushizanmai, Shibuya, Tokyo; di hadapan ikan yang disajikan segar, saya teringat Surat Al Kahfi. Di antara pelajaran yang diberikan Khidhr kepada Musa di sebuah desa nelayan kecil adalah bahwa kesempurnaan itu bukan haknya manusia.

Jika perahu yang mereka tumpangi dibiarkan indah permai tanpa cela, justru si pemilik akan kehilangan perahu itu selamanya. Sebab, “Di seberang pelabuhan sana ada seorang raja yang suka menggasab kapal orang.” Khidhr memberi cacat, aib, dan kekurangan pada sampan itu untuk menyelamatkannya, agar si perampas tak tertarik padanya.

Dalam hidup ini, betapa riskan menjadi sosok ‘sempurna’. Ia berbahaya. Sudah tabiat setiap yang cantik akan memancarkan pesona. Lalu tak semua yang mendekat pasti baik niatnya. Bahkan segala nikmat selalu berpeluang mengundang dengki. Dan dengki adalah salah satu ibu kejahatan yang paling subur memperanakpinakkan laku nista.

Maka dari itu, tak usahlah kita tertarik untuk menjadi sempurna. Apalagi ingin menjadi yang lebih parah dari itu, yaitu “tampak sempurna” padahal sebenarnya jauh darinya. Menjadi sempurna saja membuat kita rawan menjadi mangsa, apalagi hanya tampak sempurna. Ia bahkan mengaburkan hati sesama yang bergaul dengan kita, menggagalkan mereka dari menjadi calon pasangan ataupun sahabat yang tulus hatinya.

Biarlah sesama mengenal kita apa adanya.

Benarlah seorang salafush shalih yang berdoa, “Ya Allah jadikan aku dalam pandanganMu sebagai yang sebaik-baiknya, dalam pandangan manusia sebagai yang biasa-biasa saja, dan dalam pandangan diri sendiri sebagai yang paling hina.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here