Naik-Turun adalah Perjuangan

482

Oleh: Mahfud Hidayat

Sebagian orang menganggap bahwa naik itu melelahkan. Sebagian lainnya menilai justru mengenakkan. Tergantung dari sudut mana dan dalam kondisi apa. Jika naik untuk mencari keindahan di atas sana, maka pasti lelah. Namun setibanya di puncak nanti akan terobati.

Bahkan ‘naik daun’, ‘naik pangkat’ dan ‘naik gaji’ dirasakan oleh hampir semua orang sebagai kenikmatan dan keberhasilan. Padahal jika diukur dari sudut pandang yang lain, naik itu lawannya turun. Sehingga orang yang naik harus bersiap diri untuk turun.

Turun merupakan kondisi menuju tempat yang rendah. Kondisi ini kerap disyukuri ketika kondisi jalan yang naik dan terjal ditempuh dengan penuh lelah. Begitupula saat ujian dan cobaan datang bertubi-tubi, dalam kondisi naik seperti ini, maka menemukan solusi atas semua permasalahan menjadi kondisi turun yang menentramkan.

Namun ‘turun’ juga acapkali diartikan negatif dan berujung pada putus asa dan penyesalan. Terutama ketika ia terbiasa dengan kondisi yang nyaman, berada di atas, dalam kondisi naik, tiba-tiba harus turun dan merasakan kegetiran dan kepahitan karena kekurangsiapan.

Sejatinya naik dan turun adalah perjuangan. Saat naik dan sampai dalam kondisi yang nyaman jangan terlalu senang karena nanti akan turun. Saat turun meluncur ke dalam kondisi yang terpuruk pun jangan bersedih karena nanti akan naik.

Sebaliknya, ketika naik menelusuri jalan yang terjal, penuh cobaan, menuju kenyamanan jangan mudah putus asa, sebab nanti akan menemukan puncak perjuangan sebagai buah keletihan. Mari syukuri kondisi naik dan turun ini, sebab keduanya adalah bentuk perjuangan dan anugerah dari Allah SWT.

Lain halnya dengan naik dan turunnya iman dalam hadis mauquf dari Abu Hurairah RA. Saat rajin ibadah dan menguatnya taat, maka bersyukurlah. Karena iman kita dalam kondisi naik dan bertambah.

Namun ketika malas beribadah dan tergelincir dalam kubangan maksiat, maka segera bertobat. Karena membiarkan kondisi iman kita turun akan berdampak besar pada lunturnya iman.

Wallahu a’lam.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here